Bagian 68

4.8K 573 35
                                    

Motor putih Dirga akhirnya berhenti tepat di depan kontrakan Farel. Farel dengan canggung turun dari motor Dirga. Farel melihat di temaramnya lampu jalanan kalau wajah Dirga tampak sedih sekaligus sakit hati. Farel menunduk dan merasa bersalah.

Ini semua adalah salahnya. Seharusnya sedari awal dia memberitahu Dirga. Tapi, dia tidak pernah punya keberanian itu karena dia takut semakin mengkhawatirkan Dirga mengenai keadaanya.

"Masuklah. Hari semakin malam. Kamu perlu beristirahat."

Suara yang keluar dari mulut Dirga membuat Farel mendangah melihat Dirga. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi kembali di telannya saat Dirga berbicara lagi, "Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk  memberitahuku kalau kamu tidak bisa. Aku pergi dulu. Sabtu pagi besok, aku akan datang kesini lagi dan menjemputmu ke sekolah."

Farel mengangguk dan menjawab, "Baik. Hati-hatilah di jalan."

Dirga menjawab, "Iya," lalu mulai menghidupkan kembali motornya dan melaju pergi meninggalkan Farel sendirian.

Hahh..

Farel menghela nafas, sepanjang perjalanan tadi Farel merasa sesak sekali. Dari pertama Dirga datang ke depan kafe, Dirga tidak berbicara lagi hingga tadi. Suasana di depan kafe tadi benar-benar canggung baginya.

Farel tidak ingin memusingkan itu untuk saat ini. Biarkan besok dia berbicara kepada Dirga dan memberitahu semuanya.

Tapi, semenjak pagi harinya dari Dirga menjemput Farel sekolah hingga jam kedua pelajaran. Dirga tidak sekalipun berbicara. Saat Farel hendak membuka topik lebih awal, Dirga seperti tidak tertarik dan membuat Farel mengurungkan niatnya. Sepertinya Dirga marah kepadanya.

Tentu saja Dirga akan marah. Dirga adalah orang terdekat kepada Farel. Tapi Farel tidak ingin memberitahunya.

Namun, Farel tidak ingin menyerah. Dia akan berkata sejujurnya kepada Dirga. Jadi, sebelum Dirga pergi ke kantin, Farel lebih dulu memegang tangan Dirga dan membawanya menuju taman sekolah.

Saat ini mereka berdua tengah duduk berdampingan di kursi taman. Farel pun memulai pembicaraan lebih dulu, "Aku minta maaf karena tidak pernah memberitahumu."

Hanya ada keheningan setelah itu. Baik Dirga atau Farel tidak berbicara sama sekali. Hingga tiba saatnya Dirga membuka suara.

"Aku, aku…" Dirga berbalik dan menatap Farel. Farel pun menatap balik. "Aku hanya marah dan kecewa kepada diriku sendiri. Kenapa aku tidak bisa menjadi orang yang layak kamu percayai." Kalimatnya begitu sedu terdengar dan membuat dada Farel tidak nyaman.

"Malam kemarin, aku mendapatkan pesan dari Kak Yudha, yang bilang ada Bagas datang dan mengunjungi temannya. Kemarin aku pikir siapa itu. Lalu Kak Yudha mengirim gambar kamu tengah jadi pelayan di kafe miliknya. Saat itu, aku merasa sedih karena mengetahui tentangmu dari orang lain dan bukannya langsung darimu. Tampaknya aku tidak layak dianggap sebagai teman--"

"Tidak!" Farel berseru dan memegang kedua tangan Diega. "Jangan katakan itu. Kamu adalah teman terbaikku. Kamu adalah orang yang menganggapku ada dari awal dan selalu berada disisiku. Bagaimana mungkin kamu tidak layak? Justru aku sebaliknya. Aku tidak layak bersamamu. Aku…" Farel berhenti berbicara ketika kedua air matanya keluar dan mulai meluncur perlahan ke pipinya hingga ke dagu dan turun.

Dirga dengan lembut menghapus air mata Farel, "Aku hanya tidak ingin semakin membuatmu khawatir," kata Farel.

"Aku mengerti," jawab Dirga dengan suara pelan.

Setelah merasa air matanya mulai mengering Farel mulai menceritakan kejadian yang terjadi mulai dari dia pergi dari rumahnya dan meminta bantuan kepada Rudi serta tinggal di kontrakan Rudi. Lalu karena Farel butuh uang untuk biaya hidup. Dia memutuskan untuk mencari pekerjaan lewat Rudi. Rudi membantunya mendapatkan pekerjaan di tempat Yudha yang mana, dulu Dirga dan Bagas sering kesana sebelum mereka dalam hubungan yang memburuk.

[BL] ÉkstraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang