Kamu Hanya Pura-Pura Cerdas!

1.1K 4 0
                                    

David meregangkan dasinya, meletakkan tas jinjingnya di atas meja kerja. Hari ini dia sangat lelah. Mulai dari malam, dia harus berhadapan dengan preman-preman penjaga club. Dan siang ini dia harus menolong seorang gadis. Hal yang paling tidak disangkanya adalah Justin yang memanfaatkan kelemahan muridnya.

Saat David mengantarkan Alma pulang, dia bercerita tentang apa yang terjadi. David menyarankan Alma untuk tidak masuk sekolah terlebih dulu, untuk berjaga-jaga.

David saat ini sedang duduk bersama seorang gadis yang tampaknya sudah lebih baik dibanding semalam. Dia bersujud di kaki David sambil berterimakasih. Drama apa lagi ini? David meraih bahunya, mengajaknya duduk di sofa ruang kerjanya.

"Siapa nama lengkapmu?" Tanya David sambil membuka sebuah buku.

"Abelia Frisca." Ucap Lia sambil menundukkan kepala.

"Oke, sekarang kamu sudah aman. Kamu bisa tenang." David menerima dua cangkir dengan isi berbeda dari Mak Sirah. Satu cangkir berisi kopi, sementara cangkir yang lain berisi teh.

"Oke, Lia. Bagaimana bisa kamu berada di tempat itu?" David meletakkan bukunya, menanti Lia bercerita.

"Kemarin, saat pulang sekolah. Aku, yang biasanya datang tepat waktu ke halte, sedikit terlambat karena harus membersihkan lab bahasa. Itulah kenapa aku ketinggalan bus terakhir yang bisa mengantarkan aku ke rumah." Lia mulai setelah menyeruput teh hangatnya.

"Saat itu aku hanya bisa menanti di halte sambil berusaha menghubungi beberapa orang yang mungkin mau mengantarkanku pulang, karena rumah aku cukup jauh. Tapi, tiba-tiba sebuah mobil merapat. Ternyata itu milik teman sekolahku, dia menawarkan diri untuk mengantarku pulang.

"Di perjalanan, dia bilang hendak buang air kecil sebentar. Kami pun berhenti di sebuah rest area kecil. Dia memintaku untuk menunggu sebentar, tapi entah. Setelah dia keluar, aku benar-benar mengantuk. Aku pun tertidur. Dan saat aku bangun~" Nada bicaranya kembali bergetar, matanya kembali memerah.

"Oke, cukup." David meminta Lia mengakhiri ceritanya.

"Boleh aku tahu dimana ponselmu sekarang?" Tanya David, membuat Lia tersadar sedari tadi dia sama sekali tak menyentuh hp-nya.

Melihat ekspresi Lia, dia cukup mengerti. Hp Lia dibawa mereka.

"Bilang saat kau sudah merasa lebih baik, aku..." Ucapan David terpotong karena Lia tampak sangat panik.

"Tunggu! Hp ku, di hpku...." Lia kembali menangis. David kebingungan sendiri, bukankah harusnya file itu dapat di back up melalui drive penyimpanan awan?.

"Jika kau khawatir soal file-nya. Kau bisa pakai komputerku untuk memulihkannya." Tawar David, namun Lia malah menangis kian keras.

"Kamu tak paham.... Hiks.... Itu... Hiks... Itu ada foto dan vidioku di sana." Ucap Lia. Apa masalahnya itu?

"Telanjang." Lia tertunduk dalam diam. David hanya bisa melotot tak percaya.

"Itu tidak aku simpan ke drive awan karena aku khawatir akan disalah gunakan oleh mereka." Lirihnya lagi, kini dengan nada putus asa.

"Untuk apa kau membuat itu? Apakah pacarmu memintanya?" David menatap lurus, kini dia serius. Lia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, berarti ada beberapa kemungkinan. Pertama dia adalah seorang yang suka mengagumi dirinya sendiri, mereka akan sering memotret tubuh mereka tanpa busana dan memuja betapa indahnya body mereka. Kedua, dia menjual vidionya melalui situs deep web. Melihat dia paham tentang penyalah gunaan hak privasi perusahaan penyedia penyimpanan awan, setidaknya dia pernah mendengar hal tersebut.

