Bagian 52

6.3K 720 24
                                    

"Apa itu enak?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Dirga membuat Farel berhenti memakan bakso sapi yang tersisa setengah di tangannya. Setelah mengunyah dan menelan makanannya, dia menjawab, "Iya. Makannya enak sekali. Aku sangat suka sosis dan baksonya. Apalagi ditambah dilumuri bumbu semakin membuat makannya tambah nikmat!"

Sekilas ujung bibir Dirga bergerak ke atas mendengar itu. Dia merasa lega Farel bersikap seperti awal lagi. 

Tadinya beberapa waktu lalu Farel tampak cemberut. Tapi sekarang dia sudah seperti biasa lagi. Mungkin karena dia sudah tidak sabar ingin makan.

Dirga berdiri dari kursi dan bergerak mendekati kotak plastik. Dia membuka kotak plastik lain dan membawa minuman untuk mereka berdua.

Klik.

Suara kaleng coca cola yang dibuka terdengar. Lalu ada suara desisan soda menyusul. Dirga menyodorkan kaleng minuman ke Farel, "Minumlah dengan pelan."

Farel membuang tusukan bambu bekas ke tempat sampah yang tidak jauh dari mereka dan segera mengambil uluran Dirga, "Terima kasih," ucapnya. Lalu meminum dengan pelan. Minuman soda yang sedikit menyengat di awal tenggorokan malah membuat dia semakin segar.

"Kamu tidak makan lagi?"

"Tidak, aku sudah kenyang."

Farel juga sama, ia sudah makan banyak dan cukup membuat perutnya terasa begah. Kalau saja Dirga tidak memberinya minuman, mungkin saja dia akan terus memakan sosis dan bakso yang masih tersisa.

Farel merogoh saku miliknya dan mendapati kalau ponsel miliknya masih tidak dikembalikan orang tuanya. Padahal mereka berdua sudah melihat kalau Dirga dan Farel berteman dengan akrab, tapi mereka masih tidak ingin mengembalikan ponsel dan laptop Farel sebelum Farel mengalahkan Dirga di ujian berikutnya. Bukankah itu agak terlalu berlebihan?

Tapi, ya sudah. Sedari awal barang itu memang bukan miliknya.

"Ada apa Farel? Kamu mencari sesuatu?"

"Aku meninggalkan ponsel milikku dirumah. Aku ingin mengecek jam berapa sekarang."

"Tunggu sebentar," kata Dirga lalu mengambil ponsel miliknya dari dalam saku celana. Dia menghidupkan ponsel dan melihat jam yang tertera di sana dan menunjukkannya kepada Farel, "Sekarang masih jam 11 malam lebih," 

Dia kembali menarik ponselnya dan bertanya, "Memangnya kenapa? Apa kamu ingin segera pulang."

"Tidak."

Lebih menyenangkan menghabiskan waktu diluar. Apalagi bersama dengan Dirga. Daripada harus di rumah yang suram itu.

"Oke. Karena kita sudah kenyang, bagaimana kalau kita bermain kembang api?"

Wajah Farel terlihat bersinar mendengar kata kembang api. Ia terlihat tertarik mendengarnya.

"Aku mau! Apa kamu membelinya?"

"Iya, tunggu sebentar," katanya lalu berdiri dan membuka kotak kardus. Dia mengambil sesuatu dari dalamnya.

Farel yang tidak sabar menunggu akhirnya mendekati Dirga dan berdiri di sampingnya.

"Ini bukan kembang api besar. Karena itu terlalu berbahaya untuk kita. Apalagi jika kita menyalakannya di sekolah. Ayahku melarangnya."

"Tidak masalah. Memangnya kembang api apa yang kamu beli?"

"Ini."

Katanya setelah membuka bungkusan kembang api. Dari bungkusnya terlihat kalau kembang api ini nampak seperti lilin yang cahayanya berkedip-kedip lalu akan mati setelah sumbunya habis. 

"Aku suka!"

Mereka berdua kemudian menyalakan kembang api menggunakan korek api. Farel pun mencoba menggerakkan tangannya lalu mulai berlari dengan pelan dengan kembang api di atasnya.

Dirga tidak mau kalah dan segera menyalakan kembang api di tangannya dan mengikuti Farel.

Mereka berdua berseru dan menggerakan kembang api ke atas kepala mereka. Ketika apinya mati, mereka menyalakan kembang api lain. 

Farel benar-benar menikmati waktu berharga ini. Dia tidak ingin segera pulang ke rumah.

Keasyikan mereka terhenti saat mereka melihat ada bercak cahaya dari atas langit. Saat kembang api di tangan mereka mati, mereka berjalan mendekat ke arah tepi gedung.

Di pemandangan malam, lampu rumah dan bangunan kota bercahaya. Di atas padatnya perkotaan ada semburat yang muncul lalu menyembur menampilkan kembang api besar yang tampak seperti komet yang melintas.

Tampaknya ini sudah berada ditengah malam.

Beberapa kali kembang api muncul di atas langit yang gelap. Menjadikannya bintang bercahaya untuk sementara waktu. 

Farel merasa kagum, dia seolah melihat banyaknya bintang yang pertama berasal dari lampu bangungan perkotaan dan yang kedua berasal dari kembang api yang menyala di atas langit.

"Indah sekali," katanya dengan tersenyum lebar. 

"Kamu benar, itu indah sekali," saat Farel mendengar itu dia menoleh dan mendapati Dirga tengah menatapnya sambil tersenyum dengan hangat dan ramah. Walaupun senyuman di wajahnya tidak terlalu terlihat akibat cahaya lampu yang berada di belakang mereka, itu tidak membuat senyuman tersebut kehilangan kemenawanannya.

Ini adalah pertama kalinya Farel melihat Dirga tersenyum seperti ini.

"Selamat tahun baru."

Dirga tertegun untuk sementara waktu dan dengan pelan mendekatkan wajahnya ke depan Farel. Sedangkan Farel agak terkejut melihat wajah Dirga mendekat, namun dirinya seolah kaku dan tidak bisa bergerak.

Jarak diantara mereka semakin tipis. Mungkin hanya butuh beberapa detik lagi hingga wajah mereka akan menyatu. Wajah Farel dengan pelan mulai memerah di temaramnya cahaya lampu. Jantungnya juga berdetak dengan cepat ditengah sunyinya lingkungan disekitar mereka berdua.

Krekk.

Suara dari belakang tubuh mereka yang berasal dari tikus yang melewati tumpukan kayu membuat mereka berdua segera sadar dan keduanya melebarkan matanya seolah kaget dengan tindakan masing-masing. Dengan segera mereka menjauhkan tubuh mereka dan saling menyembunyikan rona merah di kedua pipi masing-masing.

Kenapa dia malah diam tadi seolah menunggu?!

Kenapa dia bergerak maju ke depan wajahnya?! Apa yang akan dia lakukan sebenarnya?!

"Ehem."

Dirga berdehem mencoba menenangkan adrenalin jantungnya. Dia kemudian berjalan mendekati Farel dan berbicara, "Bagaimana kalau kita pulang sekarang?" Tanyanya dengan canggung sambil menggaruk bagian tengkuknya.

"Iya," jawab Farel mengangguk lalu menunduk. 

Setelah itu mereka malah diam dan membuat suasana canggung diantara mereka semakin pekat. 

"E-eh, bagaimana dengan barang-barang ini?" Kata Farel tergagap dan menunjuk barang-barang di depan mereka.

"Besok pagi, Pak Satpam akan membereskannya."

Farel mengangguk mengerti. Lalu mereka berdua buru-buru turun dari atas gedung ke bawah. Tidak ada dari mereka yang berani membuka suara. Seolah jika mereka bersuara, mereka tidak sengaja akan mengatakan sesuatu yang…

Di luar gedung, mereka masih berjalan berdampingan melewati taman sekolah.

Krekk.

Mereka berdua terdiam mendengar itu, lalu bersamaan berteriak, "Aaaa!"

Mereka berlari sekuat tenaga menuju gerbang sekolah dan tanpa sadar saling berpegangan tangan. Mereka tidak berani menengok ke belakang.

"Hahah… ahhh...haha"

Tiba di luar gerbang, mereka berdua tertawa sambil terengah-engah karena lari ketakutan. Mereka saling memandang wajah masing yang berkeringat dan tertawa. Lalu seolah ingat tangan mereka masih berpegangan. Mereka berhenti tertawa, dengan cepat melepaskannya dan berjalan menjauh.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang