Bagian 56

6.2K 649 6
                                    

Suasana di dalam kafe bernama Friendly cukup ramai. Kebanyakan dari pengujung kafe adalah para murid sekolah menengah yang berada di seberang kafe. Para murid mengunjungi kafe dan menghabiskan waktu disana untuk sekedar mengobrol bersama teman mereka menghabiskan waktu sebelum pulang ke rumah atau untuk mengerjakan tugas kelompok.

Di tengah pengunjung di kafe, di bagian pojok depan kanan ada dua orang yang tengah duduk berhadapan. Salah satu diantaranya kamu bisa melihat bahwa dia juga sama seperti para murid pengunjung lain berdasarkan seragam sekolah yang masih dia kenakan. Sedangkan yang lainnya sedikit berbeda dengan setelan kasual khas anak kuliahan.

"Kamu tahu, aku sangat terkejut ketika Ayahmu secara sepihak memutuskanku menjadi Guru Les-mu. Aku hendak bertanya kepadanya alasan mengapa ayahmu melakukan hal tersebut, namun dia memilih untuk tidak menjawab dan melarangku untuk bertanya ataupun datang ke rumahmu. Saat aku mencoba menghubungimu, ponselmu tidak aktif. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Rudi membuka pembicaraan lebih awal. Dia bertanya dengan nada khawatir dan bingung di waktu yang bersamaan.

Farel yang tadinya tengah memandang pesanan di atas meja di depannya--pesanan yang tadi mereka pesan sebelum duduk di salah satu kursi cafe yang kosong--ia mendongak dan menatap Rudi.

"Apa ayah memang memutuskan Kak Rudi untuk tidak menjadi Guru Les-ku lagi? Aku tidak tahu soal itu?"

"Apa? Benarkah kamu tidak tahu soal itu?"

Farel menjawab dengan mengangguk. Sepertinya mereka memang menyita semua fasilitas yang diterimanya, termasuk fasilitas mendapatkan pelajaran tambahan dirumah.

"Aku tahu mengapa mereka memutuskan Kak Rudi untuk tidak lagi menjadi guru les-ku," katanya dengan pelan.

Selama 20 menit kemudian, Farel menceritakan semua yang telah dialaminya selama dua minggu terakhir. Dari mulai dia mendapatkan peringkat ke sepuluh, mendapatkan hukuman dari orang tuanya akibat tidak bisa mengalahkan Dirga--namun dia tidak menceritakan bagian kedua orangtuanya yang memukulinya. Dia hanya bilang orang tuanya mengurungnya di tempat yang sempit dan tidak memberi makan. Farel sangat takut menceritakan bagian menyakitkan tersebut. Hingga akhirnya menyita seluruh fasilitas--minus yang tidak diceritakannya soal kedatangan Dirga yang merawatnya dan menghabiskan waktu malam tahun baru bersama.

Ekspresi Rudi dari awal yang terlihat kecewa, berubah menjadi terkejut sekaligus sedih dan akhirnya berubah menjadi terlihat marah dan kesal.

"Farel aku sangat minta maaf, aku tidak tahu kamu mengalami hal yang sangat menyakitkan sendirian. Aku seharusnya datang saja ke rumahmu walaupun orang tuamu melaranganya," nada bicaranya terdengar sedih dan menyesal.

"Kak Rudi tidak perlu meminta maaf, Kak Rudi tidak salah apapun. Itu semua salahku yang tidak bisa berada di peringkat pertama atau sekedar mempertahankan peringkat lamaku."

"Tidak, Farel. Jangan salahkan dirimu. Aku tahu kamu sudah banyak berjuang dan berusaha dari dulu. Itu salah mereka yang selalu menekanmu dan tidak puas dengan semua pencapaianmu."

Rudi benar, bahkan dia yang sudah berada di peringkat ke dua saja masih terus ditekan. Apa memang mungkin jika dia berada di peringkat pertama kedua orangtuanya tidak akan menekannya lagi?

Farel mulai ragu akan hal itu. Dia yakin bahkan setelah dia bisa berada di peringkat pertama, kedua orangtuanya tidak akan merasa puas dan selalu akan merasa kurang sebaik dan sebesar apapun pencapaian yang diterimanya.

 Kemungkinan pencapaiannya tidak akan pernah diapresiasi sama sekali.

Farel dengan berat hari menelan pil pahit yang diterimanya. Apa memang tidak ada hal lain yang bisa membuat orang tuanya sedikit saja peduli kepadanya? Dia hanyalah seorang remaja yang pindah ke tempat asing membutuhkan tempat perlindungan yang nyaman dan hangat. Apa hal tersebut terlalu berat di dapatkannya?

"Lalu apa mereka mencoba melukaimu? Apa ada luka yang kamu terima?"

"Tidak ada luka. Aku hanya sakit selama beberapa hari dan sudah sembuh serta tubuhku sudah kembali membaik seperti awal. Kak Rudi tidak perlu khawatir."

"Bagaimana aku tidak khawatir?! Mereka adalah kedua orang tuamu, tapi tega-teganya menyak--"

Farel segera bangkit dari kursinya dan menghentikan Rudi untuk melanjutkan kalimatnya. Mereka tengah berada di ruangan publik, tidak nyaman rasanya bagi  Farel kalau orang asing sampai tahu cerita tentang kepahatiannya.

"Kak Rudi jangan terlalu berbicara dengan keras."

"Aku minta maaf Farel. Aku benar-benar kesal dan ingin memukul mereka. Tapi karena aku tidak bisa aku ingin melampiaskannya dengan marah-marah. Lupakan itu, bagaimana kalau kamu melaporkan mereka ke pihak yang berwajib?"

"Aku tidak bisa melakukan itu," jawab Farel sambil menunduk dan mengaduk-aduk minuman kekinian miliknya di atas meja.

"Mengapa? Mereka semua sudah menyakitimu."

"Mereka berdua mengancamku. Jika aku sampai berani melaporkan mereka ke polisi atau ke badan perlindungan anak, mereka akan selamanya mengurungku di dalam ruangan sempit sambil menyakitiku--mungkin sampai aku mati?"

Rudi begitu tercengang mendengarnya, "Jangan katakan hal buruk seperti itu. Bagaimana kalau kamu tinggal bersamaku? Aku saat ini tinggal di sebuah kontrakan dekat kampus."

"Aku juga tidak bisa kabur di rumah. Apalagi sampai tinggal bersama Kak Rudi. Aku masih remaja di bawah umur, mungkin saja mereka nanti akan mencariku lewat polisi sambil mengatakan kalau aku sudah diculik Kak Rudi dan dimanipulasi. Aku tidak ingin semakin membuat semuanya runyam dan merepotkan Kak Rudi. Bila aku bisa melaporkan mereka pun, belum tentu laporan tersebut bisa ditindak lanjuti. Karena mereka bisa melakukan apapun dengan uang yang mereka miliki."

"Kamu benar. Tanpa ada persetujuan dari kedua orang tuamu, kamu tidak bisa pergi dan terkadang uang memang bisa jadi penghambat untuk suatu hal.  Omong-omong soal yang kamu katakan tadi, jangan katakan hal tersebut, kamu pantas untuk hidup dan kembali ke dunia asalmu."

Farel sedikit merasa lega setelah mencurahkan semua keluh kesah dan gundah gulana di dalam hatinya selama dua minggu terakhir. 

"Terima kasih Kak Rudi karena sudah mau mendengarkan ceritaku. Berbicara tentang dunia asalku, ada hal yang ingin aku tanyakan sejak lama."

"Apa itu?"

"Kak Rudi juga sama sepertiku yang bertransmigrasi ke dunia novel ini. Apalagi Kak Rudi sudah lama berada didunia novel ini. Aku yakin Kak Rudi tahu banyak hal tentang dunia novel dan cara agar aku bisa kembali ke dunia asalku. Kak Rudi tahu caranya, kan?"

Setelah mendengar kalimat terakhir Farel. Rudi terdiam untuk sementara waktu. Dia berusaha memilah kata dengan baik hingga akhirnya dia menjawab, "Sayangnya aku tidak tahu caranya."

Dengan perlahan rahang Farel jatuh, dan kedua matanya melebar mendengar fakta yang menyakitkan tersebut.

"Apa? Kak Rudi tidak tahu? Tapi bagaimana bisa?"

"Aku sangat menyesal Farel. Aku tidak tahu caranya. Kamu tahu, kalau aku sudah menemukan cara untuk kembali ke dunia asalku, aku tidak akan ada lagi di dunia novel ini melainkan sudah kembali ke tempatku berasal."

Itu benar sekali. Jika Rudi sudah tahu caranya, mengapa dia masih memilih untuk tetap berada di dunia novel? Tentu saja dia akan segera pulang setelah menemukan caranya.

Lalu, sekarang bagaimana?

Apa memang tidak ada harapan lagi baginya untuk pulang?

.
.
.
.
.
Harapan terkahir Farel sirna💔
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang