"Kanaya," panggil Sena pelan dengan mata menatap lurus ke arah papan tulis.
"Apaan?" jawab gadis yang namanya terpanggil itu malas-malasan.
"Kenapa seorang mahasiswa bisa benci sama dosennya?"
"Dosennya killer kali, udahlah sering manggil mahasiswa buat ngerjain soal di papan tulis, sering ngasih banyak tugas, pelit nilai, kolot, mempersulit hidup mahasiswa!" Nay menjawab pelan, namun berapi-api sambil memelototi punggung dosen di depan kelas.
Kalau saja dia memiliki kekuatan super seperti karakter marvel, mungkin saat ini punggung Pak Bayu, dosen Kalkulus Peubah Banyak-nya, sudah gosong terbakar. Untungnya Tuhan menciptakan Kanaya sebagai manusia biasa, sehingga dia tidak bisa menyalahgunakan kekuatannya.
"Tapi harusnya ga sampai bikin dia ngerugiin diri sendiri kan?" tanya Sena entah pada siapa.
Gadis itu teringat kembali percakapannya dengan Sean kemarin. Ketika ia mengungkapkan keseriusannya untuk membantu cowok itu untuk lulus, dia malah tertawa dan mengatakan sesuatu yang membuat Sena tidak habis pikir.
"Aku ga mau lulus, dan gak akan pernah berusaha,"
"Alasannya?"
"Emmm... ga mau aja sih, hehehe."
Dangkal kalau memang hanya itu alasannya. Namun, entah mengapa ia sangsi kalau itu adalah alasan sebenarnya. Bisa-bisanya di saat ada orang yang berusaha mati-matian untuk bisa lulus, cowok itu tidak lulus hanya karena 'tidak ingin'.
"Kamu ada dendam pribadi ke Pak Arya atau gimana?"
"May... be?"
Jawaban itu terkesan main-main, tapi juga serius di waktu yang bersamaan. Selama ini Sena mengira Sean adalah seseorang yang blak-blakan. Kini ia menyadari kalau cowok itu juga bisa menjadi sangat misterius seperti itu.
"Maksudnya?" Nay mengerutkan alis, tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Sena.
"Gimana kalau ada mahasiswa yang saking bencinya ke dosennya, dia sampai ga pernah mau lulus di matkul yang diampu dosen itu?"
Kanaya berpikir keras, "bukannya kalau benci justru bakal menghindar? Ini kita lagi ngomongin siapa sih, aneh banget?"
Ia tidak mengerti. Kalau memang benci ya dihindari lah, dengan cara lulus meskipun dengan nilai pas-pasan. Bukannya dengan terus mengulang kelas malah akan semakin memperbesar frekuensi bertemu dosen yang sama? Ketimbang benci itu justru lebih tepat disebut... sayang?
"Bukan siapa-siapa," jawab Sena dengan cepat menutup obrolan kecil mereka.
Gadis itu merasa masalah ini masuk dalam ranah privasi Sean dan ia tidak punya hak menyebarkan masalah pribadi cowok itu. Bahkan meskipun pada Nay, Sena tetap tidak bisa memberitahunya.
"Ih, sok misterius deh," keluh Nay.
Semakin hari ia merasa ada banyak hal yang disembunyikan Sena darinya. Padahal, ia sendiri bisa menceritakan banyak hal padanya. Tidak bisa dibiarkan! Kali ini ia harus tahu permasalahannya.
"Naaaa, siapa? Gue penasar-"
"Kanaya!" Suara berat itu menginterupsi interogasi Nay pada Sena.
Gadis itu meluruskan pandangannya ke depan kelas dan menemukan Pak Bayu sedang menatapnya tajam. Gawat! Sepertinya tanpa sadar ia mengeraskan suaranya hingga ia kepergok tidak memperhatikan kelas.
"Iya, saya pak," jawabnya sambil tersenyum mesem, berharap dosennya berbaik hati dan tidak memberinya hukuman.
"Kamu cengar-cengir begitu, sepertinya sudah paham betul dengan materi ini ya. Kalau begitu silakan jawab soal di depan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Tell You The Reason: Why I Can Not Let You Go
FanfictionArsena dan Arseno sering dikira saudara kembar perihal nama yang hanya berbeda satu huruf. Tak hanya urutan absensi yang selalu berurutan, prestasi akademik pun selalu kejar-kejaran selama 15 tahun. Mereka itu dibilang rival bukan, dibilang teman pu...