[ 17 ] ARC 1 : TRANSMIGRASI

545 45 0
                                    

Dalam kehidupannya, Daisha tak merasakan ada sesuatu yang spesial. Semua yang berharga darinya direnggut begitu saja, tapi Daisha selalu berusaha tabah untuk tetap melanjutkan hidupnya.

Ketika Daisha melihat orang yang putus asa, gadis itu tak akan membiarkannya. Sebisa mungkin, Daisha ingin menjadi cahaya bagi orang itu. Karena Daisha tahu bagaimana rasanya putus asa, tetapi tidak ada seorang pun yang mengerti.

Itulah yang Daisha lakukan untuk Zion dan Kenan. Zion memang memiliki keluarga yang utuh, tetapi cowok itu kesepian sehingga menjadi sosok yang arogan dan sering merendahkan banyak orang. Kenan pun sama, ia kesepian hingga berubah menjadi seorang playboy yang senang memainkan hati perempuan.

Namun Daisha berhasil mengubah sikap dan kepribadian mereka, mengarahkan keduanya menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Daisha berhasil menjadikan dua cowok itu sebagai pelindung di sisinya.

Di dalam novel Deep Love, sudah sepatutnya seperti itu terjadi. Tapi, masih ada satu lagi seorang protagonis laki-laki yang belum dekat dengan Daisha.

Si cowok cuek dan dingin. Bodo amat terhadap siapa pun dan apa pun.

Leonel Arthur.

Sosok itu telah kembali ke sekolah setelah sekian lama tidak terlihat. Kembalinya ia dengan kedua kakinya yang berfungsi lagi mengundang grup lambe turah sekolah untuk terus menyebarkan gosip.

Meski kakinya sudah berfungsi, tapi Arthur tak ada niatan untuk bicara. Ia tetap memegang teguh prinsipnya untuk tidak pernah bicara lagi. Karena pikirnya, tidak ada gunanya bicara kalau tidak ada yang mendengarkannya.

"Aku bakal dengerin kamu ngomong, kok. Kalau yang lain ga bisa, biar aku aja yang jadi pendengar setia kamu."

Arthur berhenti melenggang.

Suara lembut seorang gadis dari belakangnya terdengar mengalun ke gendang telinga.

Tetapi, Arthur tak ada niatan berbalik badan sehingga gadis itulah yang maju mendekatinya.

"Ada aku, Arthur. Izinin aku jadi pendengar yang baik buat kamu. Selama ada aku, kata-kata kamu ga akan pernah terabaikan."

Arthur melihat kedua sudut bibir gadis itu melengkung, memberikan seulas senyum manis.

Hening.

Riak di mata Arthur tak berubah. Selalu terlihat dingin dan tak bergairah.

"Cewek ini? Bukannya dia yang dulu selalu dibully Gisel? Kenapa dia tiba-tiba ngomong kayak gitu? Ga jelas amat. Sok tau."

Demikianlah isi hati Arthur saat ini.

Malas berurusan dengan orang tak penting, Arthur meninggalkan gadis itu begitu saja. Terserah apa katanya, tetapi Arthur tetap tidak akan peduli.

Gadis itu-Daisha, membalikkan badan. Menatap kepergian Arthur dengan sorot sendu.

Pasti berat ketika tak ada seorangpun yang bisa menjadi pendengar setia.

Daisha tahu itu.

Makanya, Daisha janji, dia akan selalu berusaha membuat Arthur menjadi lebih baik dari pribadinya saat ini.

Lalu singkatnya, dengan segala usaha dan kelembutan hati Daisha, akhirnya gadis itu dapat meluluhkan hati Arthur si hati batu. Walau tak mudah, tapi setidaknya Daisha senang, karena satu lagi manusia yang berhasil ia selamatkan hatinya dari kehancuran.

Siang itu, pukul sembilan lewat lima belas, ketika Daisha yang merupakan sekretaris kelas sedang menulis di papan, pintu kelasnya terbuka dari luar tiba-tiba. Hal itu membuat perhatian satu kelas teralih, begitu pun dengan Daisha.

Ternyata itu Arthur.

Datang dengan mata berpendar teduh. Tak ada ekspresi dingin di wajahnya ketika memandang wajah manis Daisha.

Daisha hanya mematung, menunggu hingga Arthur tiba di hadapannya. Cowok itu diam cukup lama, tapi kemudian bibirnya bergumam samar-samar.

"Makasih ..., Daisha."

Adalah pertama kalinya Arthur berbicara setelah selama ini membisu dan mogok bicara. Semua orang terkejut, sementara Daisha speechless dengan hal itu sampai-sampai spidol di tangannya jatuh begitu saja.

"Kamu ... ngomong?" tanya Daisha tak cukup percaya.

Arthur mengangguk. Berkat kamu.

Madeline memang sekolah yang tak pernah habis dengan gosip. Setiap harinya ada saja yang dijadikan bahan gosip oleh para lambe turah sekolah. Gosip dan rumor di sana selalu hangat dan viral, membuat siapa pun yang mendengar awalannya saja sudah merasa penasaran.

Tak terkecuali berita gosip tentang Arthur. Tentang ia yang akhirnya mau bicara setelah sekian lama. Tetapi, tidak pada semua orang Arthur mau bicara. Hanya Daisha saja orang yang mau dia ajak bicara. Selain dari itu, Arthur tak mau memikirkannya.

"Kamu kenapa, sih, ngurusin cowok itu? Kan udah ada aku. Kamu ada niatan selingkuh?" Di kantin, Zion yang terbakar api cemburu akhirnya menegur Daisha.

Gadis itu menyungging senyum. "Mana mungkin aku punya niat kayak gitu? Kalau iya, berarti aku adalah cewek paling ga bersyukur tau."

Mendengar ucapan Daisha, Zion yang awalnya berpaling muka, perlahan menatap gadis itu.

"Kamu itu pelindung pertama aku, Zion. Kamu yang selalu jaga aku dari siapa pun yang berniat nyakitin aku. Jadi, mana mungkin aku tega selingkuh dari kamu?" imbuh Daisha.

Gadis itu berpangku tangan, menatap intens Zion. "Aku ngurus Kenan dan Arthur itu semata-mata karena pengen berteman aja sama mereka. Karena aku tau kok, gimana rasanya kesepian tanpa satu orang pun yang ngertiin aku. Jadi, aku ga suka dan ga mau ngeliat ada orang yang kayak gitu. Kamu paham, kan?"

Zion memanggut. Kalau memang hanya itu alasan Daisha, maka ia tidak akan mempermasalahkannya.

"Ya udah, makan lagi makanan kamu," kata Daisha sembari menyeruput jus miliknya.

Hari-hari berlalu, Daisha kian dekat dengan ketiga protagonis laki-laki. Bahkan mereka sering berebut untuk memperhatikan Daisha. Tetapi, di kala itu juga, apa yang ditunggu Daisha tidak pernah terjadi.

Sama halnya dengan gadis itu, Gisel pun semakin akrab dengan anak-anak Trevor. Mereka bahkan meratukan gadis itu karena dianggap sebagai pacar dari bos mereka, Reinald.

"Udah gue bilang, Felix, Gisel belum jadi pacar gue." Reja menepuk bahu Felix beberapa kali sambil melayangkan senyum ancaman.

Felix balas merangkul bahu cowok itu, lalu berkata, "Ga usah malu-malu, sih. Langsung tembak aja di depan kita semua. Ya ga, guys?"

"YOIII!!"

"Jangan, dong. Kalau ditembak, nanti anak orang metong."

Ketika di sekolah, Reja dan keempat temannya akan selalu menyempatkan waktu mengajak Gisel makan bersama di kantin. Helen dan Ziana juga sudah tidak terlalu illfeel dengan para berandalan itu. Justru ikut mendukung 'kapal' Gisel dan Reinald.

"Serius, Sel. Lo tuh cocok sama Reinald. Mending lo sama dia aja, lupain kembaran gue yang bodoh itu," ceplos Ziana menyarankan.

Helen setuju, menimpali, "Lagian, Zion udah ga terlalu populer akhir-akhir ini semenjak dia mulai pacaran sama si burik. Gue tau dari grup lambe turah."

"Apaan, sih, kalian? Heboh banget." Gisel mendengus, mencoba acuh tak acuh.

Pada saat itu, Reja datang menghampiri dan mengajak Gisel pergi bersamanya. Helen dan Ziana segera mendorong sahabatnya itu agar ikut saja dengan si berandalan.

"Bye-bye, Gisel!" Helen meneriaki, melambaikan tangan tinggi-tinggi pada Gisel.

Ziana cuma terkekeh geli, kemudian mengacungkan jempol saat Gisel masih menoleh ke belakang dengan tatapan sinis dan tajam.

"Mungkin sekarang waktunya," batin seseorang.

Tanpa Helen dan Ziana sadari, orang itu telah berdiri di belakang mereka.


❄️🩵❄️

TRANSMIGRASI MENJADI BADBOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang