"Baik, mari kita akhiri pelajaran hari ini." David menutup bukunya saat mendengar bel telah berbunyi. Para muridnya satu persatu meninggalkan kelas. Namun ada seorang Siswi yang mendatanginya dengan buku catatan yang dipegangnya.
"Oh, Melly? Aku akan membahasnya di pertemuan selanjutnya." Balas David singkat sambil melempar senyum pada Melly. Seketika itu Melly tak mampu menahan debaran jantungnya yang kian cepat. Dia buru-buru pamit, berbalik badan dan berlari kecil keluar kelas. Dasar.
David melangkah menuju kantor guru, melewati koridor-koridor sepi. Sayangnya, dengan kesepian itu dia dapat mendengar sayup-sayup suara ribut dari toilet yang berada di sebelah tangga. Samar, juga tercium bau rokok.
David membuka pintu toilet pria, disambut dengan asap yang tampak memenuhi toilet. Seperti penjahat yang pintu penjaranya dibuka, asap-asap itu langsung terhembus keluar ruang perlahan. David melihat Mark dan gengnya dengan seorang lelaki yang terkapar tak berdaya di lantai toilet.
Mark menatap David kaget. Pengalamannya akhir-akhir ini dengan David tidak begitu mengenakkan. Bahkan kamera CCTV yang harusnya tidak berfungsi normal, seakan-akan kembali berfungsi saat David menangkapnya. Bahkan uang orang tuanya hanya bisa membebaskannya dari hukuman, tapi tidak dengan membalas David.
David menyunggingkan senyum berisi ancaman, membuat Mark dan kawan-kawannya sedikit gentar.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Tatapan David berubah menjadi tajam. Mereka langsung berlari terbirit-birit meninggalkan toilet.
David membawa bocah yang masih tersungkur di lantai toilet itu ke ruang UKS.
"Sepertinya kau sering sekali membawa bocah yang babak belur, Tuan David." Sapa Erina yang membantu David membaringkan bocah itu.
"Aku tinggal dulu." David langsung pergi ke ruang kantornya.
Langkahnya terhenti sebelum masuk ke dalam kantor. Dia melihat dari jendela, para guru sedang duduk dengan rapi. Seperti ada sesuatu yang sangat penting.
"Permisi." David masuk ke dalam kantor untuk melihat apa yang sedang terjadi. Dia melihat Justin berdiri di depan para guru bersama seorang wanita muda. Apa wanita itu hendak magang?
"Perkenalkan, saya Amanda Putri Rahayu. Mulai hari ini akan bergabung dengan bagian bahasa dan sastra." Ucapnya sambil menundukkan badan. David melihat sekilas tampilan wanita itu, usianya masih di bawah 25 Tahun, kemungkinan besar dia baru lulus kuliah.
Setelah acara penyambutan dan perkenalan itu, Amanda meletakkan barangnya di meja sebelah David yang masih kosong. Dia tampak ramah dan murah senyum. Juga saat Pak Victor menyapanya, dan mengajaknya mengobrol sedikit. David hanya menyimpulkan bahwa Amanda adalah orang yang dapat menyesuaikan diri.
Sementara itu, di kantor polisi Wilayah Selatan.
"Maaf, Pak. Tapi saya belum selesai menyelidikinya!" Wanita itu menatap dua pria di hadapannya dengan tatapan tak terima.
"Davina. Apa yang kamu dapatkan dari pemeriksaan selama seminggu?" Enzo menatap tajam mata Davina, memastikan mental wanita itu sedikit goyah.
"Maaf, Pak. Saya akan melakukannya dengan benar kali ini." Davina hanya mampu menunduk, menandakan dirinya takluk.
"Iya, lakukan dengan benar untuk kasus lain. Lagi pula, bila kita pikir dengan logika. Apa mungkin si penculik masih di kota ini? Berikan saja surat kematian pada keluarga korban, dan katakan bahwa anak mereka telah meninggal. Untuk bukti-buktinya kau bisa minta ke tim forensik." Ucap Enzo tanpa beban.
"Maaf, Tuan Robert. Mari kita lanjutkan pembicaraan." Enzo langsung beralih pada Robert, membuat Davina hanya bisa pasrah dan meninggalkan ruangan.
Davina melangkah ke ruangannya, melihat berkas yang dia kumpulkan selama seminggu untuk mencari si penculik. Apa mungkin si penculik masih di kota ini? Ucapan Enzo masih terngiang di telinganya. Tapi melihat laporan seminggu ini, tak ada kasus penculikan baru. Hanya ada beberapa kasus lalulintas dan pencurian.
"ahhh...." Davina meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Benar juga, Fira berulang tahun hari ini. Batin Davina.
Fira adalah adiknya. Mereka tinggal bersama di sebuah rumah sewa di daerah selatan. Orang tua mereka menjadi korban kerusuhan tahun 1990 dan ditemukan tewas. Davina pun tumbuh sebagai kakak sekaligus pengganti orang tuanya.
Davina mengemasi barang-barangnya dan melangkah meninggalkan kantornya. Davina masih ingat bahwa Fira menginginkan sebuah sepatu olahraga yang dipromosikan oleh sebuah grup boy band idola anak muda zaman sekarang.
Davina pergi ke sebuah toko olahraga terbesar di wilayah selatan, namun dia terkejut karena bertemu dengan seseorang.
"Pak David?" Sapanya pada lelaki yang sedang sibuk memilih sepatu futsal.
"Oh, Nyonya Davina." Balas David dengan senyuman ramahnya.
"Datang sendirian?" Tanya David sambil mencoba beberapa sepatu.
"Iya, sedang tidak dalam tugas. Anda suka bermain futsal?" Davina mengamati David yang tampak mencoba sepatu sambil berjongkok dengan kaki berjinjit.
"Iya, begitulah. Anda sendiri hendak mencari sesuatu?" David tampak telah menentukan sepatu pilihannya dan memberikannya pada wanita penjaga etalase itu.
"Adikku hari ini berulang tahun. Dia menginginkan sebuah sepatu olahraga. Tapi Anda terlihat lebih muda saat di luar sekolah." Davina tampak menilai penampilan David sambil terkekeh pelan.
Mereka berdua berbincang-bincang sambil menyusuri etalase sepatu olah raga. Mencari sepatu yang dimaksud oleh Davina.
"Oh, jadi adik anda seorang atlet volly." David menanggapi cerita Davina tentang adiknya.
"Mari, saya antarkan Anda pulang." David menawarkan tumpangan saat mereka melangkah keluar toko bersama. Davina mengiyakan tawaran itu.
Mereka melaju ke rumah sewa Davina yang terbilang cukup jauh dari toko olahraga. Selama pelajaran, David menemukan banyak fakta tentang Davina. Bagaimana dia bisa menjadi seorang polisi, bagaimana tentang kehidupannya.
"Maaf, aku terbawa suasana." Ucap Davina sambil mengusap air matanya yang sedikit keluar.
"Tak apa, setiap orang punya kisah sedihnya masing-masing." Balas David sambil terkekeh.
Mobil David memasuki kawasan rumah-rumah mewah. Mereka memasuki sebuah halaman luas dengan rumah sederhana di tengahnya. David diajak untuk merayakan ulang tahun adiknya.
"Tunggu sebentar di sini. Aku akan menyiapkan camilan." Ucap Davina, menyuruh David menanti di ruang tamu. David mengamati rumah sederhana ini, tampak penuh kehangatan.
"Awww!!" Davina menjerit dari dapur, membuat David kaget dan langsung menghampirinya. Dia melihat Davina tersungkur sambil memegangi tangannya, tak jauh dari kompor yang masih menyala. Saat David mendekat dia melihat teflon yang terbalik dengan minyak goreng yang membasahi lantai.
"Basuhlah dengan air, kemudian keringkan." Ucap David saat melihat telur pecah yang tergeletak tak jauh dari teflon itu. Apa dia menghantamkan telur itu ke teflon dengan keras? Batin David.
David meraih teflon itu, dan menuangkan sedikit minyak. Dia menggorengkan telur untuk Davina yang tampak masih sibuk dengan rasa perih di tangannya sambil duduk di tempat makan.
"Maaf, merepotkanmu." Ucap Davina dengan nada lirihnya, membuat David tersenyum.
###
Wanita manja memang kelemahan pria.
Tapi, wanita dengan pikiran tenang lebih berbahaya.