11 | Diam Dipendam, Bebas Terlepas

134 28 16
                                    

Aku mirip maling di depan pagar rumah sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mirip maling di depan pagar rumah sendiri.

Berdiri mematung, memicingkan mata ke celah-celah pagar, dan berusaha mengintip ke dalam. Anehnya, tidak terdengar sedikit pun suara dari dalam. Suasananya terlalu sepi untuk dikatakan ada tamu. Tidak ada motor ataupun mobil. Yang datang ke sini berarti memang tidak banyak.

Ragu-ragu aku menoleh ke belakang, ke Kelvin yang duduk manis di motornya.

Barangkali karena wajahku agak nelangsa, Kelvin langsung menarik sudut bibir dan mengeluarkan bunyi "heh" yang mengejek.

"Kenapa enggak masuk? Tadi katanya mau buru-buru pulang."

Hm, mulutnya minta dicapit.

"Kamu sendiri kenapa masih di sini? Balik sana. Rumahmu di seberang."

"Enggak, ah. Kamu aja belum masuk."

Aku melengos.

Jawaban Kelvin mengingatkanku pada komik romantis yang Olin tunjukkan di perpustakaan, sehari sebelum aku tumbang karena keram perut menstruasi.

Salah satu adegan favorit Olin adalah ketika si cowok mengantar si cewek pulang, lalu tetap menunggu sampai si cewek benar-benar masuk ke rumah. Klise, memang. Namun, aku melihat sendiri Olin melompat-lompat sambil menahan jeritan hanya karena adegan tersebut.

Kalau dia ada di sini sekarang, mungkin dia bakal pingsan.

Sekali lagi, aku mengintip ke balik pagar. Sandal dan sepatu itu pasti milik tamu-tamu Mama.

"Pin."

"Hm."

"Aku boleh ke rumahmu dulu, enggak?"

"Hah? Enggak."

Aku ternganga. Dengan cepat berbalik hanya untuk memelototi anak-bontot-tak-jadi Tante Indri.

"Kenapa?" Aku berusaha untuk tetap santai, tetapi sepertinya intonasiku jelas-jelas terdengar kesal. "Rumah lagi kosong? Tante Indri lagi enggak enak badan? Kahla masih enggak suka sama aku? Atau malah ada orang lain di rumahmu? Oh! Cewek, ya?! IH, KELVIN PUNYA PA—"

"Enggak!" Kelvin melotot dan, bukannya takut, aku malah ngakak.

Begitu tawaku surut, barulah aku sadar kalau sejak tadi tatapan Kelvin tidak ke mana-mana. Lurus ke arahku, agak melamun, lalu tiba-tiba dia kaget sendiri dan mengalihkan pandangan.

Nah, ini dia, nih.

Sejak Mbak Lila kembali ke kosan awal Agustus lalu, aku merasa bahwa kelakuan Kelvin terkadang agak ... aneh.

Misalnya, saat aku mampir untuk memberi barang titipan atau sekadar lewat di depan pagar, Kelvin memperlakukanku seperti orang yang harus dihindari. Masih sopan, hampir seperti biasa, tetapi jelas sekali terasa ada jaraknya. Seolah-olah ada dinding tak kasat mata yang berdiri kokoh di antara kami.

Fotocintasis #2: 17 Tahun [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang