Suasana sibuk kantor kepolisian wilayah selatan dengan berbagai pengaduan yang masuk. Operator yang terus menerima telpon dari orang-orang tampak menghela mafas setelah orang di sebrang memutuskan panggilan. Sementara itu, kepala polisi daerah tampak melihat pekerjaan anak-anaknya dengan wajah yang terus mengulum senyum.
"Apa yang kita dapat hari ini?" Dia mendekat pada salah satu meja operator cantik.
"Ada dua laporan kehilangan, Pak. Dari distrik 3 dan 7." Operator itu menanggalkan headsetnya.
"Oh, baiklah. Biarkan itu menjadi pekerjaan tim penyidik, kamu mau sarapan?" Lelaki itu memasang senyumnya hingga gigi-gigi yang terlihat menjadi kering.
Di lantai dasar kantor polisi, bagian pengaduan langsung. Seorang wanita dengan setelan jas abu-abu yang menutupi kemeja putihnya itu berdiri sambil melihat-lihat buku pengaduan. Di belakangnya, seorang lelaki dengan wajah lebih muda itu tampak sibuk memainkan pisau lipatnya.
"Nando, kita bisa mengambil dua kasus ini. Kasus kehilangan anak." Ucap Wanita itu sambil menunjukkan catatan pelaporan.
"Siap, Nyonya Davina." Nando mengamati alamat pelapor. Distrik 3? Wajahnya sedikit keheranan.
Davina dan Nando pergi ke ruang kepala untuk mengambil izin.
"Permisi, kepala penyidik Davina hendak menghadap." Ucap Davina di depan tombol bel ber-mikrofon dan speaker, yang terletak tepat di sebelah pintu ruang kepala.
"Baikh.... Hahh... Hahhh.... Hah..... Tunggu sebentarh...." Suara itu milik kepala kantor daerah selatan, Enzo Renaldi. Davina mengernyitkan dahinya. Aku tidak salah dengar, kan? Telinga Davina masih terngiang suara latar tadi. Enzo tidak sendirian di dalam. Cukup lama Davina dan Nando menunggu, hingga Enzo mempersilahkan mereka berdua masuk.
Davina menatap wajah Enzo yang tampak ada bekas keringat, dengan rona merah yang menunjukkan bahwa jantungnya masih berdetak cepat.
"Kami meminta izin untuk melakukan penyelidikan kasus kehilangan anak." Davina sendiri mulai tidak nyaman saat bau parfum tercium sangat menyengat di hidungnya.
"Bha-baik. Lakukanlah." Enzo tampak menggigit bibir bawahnya, seakan menahan sesuatu.
"Terimakasih, Pak." Davina segera bangkit, diikuti Nando. Mereka meninggalkan ruangan Enzo.
Enzo langsung mendorong kursinya mundur, dan menarik tubuh telanjang yang berada di balik mejanya. Dia meletakkan wanita itu di atas meja.
"Nakal sekali, kamu!" Ucap Enzo dengan nada menggodanya. Mereka kembali berpagutan. Mereka seperti benar-benar menghabiskan sisa tenaga mereka di sana, hingga tengah hari.
Enzo dan wanita operator itu terkapar di lantai kecapaian. Enzo memeluk tubuh ramping dengan pantat dan dada yang kencang itu.
"Sayang, aku punya tagihan tas dari prancis." Ucap wanita itu sambil mengelus-elus dada Enzo.
"Tenanglah, apa kartu yang aku berikan sudah kehabisan saldo? Aku akan mengisinya lagi."
Sementara itu, di sebuah rumah makan sederhana di distrik 3. Davina dan Nando bertemu dengan orang tua dari anak yang hilang.
"Harusnya sore itu dia sudah sampai rumah. Tapi dia mengirimkan pesan akan pulang sedikit terlambat karena harus membuang sampah di lab bahasa." Jelas wanita dengan usia kira-kira 40 tahunan itu.
"Maaf, Bu Laura. Bisa saya pinjam sebentar?" Nando menerima hp milik Laura. Dia memotret percakapan pesan antara korban dan orang tuanya.
Davina memeriksa kembali berkas yang dia bawa.