Sena menyangga kepala dengan tangan sambil memperhatikan seseorang di depannya serius. Ada satu lagi hal tentang cowok itu yang membuatnya bingung setengah mati.
Setelah kurang lebih dua minggu sejak ia menjadi tutor Sean, ia bisa mengatakan bahwa cowok itu tidaklah bodoh seperti dugaannya. Bahkan, dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata, terlihat dari betapa cepatnya dia memahami materi yang diajarkan Sena serta ketepatan jawabannya atas soal-soal yang diberikan.
"Gini kan?" orang yang dimaksud menggeser buku berisi jawabannya ke hadapan Sena.
Gadis itu hanya perlu melihat hasil akhirnya untuk mengatakan kalau cowok itu lagi-lagi menjawab dengan benar. Ia semakin bingung.
Sena mulai mempertanyakan eksistensinya sebagai tutor. Tidak mungkin kan Pak Arya tidak tahu tentang ini? Lalu mengapa dosennya itu menunjuknya untuk mengajari Sean di saat cowok itu terlihat tidak perlu bantuannya?
"Heem."
"Heem doang? Ga dicek dulu?"
"Kamu sendiri tahu kan jawaban kamu ini udah pasti benar?" tanya Sena sambil melirik ke jawaban Sean.
"Hehehe, boleh dong pujiannya dikit, sebagai apresiasi gitu?" pinta Sean disertai tatapan ala-ala anak anjing pada pemiliknya.
Gadis itu memutar mata, "Sean, kamu lebih dari mampu untuk lulus di matkul ini. You don't need me to teach you," ujarnya datar tanpa emosi.
Raut wajah cowok itu langsung menunjukkan ketidaksetujuan atas pernyataannya barusan.
"Tahu dari mana? I need you kok, buktinya dia nyuruh kamu jadi tutorku kan?"
"Dia?" tanya Sena.
"Pak Arya."
Sena menghela napas. Kalau ada hal yang perlu diajari dari Sean, itu pasti pelajaran tata krama. Bagaimana bisa ia menyebut seseorang yang lebih tua darinya dengan kata ganti kasual seperti itu?
"Pak Arya itu dosen kamu juga, bisa kan lebih sopan," ujarnya dengan intonasi menggurui.
Sayang sekali cowok itu tidak peduli. Tanpa perasaan ia mengatakan, "satu-satunya hal yang bisa aku apresiasi dari dia adalah keputusannya menjadikan kamu tutorku."
"Sekaligus keputusan yang ga make sense," timpal Sena tidak mau kalah.
Sean meminggirkan buku-buku di meja dan mencondongkan badannya ke depan, semakin mendekati gadis itu. Bisa ia lihat wajah ayu itu dihiasi ekspresi setengah kesal dan terkejut dengan tindakannya.
"Kenapa begitu?" tanya Sean.
"Ya ini, kamu jelas-jelas sudah paham materi ini Sean, dalam waktu singkat. Aku bahkan ga perlu usaha lebih untuk menjelaskannya ke kamu."
"Jadi aku pahamnya harus lama supaya kamu semangat ngajarinnya?"
"Bukan itu poinnya!"
Sena menghela napas lagi, jengah dengan sifat Sean yang keras kepala. Cowok itu selalu saja tidak mau kalah dan membalasnya dengan mengatakan sesuatu yang membuat kepalanya terasa nyut-nyutan.
"Jadi kamu serius ga mau lulus di mata kuliah ini?" tanya gadis itu menanyakan kesungguhan Sean terhadap pernyataannya waktu lalu.
"Yap," jawab cowok itu mantap.
Terus gunanya gue di sini apa ya? Sena memendam pertanyaan itu di dalam hati. Ia merasa ingin menangis saja, entah apa salahnya hingga harus terjebak di situasi membingungkan seperti ini.
"Masih ga mau bilang alasannya? Ini rahasia negara atau gimana sih? Emang kalau aku tahu bisa membahayakan nyawa?" gadis itu bertanya dengan nada kesal sekaligus lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Tell You The Reason: Why I Can Not Let You Go
FanfictionArsena dan Arseno sering dikira saudara kembar perihal nama yang hanya berbeda satu huruf. Tak hanya urutan absensi yang selalu berurutan, prestasi akademik pun selalu kejar-kejaran selama 15 tahun. Mereka itu dibilang rival bukan, dibilang teman pu...