"Aku punya kenalan yang bisa menyelamatkan file milikmu." Ucap David kemudian setelah berpikir sejenak. Mereka memutuskan untuk menemui kenalan David.

Mereka meluncur ke sebuah coffee shop di dekat pusat kota. Caffee shop yang tampak berbeda dengan nuansa klasiknya itu tampak ramai oleh pengunjung.

"Selamat datang di Linux caffee, mau pesan apa?" Seorang pelayan cantik berdiri di balik meja pemesanannya.

"Black tea shaddow." Ucap David sambil menatap Lia yang masih kebingungan. Kenapa malah ke Caffee?? Batin Lia sambil melihat-lihat menu yang disajikan.

Pelayan itu meraih gagang telpon, melakukan panggilan entah dengan siapa. Sejenak, wanita itu menjauhkan gagang telponnya.

"Nomor berapa, Pak?" Tanya Pelayan cantik itu dengan senyum yang terus tersungging.

"Nol." Lia semakin bingung dengan percakapan David dan Pelayan.

"Mari ikuti saya." Wanita itu memanggil kawannya sebelum mengantarkan David dan Lia masuk ke dalam dapur mereka. Dapur ini masih normal, seperti dapur-dapur pada umumnya. Orang-orang yang sibuk memasakkan pesanan, orang yang mencuci piring.

Pelayan itu berhenti di depan pemanggang besar yang tampak sudah tidak berfungsi, dia membuka pintunya. Lia ternganga saat melihat ada tangga menurun di balik mesin pemanggang itu. David dan Lia turun ke bawah.

"Lihat! Siapa yang datang? Hahahaha." Seorang wanita, yang duduk di sebuah kursi mewah dengan ukiran naga di bagian lengannya, tertawa terbahak-bahak.

"Bagaimana kabarmu, Ney?" David duduk bersama Lia di sebuah sofa yang tampak sangat empuk.

"Aku baik-baik saja. Eh, apa ini? Apa sekarang kau seorang pedofil?" Wanita bernama Neysa itu kembali tertawa saat melihat Lia, yang datang bersama David.

"Hei-hei, kau sendiri suka mencari berondong!" Balas David sambil tertawa. Menjadikan ruangan itu dipenuhi tawa mereka berdua, sedangkan Lia hanya mampu diam, kebingungan.

"Jadi apa yang bisa kubantu, tuan tampan?" Neysa ikut bergabung di meja tamunya. David membiarkan Lia sendiri yang berbicara. Lia pun menceritakan tentang ponselnya.

"Betapa bodohnya dirimu! Kau tidak mau menyimpan file pribadimu di awan, tapi kau membiarkannya berada di ponselmu?" Neysa menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa.

Neysa menghela nafas pelan.

"Ikut aku." Mereka berdua dibawa menuju meja komputernya.

Neysa meminta nomor ponsel Lia. Dia memasukkan nomor itu pada sebuah kolom. Gerakan jemarinya cepat menulis kode-kode yang tidak dipahami David maupun Lia, hingga beberapa menit kemudia sebuah peta muncul di layar monitor. Neysa langsung menuliskan beberapa kode sebelum menekan tombol enter.

Downloading data....

Sebuah barometer pendownloadan muncul. Memperlihatkan berapa besar file itu telah terunduh. Sambil menanti, Neysa juga melihat-lihat area apa itu.

"Tempat apa ini? Stasiun bawah tanah?" Neysa terbelalak menyadari lokasi hp tersebut berada. Lia dan David saling pandang. David menyadari sesuatu, pengunduhan data itu terlihat begitu cepat untuk file yang berisi banyak vidio dan foto.

"Jangan memberitahunya yang terjadi." Bisik David pada Neysa. David yakin, Neysa juga menyadarinya karena dia berpengalaman dalam hal ini. Neysa hanya tersenyum.

Neysa memasukkan data itu ke dalam flash disk, dan menyerahkannya pada Lia.

"Kau masih bekerja pada Pak Tua itu?" Tanya Neysa saat mengantarkan David keluar dari caffee-nya.

"Ya, kau mengenal diriku sama seperti pak tua." Balas David santai.

Lia masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, melihat kedua orang itu mengobrol setengah berbisik.

Teacher MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang