Reja selalu penasaran dengan plot cerita yang sedang ia jalani saat ini. Sampai mana semuanya berkembang? Apakah dapat mengubah situasi di masa depan? Ataukah malah makin memperburuknya?
Reja harap, apa yang dia lakukan tidak sia-sia. Dia harap, masa depan dalam novel ini berubah menjadi lebih baik seperti yang ia inginkan.
Selama libur semester itu, Gisel selalu bergabung dengan Trevor. Menghabiskan waktu hanya untuk bersenang-senang dengan mereka semua. Seperti bermain kartu, catur, tebak-tebakan, taruhan, jalan-jalan ke pantai, touring, dan keseruan lainnya.
Tapi, sebanyak apa pun kegiatan yang mereka lakukan, Reja menyadari ada sesuatu yang aneh dari Gisel.
Awalnya ia senang karena misi pertamanya mendekati Gisel berjalan dengan lancar. Jadi, Reja tak perlu repot-repot melaksanakan misi kedua—yaitu menghancurkan hubungan protagonis wanita dan protagonis pria yang sudah seharusnya terjalin.
Aneh, karena di setiap Gisel selesai tersenyum setelah melakukan sesuatu, Reja dapat melihat sudut bibir yang awalnya terangkat, pada akhirnya melengkung ke bawah dengan samar. Sorot mata yang awalnya ceria berubah suram seketika.
Tanpa ada siapa pun yang menyadari.
Selain Reja.
"Ada masalah, ya?" Dia yang tak tahan, akhirnya bertanya.
Gisel tidak berniat menyahut. Energi keceriaannya yang dibuat-buat sudah habis.
"Kalo dipendem sendiri nyesek. Mending keluarin aja unek-uneknya mumpung lagi di pantai," bujuk Reja seraya menatap lekuk wajah Gisel dari samping. Gadis itu tercenung memandang kobaran api unggun.
Reja tahu ia tak akan mendapat jawaban dari sang empu. Jadi dia mengambil tangan Gisel untuk digenggam, lalu dibawanya menjauhi kehebohan Trevor.
"E-eh? Gue mau dibawa ke mana?! Jangan macem-macem! Atau gue bakal—"
Reja menyentil pelan telinga Gisel. Tersenyum hangat, ia berkata, "Pikiran lo emang sensitif mulu, ya. Tenang aja, gue bakal macem-macem ke lo kalo kita udah nikah."
"H-ha?" Gisel tercekat, tak dapat berkata-kata. Pipinya memerah sempurna, tapi tak terlihat karena cahaya rembulan yang remang.
"Sekarang jelasin ke gue, lo ada masalah apa, hm?" tanya Reja lagi. "Lo tau kan kalo lo sekarang ga sendirian lagi. Gue sama Trevor udah nganggep lo ratu. Lo bisa percaya sama kita, kita bakal selalu jagain lo."
Reja berpaling menatap rembulan. "Kalo emang lo ga mau cerita apa-apa, gue ga bakal maksa. Lo bisa kok luapin perasaan lo kalo udah ga tahan. Karena emang lo orang yang kayak gitu kan? Yang suka ngelampiasin emosi."
Gisel terdiam.
"Sekarang lo bebas. Teriak aja kalo emang itu bisa bikin emosi lo meluap," tukas Reja.
Gisel tidak tahu kenapa Reja bisa berkata seperti itu? Padahal dia tidak pernah mengatakan isi hatinya pada siapa pun.
Memang, saat ini Gisel sangatlah kesal. Di hadapan anak-anak Trevor, ia hanya berpura-pura ceria saja.
"Tunggu apa lagi? Cepet teriak, biar lo puas."
Gisel tak akan menolak. Berteriak memang bisa meredakan emosinya. Maka, dengan sekuat tenaga gadis itu menjerit ke arah laut lepas yang gelap. Bahkan sampai mengagetkan bocah-bocah Trevor yang sedang asik barbeque-an.
Setelah teriakan Gisel, suasana menjadi senyap.
Gadis itu berdiri dengan kepala tertunduk dalam. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuh. Lantas berbalik, ia kembali duduk di pasir dekat dengan Reinald.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI MENJADI BADBOY
Random"Ga ada cowok yang sempurna di dunia ini. Makanya gue menciptakan Reja Syaputra dalam wujud manusia fiksi." - Azura Hayakawa - *** Reja Syaputra memiliki kepribadian yang baik hati, ramah, dan humble. Karena itulah, dia bisa dengan mudah mendapat pe...