00

58 5 1
                                    

Aku terjangkit suatu penyakit mematikan, aku terduduk di dalam sebuah ruangan penuh dengan manusia, dari yang munafik sampai tulus (tapi diam-diam suka menusuk). Aku seperti sudah terbiasa dengan penyakitku, meski harus mengorbankan kesehatan waras 'ku.

Penyakit ini adalah "Terpaksa Anti-Sosial." Suatu penyakit dimana yang sakit adalah penyendiri yang terpaksa karna bermacam isu dalam masyarakat. Dia akan dicemooh berbagai macam rumor soal dirinya, dia bernafas pun akan diikuti komentar jahat, manusia-manusia lainnya tidak akan mengerti mengapa dia memilih untuk diam membisu di sudut tanpa sibuk beramah-tamah dengan mereka.

Aku memiliki penyakit ini sejak aku duduk di bangku sekolah dasar, tepatnya kelas 4. Aku dulu sesosok anak kecil; gendut, cepat marah, kelakuanku seperti laki-laki, suka menggerutu, dan tidak mau mengalah. Banyak faktor kenapa semua tidak mau berteman denganku. Tapi, itu terus berlanjut sampai aku kelas 6. Aku merasakan sedih yang teramat ketika teman-temanku mulai berani mempermalukanku di depan kelas, sarkasme dan tawa-tawa mengejek. Itu masih terbayang bahkan sampai sekarang, aku melihat lingkunganku begitu jahat, tiada gemerlap (jalan kabur) untuk 'ku gapai.

Guru-guru yang bermulut gawat juga sama saja. Aku jadi sering telat masuk sekolah ketika aku masuk kelas 5. Bayangkan anak berumur sekecil itu sudah takut ke sekolah, apa tidak darurat?

Melaporkan itu sebagai tindak bullying? Mereka sudah melihat semua dengan mata kepala mereka sendiri, buat apa aku cerita? Mau mancing supaya dikasihani? Kemudian dibantu? Lalu, semua akan menyalahkanmu, menatapmu dengan bengis, "kok kamu cerita ke guru? Padahal kita gak apa-apain kamu, lebay banget."

Oh, indah sekali. Seandainya semudah itu simpati bisa didapatkan dari manusia, dimana-mana mengecewakan, buat apa? Peduli s*tan!

Alasanku punya penyakit ini (bahkan sampai aku lulus SMK sekarang) juga banyak sekali. Aku melihat teman-temanku bermulut manis dengan perkumpulan terdekatnya, lalu saling membicarakan keburukan masing-masing ketika sedang bersama teman diluar perkumpulan itu.

Ada juga yang tidak suka dengan 1 orang, lalu mengajak yang lain untuk ikut membenci. Yang lain ini tidak punya pengalaman jelek sebenarnya dengan yang dibenci, tapi karena manusia suka menghina dan mencaci, jadi mereka percaya. 1 orang ini dijadikan public enemy, tiada jalan keluar, m*ti sudah.

Apa 'ku bilang? Peduli s*tan!

Lulus sekolah dasar, aku kemudian menemukan 1 orang aneh ketika masuk sekolah menengah pertama. Kelas 7 kita masih bersahabat, namun seorang anak bernama Ara kemudian menyebarkan rumor aneh soal aku. Terkejut, jujur saja, temanku percaya begitu saja dengan rumor itu. Bodoh sekali, kataku.

Rumornya begini: sewaktu SMP ini, aku bertemu pacar pertamaku, namanya Dafa. Karna itu pertama kalinya aku pacaran, jadi aku banyak menghabiskan waktu dengannya (ya, karena aku pertama kali punya lelaki dalam hidupku). Aku kerja kelompok juga di rumahnya, bisa jadi karena aku selalu satu kelompok dengan (mantan) pacarku ini, tiba-tiba ada rumor yang muncul. Memang SMP 'ku banyak rumor negatifnya, sih.

Dari aku yang selalu kerja kelompok ke rumah Dafa, jadilah rumor yang dibuat Ara. Teman pertamaku di SMP menjauh, semua orang juga.

Aku tidak berduka karena kehilangan dia, aku biasa saja, dia dengan 6 orang lainnya gencar membicarakanku. Aku berasa artis, setiap pergi ke kelas dengan wajah muram pun, mereka menatap dari kejauhan, 1 perkumpulan lainnya juga ikut-ikutan mencoba mempermalukanku, mereka; Intan, Yusi, Yanti dan Ayu.

Sayang sekali, mereka juga anak buangan sepertiku di kelas ini. Mereka mengutang nilai padaku, ketika kerja kelompok, hanya aku yang terus bekerja. Ketika pertama kali aku mencoba mempercayakan tugas kepada mereka, hasilnya tidak becus. Bertanya 1001 pertanyaan lewat Whatsapp, tapi akhirnya mereka malah copy-paste semua hal yang aku katakan kepada mereka lewat chat. Bodoh.

Aku tidak menghina, aku mengungkap fakta.

Sejak itu, aku terus mengerjakan tugas. Lapor guru? Sekali lagi, seperti tipikal-tipikal guru lainnya, mereka tidak peduli.

Guru konseling? Tidak berguna. Buat apa kuliah Psikologi S1, tapi akhirnya tidak berguna di tempatnya bekerja (sekolah)? Tidak tahu, mungkin mau gaji buta. Oh, atau mungkin mereka tidak diterima bekerja sebagai psikolog, jadi mereka belok menjadi guru konseling. Karena kesal akan kegagalan pribadi, mereka melampiaskan itu kepada murid-murid.

Aku terus menggerutu selama 2 tahun terakhir aku sekolah di SMP keramat itu, aku benci sekali masa-masa itu. Semua teman disekitarku merasakan masa cabe-cabean mereka, sedangkan aku tetap pada penyakit Terpaksa Anti-Sosial 'ku. Mereka sibuk merasakan gejolak hormon yang membuncah hebat—sampai ada kasus 2 murid mesum di toilet umum, tapi aku tetap menjadi penyendiri yang sangat diam, aku hanya bicara kalau diajak ngobrol saja, itupun jarang ada yang mau. Well, untuk menjadi cabul, aku tidak mau, sih.

Mungkin aku terlalu kaku, aku tidak mau menjadi cabe, aku tidak mau menjadi cabul, aku tidak mau kena kasus, aku tidak mau menjadi t*lol seperti murid lainnya disekitarku. Tapi, begitulah aku.

Aku adalah aku, dan aku adalah murid SMP paling membosankan yang terus mengikuti alur hidupnya dengan pasrah. Tiada keinginan mau menambah rasa pedas, manis, asam, berkuah atau goreng krispi.

Aku bukan rujak kuah pindang, aku bukan gulai kambing, aku bukan juga nasi goreng spesial pakai telur mata sapi, apalagi sate babi pakai sambel 2 sendok. Aku hanya seorang murid biasa-biasa saja, tidak lebih dan tidak kurang.

Dunia beruntung punya aku meskipun aku tidak memberikan apa-apa padanya. Sejatinya, bisa jadi aku adalah racun bagi dunia. Tapi, jauh dalam lubuk hatiku, aku ingin jadi orang baik. Dunia masih butuh orang baik, dan aku memberikan kontribusiku dalam bentuk itu.

Tapi, punya mimpi sebesar 'menjadi orang baik' itu banyak tantangannya...

Aku jatuh cinta pada sesama perempuan, dia racun sekali, mungkin antara sungai yang sudah dipenuhi limbah dengan got penuh kuman, dia adalah bakteri mematikan pencipta virus.

Oh, cobaan apalagi ini?

...

Racun DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang