Berjam-jam diam di ruangan, sesekali ke toilet, memeriksa pesan, e-mail, ceklis to do list hari ini, hingga perempuan berambut coklat tua itu akhirnya bisa menggerakkan tubuhnya. Bunyi retakan tulang bersautan seolah memberi tanda bahwa tubuh yang mulai renta itu butuh segera diistirahatkan.
"Sudah mau pulang?" tanya Abin tiba-tiba dari balik pintu ruang kerja Ghina.
"Heh! Kok bisa masuk?"
Ghina panik. Jabatannya belum setinggi itu untuk membiarkan teman mainnya asal masuk ke kantor mereka.
Jelas Ghina segera menyeret tangan itu menuju lobi kecil di dekat resepsionis.
"Ngapain ke sini?"
"Katanya suruh jemput?"
"Ya kan bisa nunggu di bawah. Biasanya juga gitu."
"Aku udah habis dua gelas americano dan tiga roti manis, Ghin. Katamu sebentar lagi, sebentarmu itu ngikut waktu luar angkasa, bukan waktu Indonesia lagi."
Ghina memeriksa ponselnya. "Astaga! Jam 10 malam? Duh, tunggu sini, aku ambil tas terus pulang."
Secepat kilat Ghina kembali ke ruangannya, mengambil ransel berisi laptop dan tas jinjing di sebelahnya. Kemudian kembali ke posisi di mana Abin berada.
"Ayo!"
"Ke mana?"
"Pulang lah. Besok aku ada meeting pagi."
"Dimana?"
"Pink Hotel."
"Jam?"
"Jam delapan."
"Sampai?"
"Sampai? gatau jam berapa. Orang national meeting biasanya juga 3 hari."
"Rapat kerja?"
"Iya. Gitu lah. Buruan buka mobilnya ... Lama banget sih."
Abin melirik tajam. "Yang bikin lama itu anda!"
Ghina berdecak. Si gila kerja ini rupanya melewatkan banyak hal selama mengerjakan presentasinya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Abin tanpa perlu mengkonfirmasi apakah Ghina sudah makan atau belum karena jawabannya sudah pasti, belum.
"Ketoprak aja yang cepet. Bawa pulang tapi ya, makan di rumah."
"Jangan ketoprak. Kamu pasti belum makan dari siang, kan? Nanti asam lambungnya naik. Besok mau meeting. Hmm ... Soto ayam aja."
"Bubur ayam."
"Come on! Otakmu baru dikuras seharian, masa dikasih bubur ayam?"
"Sama-sama ayam apa bedanya sih?"
"Pokoknya soto ayam. Titik."
"Kalau dari awal udah tau mau makan soto ayam ngapain nanya, Abin?!"
"Memastikan apakah pilihanmu benar atau enggak. Ternyata enggak. Udah menyiksa diri masih aja nggak ngerti gimana caranya menghargai tubuh sendiri."
"Ngomong apa sih."
"Tapi ya, Ghin ... Menurutku waktu kerjamu itu kelewat gila. Ya, tau, kita bergerak di bidang yang berbeda. Yaa kurang lebih aku mengerti bisnis retail itu harus segercep apa, tapi ya nggak gini juga, Ghin."
"Gini gimana?"
"Kerja dari jam 8 ke jam 11 malam. Besok masih meeting. Kalo nggak sayang sama badan sendiri setidaknya sayanglah sama anak-anak."
"Maksudnya ngomong gitu apa ya? Aku kerja memangnya buat foya-foya? Beli barang branded buat kesenanganku sendiri gitu? Kepalaku lagi penuh, jangan mulai deh, Bin."
KAMU SEDANG MEMBACA
G H I N A 2.0
Romancewhen sunflower bloom ... Banyak hal yang hanya bisa selesai begitu dijalani tanpa ekspektasi. Tanpa perlu teori dan literatur apalagi berbasa basi. Terjal, mungkin. Tapi hidup memang bukan cuma soal prediksi dan ancang-ancang manusia semata. Di ata...