Ini secuil cerita tentang kehidupan seorang laki-laki dengan seribu lukanya. Tenggara Abhisar, laki-laki yang sedang menginjak usia 23 tahun.
Kala itu, sunyi menghampiri, dengan bulan yang menerangi malam. Gara terbangun, sayup-sayup mendengar suara derap kaki dari arah ruang tamu. Tubuhnya ia bawa mendekati pintu kamar, sebelum tangannya memegang knop pintu, sudah lebih dulu seseorang mengetok pintu kamarnya.
Perlahan pintu terbuka, menampakkan sosok sang ayah dengan keringat di sekujur tubuhnya, dadanya naik turun, matanya kesana kemari seperti orang gelisah. Menimbulkan kebingungan bagi Gara.
"Gara, tolong bantu ayah."
Mendengar perkataan sang ayah membuat Gara mengernyit heran. Tangannya bergerak mengusap matanya, berharap jika di depannya ini adalah orang lain.
"Ayah dikejar oleh polisi, bantu ayah buat yakinin kalo ayah gak salah."
Nafas Gara tercekat, apa maksud perkataannya? Apa ia sudah melakukan kesalahan? Tapi apa? Kesalahan apa yang ia perbuat sampai harus memohon seperti ini? Lagi-lagi Gara dibuat bingung.
Tidak lama setelah itu, segerombolan polisi masuk dengan pistol yang sudah mengacung, menepatkan posisinya tepat di depan sang ayah. Kenapa ayah nya? Kenapa ada polisi? Pikiran Gara mulai kemana-mana.
Kericuhan ini membuat wanita paruh baya dan seorang gadis kecil keluar dari kamar. Wanita yang diyakini istri dari tersangka, terkejut melihat suaminya yang hanya pasrah dengan kedua tangan sudah di borgol.
"Ada apa ini? Kenapa suami saya di borgol?"
"Pak Heru ditangkap atas dasar penggelapan dana, dan juga pengedar narkoba golongan sabu dan ganja."
Gara terkejut, lidahnya kelu hanya untuk sekedar berucap. Gara mencoba menenangkan sang ibu yang mulai berontak untuk minta dilepaskan sang ayah.
"Pak Heru akan kami bawa untuk segera di proses, anda bisa ke kantor jika butuh penjelasan lengkapnya."
Polisi yang berjumlah tiga orang tersebut keluar meninggalkan Gara, Anita dan gadis kecil tersebut.
Anita terduduk lemah, menangis, dan juga terkejut. Sama halnya dengan Gara yang tidak tau apa-apa. Direngkuhnya tubuh sang ibu, tangannya bergerak mengusap punggung yang bergetar itu. Matanya kini menatap sang adik yang hanya diam dengan derai air mata di pipinya, Gara peluk juga tubuh kecil itu. Membiarkan tubuh besarnya menjadi penopang untuk dua wanita kesayangannya.
Malam itu menjadi awal dari perubahan dari cerita Tenggara.
✧✧✧
Berita sang ayah yang ditangkap atas dasar penggelapan dana dan juga pengedar narkoba membuat saham perusahaannya menurun drastis, para direktur bahkan CEO yang bekerja sama langsung memutus kerjasama antar perusahaan. Karyawan-karyawan mengundurkan diri, termasuk sekertaris pribadi sang ayah.
Televisi juga menyiarkan jika Heru Widanto dinyatakan gulung tikar. Company ternama yang selalu berada diatas, sudah surut beserta dengan pemiliknya.
Gara diam menatap dengan seksama benda kotak berwarna hitam dihadapannya tersebut. Tangannya bergerak mencari remote dan mematikan televisi itu, cukup muak dengan skenario yang dibuat oleh ayahnya. Gara tidak tau harus bereaksi apa, apa ia harus senang? atau sedih?
Gara menghela nafas, ia berdiri lalu pindah di sofa. Ia sandarkan punggungnya dengan mata yang terpejam. Sekarang ia harus bagaimana?
Manik matanya kini berpindah menatap sang ibu yang terbaring lemah di atas kasur yang disampingnya bertuliskan RUMAH SAKIT AIRAN RAYA. Sejak semalam, Anita mengeluh sakit di bagian kepalanya, ditambah lagi darah mengalir keluar dari hidungnya. Gara yang kepalang panik langsung membawa Anita menuju rumah sakit.