5

453 27 6
                                    

"Assalamualaikum walohmatullah."

Hari ini di TK Nan Batin sedang belajar cara sholat bagi anak-anak muslim. Bagi yang beragama non muslim, mereka mendapat kegiatan lain dari guru mereka.

"Sekarang kan udah pada bisa sholat, nanti dirumah jangan pada lupa sholat yaa."

"Iya bu guruuu" jawab anak-anak kompak.

"Alka, Alsha, tungguin Ala iih."

Ara tampak buru-buru memasukkan mukenanya kedalam tas. Ara langsung menggendong tas nya dan berlari mengejar kedua adiknya yang telah keluar kelas terlebih dahulu.

"Huuh, Ala capeek."

Pandangan Ara tertuju pada seorang pedagang cilok di depan gerbang sekolah. Ara langsung berlari meninggalkan kedua adiknya.

Arka dan Arsha yang melihat itu langsung mengejar kakaknya. Ara itu nekat, takutnya Ara akan menyebrang tanpa lihat kiri dan kanan.

Kedua bocah laki-laki itu menghela nafas lega saat Ara berhenti di pinggir trotoar. Ara berjongkok untuk melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Bahkan Ara telah melupakan niatnya untuk membeli cilok.

Arka dan Arsha menghampiri Ara. Mereka dapat melihat Ara yang tengah memandangi dua ekor siput.

"Kasian siputnya, udah nikah tapi nggak bisa tinggal serumah."

Celetukan Arsha membuat Ara mendongak. Lalu Ara kembali menunduk melihat dua ekor siput itu.

"Tapi olang tuanya pasti bangga, siputnya masih kecil udah punya lumah sendili." Ucap Ara menimpali perkataan Arsha.

Sebuah mobil berwarna hitam mengalihkan perhatian ketiga bocah itu. Kaca mobil perlahan turun, menampakkan seorang pria tampan dengan kacamata hitamnya.

"PAPAA!"

Ketiga bocah itu pun langsung berlari kearah mobil sang Papa. Arsen membukakan pintu mobil dan Arkasha bergantian masuk.

Sepanjang perjalanan diisi oleh keributan antara Arka dan Arsha, sedari tadi Ara hanya diam menyimak. Bahkan, ketika dirumah juga Ara masih diam.

Arsen dan Sandra merasa bingung terhadap prilaku Ara yang tidak biasa. Sandra menghampiri Ara yang sedang berjalan menuju halaman belakang rumah. Sandra heran melihat kedua tangan Ara yang mengepal erat dan tampak basah berlendir.

"Kakak bawa apa itu?"

Ara tersentak. Ara kira ia berjalan sendirian tanpa ada yang mengetahuinya. Ia berbalik badan menghadap Mamanya dengan kedua tangan yang disembunyikan di belakang punggung.

"A-Ala nda bawa apa-apa."

"Coba sini Mama liat tangannya."

Tangan Sandra terulur maju untuk menyentuh tangan Ara. Namun siapa sangka, Ara malah kabur menuju halaman belakang rumah.

"HUAAA!! ALA NDAK PEGANG APA-APAA!!"

Sandra mengernyit bingung. Ada apa dengan Ara? Ia tampak seperti sedang menyembunyikan sesuatu yang amat penting.

Tak mau membuat Ara kembali kabur, Sandra mengikuti Ara secara diam-diam. Kedua mata Sandra membulat kaget saat melihat apa yang dibawa oleh Ara.

Ara kini tengah tersenyum di depan kolam ikan. Ia membuka kedua tangannya dan terlihatlah dua ekor siput yang sudah lemas tak berdaya.

Ara melihat kedua tangannya yang penuh dengan lendir siput. Ara mendekatkan tangannya ke hidungnya, mengendusnya perlahan, dan langsung menjauhkannya begitu saja.

"Tangan Ala bau, iih. Ala nda like."

Ara langsung melemparkan kedua siput itu kedalam kolam ikan. Ara berbalik ingin masuk ke dalam rumah. Namun sebelum itu, ia tak lupa mengusapkan kedua tangannya di seragam sekolahnya yang belum ia ganti sedari tadi.

Sandra yang melihat itu tidak mampu berkata-kata. Habis sudah waktunya nanti hanya karena mencuci seragam Ara.


*********


 Siang ini, Ara akan melaksanakan solat dzuhur. Sebenarnya Ara ingin solat bersama kedua adiknya, namun mereka sudah solat terlebih dahulu. 

Ara mengambil mukenanya dari dalam tas. Mukena itu tampak sangat kusut karena Ara memasukkannya secara asal tadi di sekolah.

Ara pun melaksanakan solat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh gurunya tadi. Walaupun Ara hanya bisa menggumamkan satu kata yang sama berulang kali, Ara tetap melaksanakan solatnya.

"Wswswswsws"

Ara juga sebenarnya tidak tahu apa yang ia baca. Setelah sujud, Ara terdiam. Ara sedang memimirkan sesuatu. Kedua alisnya menyatu karena bingung.

"Ala tadi udah sampe lokaat ke belapa, ya?"


**********

"Hiks."

Saat ini, Hana, Haikal dan Bumi tengah menenangkan Cleo yang sedang menangis sesenggukan. Jangan tanya karena apa, tentu saja karena Ara yang mendorongnya hingga jatuh.

"Kak Cleo jangan nangis, ih. Udah gede juga." Julid Arsha.

"Lu diem, ya, Cil." Ucap Bumi sewot.

Bagaimana tidak, adiknya yang seperti monyet ini dibuli oleh seorang bocah, tentu saja ia tidak terima.

Bumi itu suka menjahili Cleo. Tapi kalau ada orang lain yang menjahili Cleo, Bumi akan maju di barisan terdepan untuk mbela sang adik. Hanya Bumi lah yang boleh membuli si Cleo.

"Kak Cleo cengeng, kan Ala cuma dolong kak Cleo." 

Kini Ara tengah menatap sombong ke arah Cleo. Ara bahkan sama sekali tidak merasa bersalah.

"Lu ada masalah apa, sih?" Kali ini Haikal yang bertanya.

"Kan kata bu gulu, teman yang baik itu adalah orang yang suka mendolong temannya."

"BUKAN LU DORONG KE DALEM GOT JUGA, BOCAH."

Bumi sudah sangat emosi, ia tidak terima adiknya didorong kedalam got. Haikal yang menyaksikan itu hanya diam sambil mengupil. Sementara Hana masih sibuk menenangkan Cleo, padahal Hana ingin tertawa melihat penampilan Cleo yang penuh dengan lumpur hitam.

Arka yang malas meladeni pertengkaran itu lun langsung menarik tangan kedua saudaranya untuk pulang.

"Kita pulang aja, jangan disini ngurusin orang yang baperan."

***





Haii, lama ya up nya?

Sorry yaa, soalnya pas mau nulis pasti otaknya buntu. Pas idenya ngalir lancar, pasti mager nulis. Resiko kaum rebahan itu prendd.

Jangan lupa voment nya ya;)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArkashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang