“Mie ayam 3, ya, bu, minumnya es teh 2.”
Klakson sahut-menyahut, gemerisik mesin ciptaan negara tirai bambu, serta gesekan aspal dijalan meredam ucapan Leo yang tengah memesan menu diterik hari sekarang.
Ketiga pemuda SMK juruan Teknik Otomotif itu baru mendapat giliran berehat dari sibuknya magang di kota Jogja. Tersebab akan suatu alasan logis dimana mereka bosan memakan daging lagi dan lagi, Sidaleo memutuskan menggunakan uang 50 ribu untuk marung di pinggir jalan.
Setelah sang penjual mieso gegas meracik pesanannya, Sing melambai supaya Leo menyusul ketempat yang telah ia klaim sebagai milik bersama sementara.
Disana Davin---seperti biasa membuka 2 kancing seragam praktek teratas untuk memasok udara dari luar. Dimanapun, yang namanya bengkel pasti tidak menyediakan AC atau semacamnya. Tempat PKL mereka jauh dari kata layak, Davin sudah sangat terbiasa merasakan hal ini sejak kelas 10.“Hufttt,” peluh pelipis ia usap. “Capek banget gue, pelanggan aki motor gak berhenti-berhenti dari pagi.”
Leo menengok ala kadar sahaja. Alasan pertama, dia juga sama lelah dengan Davin. Alasan kedua, tenggorokan Leo juga sama kering. Alasan terakhir, sudah menjadi kebiasaannya selalu menerapkan diam mulai lahir.
“Syukuri aja lah, Dav. Masih mending lo diperhatiin montirnya, lah gue, suruh ambil ini-itu mulu. Pak San kira kaki gue ekor hantu kali, ya, bisa dibawa terbang kemana-mana.” Berbaik hati Sing membalas keluhan Davin saat Leo tak mau ambil pusing menyahut sedikitpun.
“Ah, Sing mah, jangan mulai deh.” Lalu tiba-tiba lelaki berbadan bongsor itu menghadiahinya sebetan telapak tangan agak pelan.
Sing sanksi Davin langsung. “Apanya?”
“Gue jadi keinget ancaman begal yang bang Husein ceritain kemarin malam. Tentang teror suara misterius itu juga,” jelas Davin tercekik nafas walau itu tidak bisa membuatnya lantas terkena gagal jantung mendadak.
“Justru lo yang mulai Dav!” Leo balas menyeru. “Orang kita berdua gak bahas masalah itu, eh lo pancing.” Matanya merotasi jengah.
“Au ah!” Nampan berisi 3 mangkok mie ayam tiba, Davin mengurungkan niatnya melanjutkan bercerita.
Sidaleo mengambil seporsi dalam kebisuan. Dua es teh dibuat untuk si melankonis Davin serta si introvert Mak Chun Sing. Leo dengan air botol mineral, tak terbiasa mengkonsumsi aneka jenis minuman yang bercampur bersama es batu.
“Tapi menurut kalian aneh gak sih, bang Husein tiba-tiba dihadang pemalak jalanan? Gue kok agak curiga sama dia. Omongan bang Husein kayak cuma dibuat-buat.” Sesuap finish Sing telan, ia menambahkan bumbu percakapan kembali menyala.
“Hilih! Dulu aja lo takut sama bang Husein, apalagi sama bang Gibran. Sekarang malah ngejelek-jelekin dia didepan kita?!” Ejek Davin.
“Ya, kan, masalahnya beda Dav. Dulu gue takut sama bang Gibran gara-gara dia muncul tanpa permisi dan langsung nanyain hal-hal yang ambigu. Gak jelas sama sekali!” Sensimental Sing hanya dapat terlihat kala bersama Leo dan Davin saja. “Nah sekarang, terkait teror yang baru-baru ini kita hadapi, gue agak gak menaruh percaya lagi sama bang Husein. Ditambah ucapannya yang sering ngasih peringatan gak pada tempatnya.”
“Terus mau lo apa? Berubah jadi detektif yang mencoba ngulik kebusukan orang-orang di kos?”
“Gak gitu juga kali,”
![](https://img.wattpad.com/cover/340959151-288-k807704.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Teror || Xodiac ✓ (REVISI)
Horror[ horor, friendship, comedy ] ❛❛tidak ada sembilan, salah satu dari kita cuma kloningan❞ pertemuan yang cukup baik bila diingat-ingat. namun kesembilan lelaki itu tidak pernah tahu jika ancaman, intaian, serta teror kini menanti mereka. ...