02. Naren dan kisahnya

303 33 1
                                    

Cowok bertubuh kurus dengan rambut hitam legamnya itu kini tengah bergelut dengan banyaknya soal latihan, kepalanya sudah mulai memanas, bahkan sepertinya sebentar lagi asap akan keluar dan mengepul diatas kepalanya.

Sesekali matanya berusaha mencuri pandang, menatap Jeffran yang berada dihadapannya dengan sedikit waswas, terhitung sudah dua jam Naren mengerjakan soal-soal yang dibuat oleh abang, dan selama itu juga abang hanya duduk diam memperhatikan.

Semua soal yang diberikan Jeffran bukanlah soal yang mudah, bahkan ini bukan soal anak kelas sebelas, abangnya itu memang sangat niat dalam membuat soal seperti ini.

"Ayo kerjain Na, kok malah bengong? Tinggal lima soal lagi selesai tuh." Ucap Jeffran, si sulung itu kini semakin mendekatkan dirinya, sesekali memperhatikan jawaban dari soal-soal yang telah dibuat olehnya.

Dihadapannya, Naren sang adik hanya mengangguk, pulpen hitam miliknya kembali mencoret-coret kertas putih itu.

"Iya, sebentar, Naren masih agak bingung sama soal ini." Balas Naren.

Jeffran hanya diam tidak menanggapi, lantas tangannya segera mengambil sebuah pulpen, dan menandai beberapa soal yang sudah Naren kerjakan.

Naren yang mengerti itu hanya dapat menghela nafas, jika abangnya sudah menandai beberapa nomor, itu artinya soal yang telah dikerjakannya salah, sialnya, dari lima belas soal yang baru Naren kerjakan delapan diantaranya salah, belum lagi masih tersisa lima soal yang sedang dikerjakannya.

"Ngerti kan maksudnya? Dua jam ngerjain, baru dapet lima belas, delapan yang salah, lu tuh suka merhatiin penjelasan guru lu nggak sih Na? Atau nggak penjelasan gua deh, padahal sebelum gua kasih lu soal gua juga ngejelasin lagi materinya."

Pertanyaan yang dilontarkan abang dibalas anggukkan kecil oleh Naren, tentu saja dia memperhatikan penjelasan guru setiap kali menyampaikan materi juga penjelasan dari abangnya, tapi tetap saja, materi yang dijelaskan hanya masuk ke otaknya pada hari itu, selepas pelajaran selesai semua melebur, hilang.

"Naren perhatiin bang, penjelasan abang juga, gak mungkin gak Naren perhatiin."

Jeffran menghela nafasnya, dengan cepat cowok itu kembali meraih pulpen yang berada disampingnya, menuliskan beberapa rumus dan langsung memberikannya pada Naren.

"Ini rumus yang bener, diinget, rumus buat nyari turunan."

Selepas memberikan kertasnya pada Naren, Jeffran segera bangkit, berjalan menuju kamarnya yang tepat berada dibelakang Naren.

"Capek gua ngajarin lu Na, kalau bukan karena permintaan ayah sama bunda gua nggak akan mau, cobalah Na lebih dipahamin lagi materinya, jangan bikin gua tambah repot." Ucap Jeffran sembari melangkah menuju kamarnya.

Dibawah sana Naren hanya diam, tidak merespon ucapan abangnya sama sekali, cowok itu sudah terlampau biasa mendengar ucapan Jeffran yang seperti itu.

Lagipula, memang Naren juga menginkan abangnya untuk mengajarinya? Tidak, jika boleh minta pada bunda dan ayah Naren juga akan meminta mereka untuk bisa mendaftarkannya di tempat les yang sama dengan kembarannya.

Tapi Naren bukanlah Hanan, yang permintaannya dapat dituruti semudah itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Sick Twins! || LHC NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang