08

570 140 17
                                    

Pukul 07.13 hidangan yang Lex olah dibantu leo tersaji diatas meja makan kost yang sempit. Dikelilingi oleh 3 kursi minimalis, Husein pun menyarankan Leo dan Sing mengambil tempat duduk beralas tikar.

Kursi tidak terisi karena mereka pada akhirnya menemani anak-anak itu makan dibawah. Lex meletakkan bakul nasinya pindah ke karpet dengan alat makan seadanya.

"Masak daging lagi?" Pekik tertahan Bomsu kala menyadari tidak ada sayuran hijau disini.

"Kiriman dari Zayyan." Jelas Lex sambil menyendokkan krengseng kecap manis kepiring lelaki berambut gondrong.

"Holkay bener tuh anak! Sering banget ngasih beginian." Decak yang apabila mampu dituai reaksi kimia, pasti sekitar mulut Bomsu mengandung larutan asam dan basa. alias berwarna-warni.

Namun rupanya disisi lain tanpa sepengetahuan penghuni kost lawas, Sing berasumsi jika kebaikan yang Zayyan lakukan ini terlalu berlebihan. Seberapa baik seseorang mau memberikan banyak tumpukan daging nyaris setiap hari?

"Bukannya orang tua kak Zayyan kerja di luar kota, ya, bang? Emang dia dapet uang dari mana?" Heran Sing.

"Pasti kebiasaan buruknya nih. Zayyan diem-diem suka masukin daging pelanggannya kedalem kresek terus dibawa pulang ama dia." Cerocos Husein, berkisar 1 kodi gigi tetapnya masih mengunyah makanan.

"Apa gak kena marah atasannya bang?" Sahut Leo.

Husein berganti menebas lalat yang mengerubungi kerupuk udang dengan tangan kekarnya. "Orang kalau udah nekad kebanyakan selalu berhasil Le. Gak perlu diraguin lagi," katanya.

Ya, kalau yang ini Leo tidak bisa mengkilahnya. Meski Zayyan nampak seperti pemuda broken home yang jarang mendapat atensi dari kedua orang tuanya, mungkin pekerjaaan memotong bermacam daging disana memang semenguntungkan itu.

Dan Leo maupun Sing belum benar-benar mengenal Zayyan---atau bahkan keempat teman kostnya juga?

"Btw kayak ada yang kurang?" Bomsu menggertak cerobong asap lamunan Leo. Ia tersadar.

"Wain sarapan diluar sama Davin." Lex mendapat giliran menjawab. Turut berduka sedari tadi lelaki imut ini banyak diamnya.

"Oh, bagus deh, lauknya bisa gue habisin." Kelakar Bomsu keras-keras seraya menyiduk kuah krengseng yang ternyata bila diteliti kembali rasanya lumayan enak.

Sing ikut-ikutan ambil juga. Mumpung ada teman yang bergerak membawa centong berisi kuah manis, Sing mengkode Bomsu agar menuangkannya kepiringnya.

"Oiya, Lex, tadi gue ke kamar lo ambil buku. Pinjam bentaran ye," Husein berkata, disela mencabik daging olahan tangan peri Lex.

"Bang Husein masih kuliah juga?" Tanya Sing, sekedar pencitraaan biar aksinya gak dilihat.

Tetapi Leo lebih dulu mencerca lewat mulutnya yang menari-nari julid. Nyenyenye! Dih, bilang aja lo takut ketahuan ngabisin lauknya Sing!

"Bukan." Husein tak membenarkan dugaan Sing. "Ada temen cewek gue nanya punya modul ekonomi gak. Kebetulan Lex dulu anak IPS, jadi gue bawa deh buat dikasihin." Jabarnya.

"Jadi definisi caper modal minjem temen itu beneran ada ya bang?" Sindir Bomsu, Leo berhasil dipancing ketawa ganteng.

"Halah, ikut campur mulu!" Hadiah berupa jeling mata dari Husein yang membola diterima pemuda bangir itu.

"Cuit-cuit! Bakal dapet gebetan baru nih, babang Husein!" Sayangnya Bomsu tak menggubris tanda peringatan yang diberikan.

"Congormu!"

Akhir yang mencuat membuat kelima pemuda setengah dewasa setengah lain belum cukup usia memilih jalan tengah dengan diam. Tidak mau mengabaikan seenak ini krengseng daging buatannya Lex, mereka berlomba-lomba melahap terbanyak makanan masing-masing.

Walaupun sempat tadi Bomsu mengeluh bosan menelan daging terus, ternyata cowok itu tetap tak membiarkan perutnya keroncongan. Selagi bukan masakannya, Bomsu jamin rasanya pasti jauh lebih enak.

"Lex, gue baru tahu kalau lo suka ngoleksi koin sebanyak itu."

Diingat-ingat, dari awal mengapa tertua Husein yang lebih banyak ngomong ketimbang yang lain? Sekarang terbalik kah dunia? Anak-anak punya stok etika lebih tinggi dibanding orang dewasa.

Tapi setelah dicerna sekali lagi, tidak salah Husein menanyakan hal ini kepada Lex. Boleh jadi memang koin-koin itu mengandung intan yang belum terkuak kebenarannya. Dan sekarang waktu tepat membongkar sebuah bukti.

"H---hah?" Gagap Lex mengundang banyak reaksi jeli.

Sing memicing baik-baik.

Leo mulai merangkai dugaan-dugaan dalam tempurung kepalanya.

"Tadi waktu gue buka lemari lo, gue gak sengaja ngeberantakin koin-koin lawas yang ada dirak paling bawah. Sori ya. tapi udah gue beresin lagi, kok, tenang aja." Jeda Husein.

"Aneh aja gitu, ternyata lo yang kelihatannya anti banget kerepotan justru suka ngumpulin barang-barang antik."

"Nggak kok. Itu bukan punya gue." Lex coba mengelak. Dilihat dari pupilnya, membesar.

"Terus punya siapa?"

Lex menatap pemuda lain lalu menjawab dengan cepat. "Zayyan! Dia nitip koin ke gue karena sport kamarnya udah gak muat." Katanya.

"Oh," Husein culas bibir. "Padahal gue udah naruh curiga bisa jadi lo penebar teror itu Lex."

***

Teror || Xodiac ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang