05

15 2 0
                                    

Kita akan terus merasa bodoh, jikalau harus tersesat, terjebak, linglung seakan kita orang ketiga dalam hubungan orang lain (dalam konteks kita tidak tahu menahu soal hubungan mereka yang sebenarnya bagaimana). Anggap saja aku kemarin bertapa dalam kamar mandi, seketika aku keluar dari pintu geser dan menguarkan harum wewangian sabunku, kepalaku kembali diisi oleh 1001 pemikiran masuk akal. Awalnya, rumahku adalah perahu kecil mengapung ditengah-tengah lautan, begitu aku mandi: perahuku seakan menemukan daratan dan aku turun, lansung meraba rumput liar, sayup-sayup angin daratan juga menyapaku dengan halus, di depan sana ada telaga, aku tengadahkan kedua tangan, meraup air dan meminumnya. Menyegarkan. Aku kembali ke dunia nyata.

Menyegarkan = aku tidak akan memikirkan perempuan bernama Diana itu lagi (semoga bisa mencapai tujuan ini).

Tapi, pagi-pagi ketika aku sudah siap dengan seragam dan turun ke bawah untuk sarapan, Diana terduduk di meja makan bersama dengan adikku. Sepertinya adikku tidak peduli, tapi asal dia tahu, kakaknya ini seolah ingin kabur mencari pintu Doraemon untuk teleport ke sekolah.

Apa daya aku hanya seorang manusia payah, nilai matematika tidak lebih dari 20. Ya, s*alan. Aku tidak hafal perkalian. Mau apa kalian?

Aku datang, duduk di samping adikku, berhadapan dengan Diana. Mood 'ku turun drastis, aku menemukan seolah diriku dijebak, seharusnya keluargaku jangan tinggal disini, kita pindah saja. Tidak apa, asal jangan dekat-dekat Diana. Aku tidak bisa membayangkan, hampir setiap hari akan bertemu dengan mahluk di depanku.

Oh, dia memasukkan tangan ke dalam saku rok, dia mengangkat ponselnya, ada yang menelpon. Diana pergi ke depan untuk menerimanya, sepertinya itu pacarnya. Kenapa harus jauh-jauh seolah itu rahasia dunia? Pasti pacarnya.

Akhirnya aku dan Diana pergi ke sekolah bersama, dia mengendarai motor, aku duduk di belakang sebagai penumpang. Aku membawa helmku, dia berwarna hitam glossy, ada telinga kucingnya juga. Aku malu, aku tidak begitu banyak keluar rumah, acara keluarga pun menggunakan mobil, dan sebab itu aku tidak mau minta ganti helm, aku harus tersiksa dengan malu bersama helm telinga kucing ini.

Beberapa kawan sekelas juga ada di parkiran pagi ini, ekspresi wajah mereka seolah bertanya, ada yang tidak peduli, dan ada yang lansung membisik. Bagaimana pun, perempuan yang menjadi pacar Diana itu lumayan dikenal karena cantik. Dengan kamk bersamaan datang ke sekolah, apalagi dengan satu motor yang sama, aku harus mengerti.

Pengalamanku hari ini mengalami perkembangan, dari datar dan super tidak menarik, menjadi aneh dan pembodohan. Aku lebih suka yang biasanya.

Hari ini olahraga, aku lupa membawa celana, Diana memberikanku celana olahraganya yang baru, dan dia menggunakan celana dari sekolah lamanya.

"Hei, nak. Kenapa kamu masih pakai celana sekolah lama mu? Ganti!"

"Maaf, pak. Celananya saya sudah kasih ke Juli, dia lupa bawa celana hari ini."

Semua saling melihat, aku diam di barisan belakang, kalian bisa lihat betapa payahnya aku, ini adalah pengalaman aneh lainnya dalam hidupku. Biasanya aku akan menyangkal, tapi ini tidak bisa, celanaku harusnya sudah agak memutih sedikit (karena aku bodoh mencuci pakaian), sedangkan celana ini betul-betul mengkilap, warnanya masih tebal, dan harum wewangian sabun laundry. Mana mungkin aku bisa mengelak, gocek-gocek, membuat prasangka lain, apalagi jumpshot ep ep api gratis untuk mengoceh musuh. Aku sudah headshot ditempat sejak awal baru login #Noob #Newbie #MaafBangAkuNewbie #GagalBooyah #NoChickenDinner.

Pokoknya, aku sangat tidak menikmati bagaimana alur hidupku dituliskan hari ini. Aku amat tidak bersyukur. Aku tidak bahagia #FakeSmile.

Oke, berhenti dengan penggunaan hastag yang berlebihan, karena hari ini, tepatnya di luar sekolah, jauh lebih gila dari yang baru saja aku alami di dalam sekolah. Pacar Diana mendatangiku dan mengomeliku, tepat di depan abang-abang penjual sate babi langgananku.

S*alan.

Ini sudah diluar batas.

"...emang kamu siapa, sih? Aku gak ngerti hubungan kalian sebenarnya kayak gimana.."

"Bisa diam, gak?"

Itu kalimat pertamaku sejak dari awal dia mengomel.

"Aku gak tahu seberapa banyak Diana cerita tentang aku ke kamu, sampai kamu harus repot datang kesini cuman buat ngomel-ngomel dan mencak-mencak sembarangan, padahal kamu juga gak tahu apa-apa soal aku. Aku gak peduli hubunganmu sama Diana kayak gimana..." Lanjutku.

Kemudian, aku melirik Diana yang hanya bisa diam membisu di belakang Amelia.

"...Pokoknya, aku gak suka Diana sama sekali, dia yang selalu tiba-tiba datang ke rumahku setiap ada kesempatan. Harusnya Diana yang tahu batasannya sendiri, dia kan pacarmu."

Sudah, dengan begitu, si abang-abang sate babi baru berani menyodorkan satu bungkusan plastik berwarna biru itu kepadaku. Rumah sudah begitu dekat, jadi aku mengambil helmku dan berjalan pulang.

Gila.

Sebegitunya dengan Diana yang bahkan tidak berani untuk mengatakan sepatah kata pun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Racun DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang