Dasar Betina!

17 1 1
                                    

 Sena: Shared a location to you

Cowok itu berdiri di depan sebuah rumah bercat putih, mencocokkan nomor rumah itu dengan alamat yang diberikan padanya. Setelah yakin, ia mendekat ke pintu dan menekan bel, memberitahukan pemilik rumah bahwa ada tamu yang datang. 

Tak lama setelahnya, pintu putih di depannya terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang mengenakan daster dengan rambut digelung.

"Sinten nggih mas?*" tanya wanita itu dengan aksen Jawa kental.

[*Siapa ya mas?]

"Kulo Sean Bu, kanca kuliahe Sena. Senanipun enten Bu?*"

[*Saya Sean Bu, teman kuliahnya Sena. Senanya ada Bu?]

"Sekedap nggih*," katanya sambil menutup pintu tanpa tanpa menjawab pertanyaan Sean maupun mempersilahkannya masuk.

[*Sebentar ya]

Cowok itu dibuat terheran-heran. Apa wajahnya tampak seperti kriminal sampai ibu tadi meragukan kebenaran identitasnya? Perasaan sebelum ke sini ia sudah berdandan rapi, wangi pula. Tapi pertanyaan terbesarnya adalah, ini benar rumah Sena kan? 

Sean celingak-celinguk sendiri di teras itu. Sampai akhirnya seorang gadis yang dikenalnya kembali membukakan pintu tersebut, barulah ia yakin dirinya memang tidak salah alamat.

"Hampir aja aku pikir kamu ngasih alamat palsu Na," ujarnya dengan perasaan lega.

"Kalau palsu ga mungkin sedetail itu dong. Masuk Se,"

Cowok itu pun melangkahkan kaki ke dalam rumah Sena. Begitu masuk ia langsung dihadapkan dengan foto keluarga yang terpajang di tengah dinding ruangan. Satu informasi baru yang ia dapat tentang Sena, ternyata gadis itu bukanlah anak tunggal. Dia punya saudara laki-laki yang sangat mirip dengannya.

"Saudara kamu?" tanya Sean sambil melihat ke foto itu. Sena mengikuti arah pandangnya dan mengangguk.

"Adik, sekarang kelas 1 SMA."

Sean mengangguk-angguk mendengar informasi itu. Gadis itu mempersilakannya duduk di sofa, kemudian pamit untuk mengambil buku-buku materi. Cowok itu menunggu sambil menyandarkan punggungnya dan memperhatikan seisi ruangan.

Ruang tamu di rumah Sena cukup luas, berbentuk persegi dengan sofa panjang berbentuk L, meja kaca, dan satu pot tanaman di sisi kanan. Di sisi kiri ada lemari kaca besar yang di tengahnya terdapat TV, menghadap ke sofa. Tidak banyak dekorasi yang diletakkan di sana, mungkin karena pemiliknya ingin para tamu fokus ke deretan piala di dalam lemari kaca itu.

Sean tak bisa menahan rasa penasarannya dan berjalan mendekat. Piala berukuran paling besar bertuliskan nama Sena, penghargaan atas juara satu olimpiade matematika tingkat nasional 3 tahun lalu. Cowok itu tersenyum kecil saat menyadari bahwa di depan setiap piala itu dipajang satu foto yang menggambarkan suasana saat penyerahan piala.

Sederhana, namun hangat. Tampaknya, gadis itu dibesarkan dalam keluarga cemara bahagia.

Tak berselang lama, ia mendengar langkah kaki yang mendekat ke ruang tamu. ia pun menoleh dan melihat Sena dengan buku-buku tebal dan laptop di tangannya.

"Koleksi piala kamu banyak ju-" kalimatnya tidak jadi Sean selesaikan saat ia melihat ada orang lain yang menyusul di belakang gadis itu.

Ia tidak menyangka ada orang lain, karena seingatnya Sena tidak mengatakan kalau hari ini adalah kelas campuran? Sedangkan orang yang dimaksud hanya melambaikan tangannya sambil memasang senyuman lebar.

How To Tell You The Reason: Why I Can Not Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang