02

21 3 2
                                    

Hatiku membuncah, aneh sekali menemukan diriku seperti ini. Anak perempuan tomboy itu datang kepadaku, menyapa seolah kawan lama, rumor tentangnya yang merupakan seorang lesbian sudah diketahui banyak orang di sekolah ini. Dia terang-terangan disosial medianya, memasang bendera pelangi dan post story dengan pacarnya (untuk sementara, i believe).

Bingung, darimana spesialnya perempuan di depanku ini? Daritadi dia sibuk dengan layar hp sejak tiba-tiba datang kepadaku, dan akting sok akrab. Aku takut rumor datang lagi menghampiri, aku paling anti, tidak ada yang lebih jahat daripada ditempeli setan-setan penggosip.

Aku melamun sambil makan, padahal sushi lokal buatan sekolah ini enak (lauknya ayam sisit, berasa makan lemper). Semenjak pertama aku lihat wajah Diana, segalanya jadi pahit.

Aku minggat dari kelas setelah makan, aku pergi ke belakang kelas, cari angin ceritanya. Aku merasa dibuntuti, aku jalan lebih cepat ke arah pojok, ku lirik ke belakang, bak ketemu setan, aku menbelalak mata. Diana disana berdiri masih sok sibuk bermain layar hp-nya, dia membuntuti seperti stalker, disomasi aja gak ya orang seperti ini?

Aku duduk, tiba-tiba pendiam sekali, tidak seperti hari-hari lainnya, aku bisa menatap langit yang biasanya biru, berubah jadi kelabu. Seolah mengerti pemuja-Nya ini, dia merubah settingan langit jadi sesuai mood 'ku. Kadang semesta memang bisa mengerti kita, memang penghuninya saja yang b*ngsat.

"Kamu kenapa sok akrab, sih?" Tanyaku, itu terbesit dalam kepala, kenapa tidak coba untuk dikatakan? Biasanya, akan jadi lega ketika bisa menyuarakan pertanyaan yang tertahan dalam pikiran.

"Aku gak kenal yang lain, memang gak boleh, ya?"

"Gak!"

"Kenapa?"

Aku cemberut, perempuan ini tidak tahu maksudku, ya? Aku sedang terganggu dengan eksistensinya, seharusnya dia sudah mengerti dari pertanyaan pertama yang aku layangkan padanya.

"Kamu suka sesama perempuan, kan?"

Dia berhenti menatap layar ponselnya, aku tahu, dia pasti ada rasa tersinggung.

"Ya, kenapa?"

"Aku takut kena rumor kalau terlalu dekat, kamu sudah punya pacar, kan?"

"Sudah, aku upload hampir setiap hari disosial media."

"Bagus, deh." Kataku.

Duh, kok sudah begitu saja?

Aku pasrah, peduli s*tan soal rumor. Tugas desainku belum selesai sejak kemarin, aku seperti tidak punya masa depan kalau menerka kembali apa saja yang aku lakukan semasa mudaku.

Aku seperti terjebak dalam lingkaran kemalasan yang amat hakiki, lingkaran tidak punya sudut, dia tidak akan berhenti atau tertabrak, dia akan terus berputar, entah berada dibagian atas atau bawah, sama saja. Aku berada dalam lingkaran. Jauh lebih sulit memecah teka-teki lingkaran, daripada mencari jalan keluar sebuah labirin. Kita terus berputar, seolah roda. Sayang, hidup kita rodanya tidak pernah bocor, apalagi kehabisan angin.

Kami berdua melamun, kemudian bel masuk kelas kembali berbunyi. Aku lihat dia malah dengan buru-buru pulang, mungkin dia diberi waktu untuk sekedar berkenalan semata hari ini.

-

Keesokannya, seolah iblis mengambil alih cerita takdir hidupku, memaksa malaikat untuk memberikannya alih sebentar saja (pinjam meminjam, seolah hidupku karangan Wattpad), ternyata rumah kami berdekatan, dan dia sudah berdiri di depan rumahku pagi-pagi sekali. Aku bahkan belum sarapan, aku baru saja selesai mandi, masih mengenakan handuk dari dada ke atas lutut. B*ngsat, kok bisa dia ada disini?

Ternyata ibuku berteman dengan mamanya Diana beberapa hari lalu, ketika mobil pengantar barang beberapa kali melewati rumah kami, ibu merasa penasaran, dan dengan buru-buru menelponku untuk turun dari kamarku (di lantai 2), lalu mengantarnya ke Holland Bakery (membeli kue). Ternyata, itulah kenapa dia kelihatan sumriah akhir-akhir ini.

Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga, hanya ayah yang bekerja, jadi dia seperti terkurung dalam rumah. Dengan kedatangan mamanya Diana dan berteman baik, apalagi sesama seorang ibu rumah tangga, mereka jadi lebih dekat (berbagi nasib yang sama).

Baguslah, tapi kenapa si b*ngsat ini ada di depan rumahku?

Aku buru-buru turun dengan seragam yang compang-camping, terkutuklah aku, padahal maunya tidak peduli. Mau dia tunggu di depan rumahku sampai tahun baru 2024 pun, aku tidak peduli. Tapi kok kasihan ya lihatnya?

Aku masih shock, dan sekarang dia ketawa-ketiwi melihat penampilanku, bahkan rambut pun masih basah.

"Buru-buru banget, sih? Aku gak kemana, kok."

"Diam, deh. Kenapa tiba-tiba jemput di depan rumah, sih? B*ngsat."

"Gak sopan mulutnya, ah. Ya, gapapa lah...bagus kalau sudah ada yang mau jemput kamu, gak bersyukur banget."

Aku membelalak mata, kantukku lansung hilang. Kalau pun iya ada yang rela menjemputku di depan rumah pagi-pagi buta, boleh pokoknya siapa saja yang penting bukan Diana. Tidak bisa dipercaya, anak s*alan ini benar-benar berkepala besar menganggap dirinya berjasa.

"Juli, kamu sudah punya pacar?"

Ah, pertanyaan b*ngsat darimana lagi ini?

Racun DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang