Ruang Penyucian

843 1 0
                                    

Ruangan temaran itu dipenuhi kesunyian. Tak ada suara selain detak jarum jam. Seorang lelaki berkacamata tampak menghela nafasnya, berat. Dia menatap ke dua orang yang berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk dalam-dalam.

"Bagaimana itu terjadi?" Lelaki, dengan rambutnya yang mulai memutih itu, membuka percakapan. Dia meraih secangkir kopinya. Sedangkan kedua orang lelaki di hadapannya hanya bisa diam.

"Apa kalian bisu?" Tanya lelaki itu lagi, dengan tatapan yang lebih tajam.

"Maaf, Tuan Jim. Kami tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba ada ledakan dari atap. Setelah itu ada orang yang masuk ke dalam gedung dan menghabisi para pekerja." Jelas salah satu dari mereka dengan wajah ketakutan.

"Lalu, kau. Bagaimana bisa ada orang yang membajak CCTV?" Tatapan Jim kian tajam dan perlahan menjadi tatapan haus darah. Jim bangkit dari duduknya, menepuk pundak lelaki dengan tubuh kekar di belakangnya.

"Bawa mereka ke ruang penyucian." Ucap Jim, membuat kedua lelaki yang menghadapnya bersujud meminta pengampunan, namun mengampuni bukanlah sifat Jim.

Mereka berdua diseret ke ruang lain. Ruangan berisi jeruji besi dengan berbagai alat penyiksaan di dalamnya. Mereka diseret oleh tiga anak buah Jim, tangan mereka dikunci pada borgol yang tergantung dengan rantai di langit-langit sel. Tangisan mereka berdua tak dihiraukan oleh tiga anak buah Jim. Pakaian mereka dilucuti hingga tak ada sehelai kainpun yang melundungi tubuh mereka.

"Hei, aku masih punya satu anak... Tolong jangan siksa aku..." Pinta salah satu dari mereka sambil menangis. Namun siapa peduli? Ruangan yang awalnya hanya dipenuhi tangis dan rintihan meminta belas kasih, berubah menjadi ruangan dengan jerit kesakitan yang teramat sangat.

###

David melangkah mengendap-endap. Dia mengikuti gerombolan siswa yang pergi ke belakang gedung sekolah. David ingin memastikan anak itu tak lagi menelan korban jiwa. Ya, mereka adalah Mark dan gengnya. Mereka memang tak membawa anak lain bersama mereka, namun David mendapatkan sebuah informasi.

"Kau tau, aku dapat kabar bahwa pemilik bar dimasukkan ke ruang penyucian."

"Apakah karena masalah minggu lalu? Orang yang berhasil mengambil barang kita?"

"Yah, sepertinya. Sekarang bar akan dipegang oleh Nyonya sendiri."

David mendengarkan percakapan setengah berbisik itu. Bocah-bocah yang mengobrol sambil merokok itu tak sadar dengan keberadaannya. Namun, saat David hendak berbalik.

"Hai, Tuan David. Apa yang sedang kau lakukan?" David tersentak saat melihat Mizune yang sudah berdiri di belakangnya.

"Oh, Bu Mizune. Aku melihat anak-anak sedang merokok, aku hendak membawa mereka ke ruang disiplin, tapi sepertinya tidak perlu karena ini jam pulang sekolah." Jelas David sambil tersenyum pada Mizune, yang membalas senyumannya dengan senyuman yang tak bisa diartikan.

"Oh, benar juga. Kalau begitu mari kembali ke kantor." Ajak Mizune. Mereka berjalan ke kantor bersama.

David sendiri langsung mengambil tasnya, dan hendak pulang. Namun langkah kakinya terhenti saat melewati depan laboratorium bahasa. Dia melihat teman sekelas Angel masuk ke dalam lab bahasa, Widya Chika. Wanita berkacamata itu sempat melihat ke arah David sebelum masuk ke dalam laboratorium bahasa. David yang penasaran pun menanti dengan duduk di kursi taman depan laboratorium bahasa. Mungkin di David akan terlihat dari arah lapangan, namun dia tak terlihat dari arah pintu laboratorium, karena di belakangnya ada sebuah pohon.

Telinga David mendengar suara langkah kaki di koridor. Siapa itu? Batinnya. Saat ini David hanya bisa melirik tipis dari tempat duduknya, melihat seseorang masuk ke dalam lab kimia. David masih menanti Chika keluar dari laboratorium bahasa, namun sepertinya itu akan lama. David memutuskan untuk menunggunya sebentar lagi.

Namun tak ada satupun pergerakan di sana selain guru yang keluar dari laboratorium kimia yang berada tepat di sebelah laboratorium bahasa. Bahkan hari sudah sore. David hampir memutuskan untuk pulang, namun dia mendengar suara gaduh orang sedang mengobrol sambil melangkah di koridor. David mulai menduga-duga siapa mereka. David mencoba mengintip dari tempat duduknya, melihat bocah-bocah itu masuk ke dalam lab bahasa. Itu Mark?

David memutuskan untuk melihat dari tempat lain. Gedung kelas yang berada tepat berhadapan dengan gedung laboratorium. Hanya dipisahkan oleh lapangan basket dan taman kecil.

David bersembunyi dibalik pilar gedung itu, melihat Mark keluar dari lab bahasa bersama kawan-kawannya dengan sebuah karung yang diangkat bersama-sama. Mereka membawa karung itu ke belakang sekolah. David membuntuti mereka dari jauh, dan melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Mark menaikkan karung itu ke dalam mobil dengan bak terbuka.

David kaget, tiba-tiba lehernya deperti tersengat listrik. Seketika kesadarannya hilang.

###

Nando duduk sendirian di kamarnya sambil memandangi sepucuk kertas yang diberikan oleh David. Itu adalah kertas berisi surat dari Ibunya.

Nando, anakku. Ibu rindu sangat, tapi tak apa. Ini semua demi kebaikanmu.

Sejak kamu berangkat ke akademi militer, Ibu selalu berdoa agar kamu lulus dan diterima di sana. Ibu ingat kenangan dulu waktu kamu masih kecil. Kamu senang sekali dengan seragam tentara yang dibelikan ayah, juga dengan pistol mainan. Dan sekarang kamu bisa mewujudkannya.

Oh, iya. Disini, Ibu dan Ayah baik-baik saja. Semoga kamu juga baik-baik saja. Meskipun Ibu sering mengirim surat sebelumnya, tapi sekarang Ibu bisa lebih tenang. Ternyata anak kepala desa adalah seniormu di militer. Dia sudah lulus dari akademi, dan kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa temui dia. Namanya David, dia selalu ke akademi tiap hari rabu untuk melatih bela diri. Surat inipun Ibu titipkan padanya. Dia bilang akan sering pulang karena negara sudah damai.

Ibu dan Ayah hanya bisa berpesan untuk belajar dan berlatih dengan serius. Kamu adalah satu-satunya harapan kami. Kamu adalah pahlawan dan pelindung kami. Saat kamu pulang Ibu akan membuatkan kamu sup sapi kesukaanmu. Jadi semangat!

Salam hangat dan peluk jauh

Ibu&Ayah.

Air mata Nando perlahan menitih. Dia masih ingat bagaimana Ibunya mati, tepat di hadapannya. Bahkan suara rintihan Ibunya yang menangis sambil memeluknya masih terngiang. Dia juga ingat David yang mati-matian menyelamatkan Ibu dan Ayahnya.

David, lelaki yang masih jadi misteri sekaligus kambing hitam baginya. Nando masih menganggap bahwa Davidlah yang membunuh orang tuanya, dan mengkhianati ingatannya.

David, maaf.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teacher MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang