PROLOG

376 29 1
                                    

Happy reading ♡

"Heyy.. Jangan gitu, lah. Masa lo gamau kasih tumpangan sama kawan baik lo ini? Minimal kasih tumpangannya sampe warung Abah Yayan lah, Jen!" Pria bermarga Na itu terus saja mendesak teman satu kelasnya untuk meminta tumpangan.

"Ngga! Udah gue bilang kalo gue abis ini mau jemput pacar gue, juga! Minta aja sono sama kokoh-kokoh China! Atau ngga sama bule Canada!" Tolak nya.

Jaemin berdecih, "Ck! Lo tega sama gue, Jen!" Ucapnya dramatis.

"Udah, ah! Gue udah telat!" Sejurus kemudian, ia melajukan motornya keluar dari halaman sekolah.

"Tidakk.. Babang Jenjen..!!" Masih dengan dramatis nya Jaemin berteriak memanggil nama Jeno.

Haechan yang berada di samping Jaemin hanya bisa menggeleng heran, "Kalo ga salah, seharusnya gue yang biasanya dramatis. Tapi kenapa malah idola sekolah yang kayak gini?" Ucapnya membatin.

Ia menepuk bahu Jaemin, "Hahh.. Sungguh miris nasib mu, nak! Mari, om antar kamu pulang," Lantas Haechan menarik Jaemin. Bukan! Bukan tangan yang ia tarik, melainkan kerah bagian belakang Jaemin yang menjadi korban. "Sialan! Gue udah mirip anak kucing, njir!" Gerutunya atas perlakuan Haechan.

Haechan terkekeh, "Hh, daripada anak kucing, lo lebih mirip anak babi gak sih, Jaem?" Ucapnya yang tentu saja bercanda. Ia tentu saja mengakui wajah tampan Jaemin. Terbukti! Jaemin adalah idola sekolahan!

"Heuhhh.. Kalo gue anak babi, lo apa, Chan?! Bayi siluman?" Ledek Jaemin. Ayolah, candaan mereka sehari-hari memang seperti ini.

Haechan melirik sadis, "Diem, atau gue jual lo ke tante Amel?!" Ancaman Haechan mampu membuat Jaemin diam seribu bahasa. Sekedar informasi, tante Amel adalah janda ber anak 3 yang suka genit kepada pria-pria muda yang kebetulan lewat di depan rumahnya. Termasuk Haechan juga.

Tentang Haechan yang menarik baju Jaemin, ia sudah melepaskan pegangannya, kok.

"Yodah, sekarang kita mau ke mana?" Tanya Jaemin.

Haechan menyeritkan dahinya, bingung. "Gue mah mau pulang! Emang lo mau ke mana dulu?" Tanyanya balik. Seketika Jaemin berhenti melangkahkan kakinya dan memasang ekspresi sedih, "Lah, gue kira lo narik kerah baju gue niatnya mau nganterin gue balik, njir! Ternyata oh ternyata lo sama pengkhianat nya kayak Jeno, ya!" Jaemin menyilangkan kedua tanganya di depan dada. Haechan tertawa geli, "Kagak, anjirlah! Gue cuman bercanda doang!" Elaknya.

Jaemin menatapnya tak percaya, "Emang, ya! Dunia dan manusia memang gemar sekali bercanda!" Kemudian berlalu pergi meninggalkan Haechan.

Perkataan Jaemin membuat Haechan cengo di tempat. Ada apa dengan anak itu? Pikirnya.

Belum ada 1 menit Jaemin melenggang pergi, ia kemudian kembali ke hadapan Haechan. "Lo seriusan mau anterin gue pulang, 'kan?" Katanya.

🖤❤🖤

Awalnya Jaemin meminta Haechan untuk mengantarkannya sampai depan warung Abah Yayan saja, tapi baru saja mereka tiba di dekat warung tersebut, Jaemin mendapatkan pesan dari seseorang. Setelah ia membacanya, wajah Jaemin tidak terlihat bersahabat, dan ia berkata, "Chan! 3 hari ke depan, gue izin buat nginep di Apartemen lo dulu, ya?"

Jadi di sinilah mereka sekarang, di Apartemen kediaman seorang Lee Haechan.

Jeno juga sudah ada di sana, Haechan yang menghubunginya tadi. Tapi ternyata Jeno tidak datang sendiri, ia membawa temannya kemari. Katanya namanya Huang Renjun.

"Baguslah ada mereka bertiga di sini, gue jadi ngerasa punya keluarga." Ucap Haechan membatin.

Kenapa ia berkata demikian? Entahlah.

Renjun berdecak kagum, "Wah gila! Apartemen lo gede banget, dah? Emangnya lo ga kesepian di sini?"

Haechan terdiam.

Kemudian ia tersenyum, "Ngga, dong! Justru itu! Gue bisa hidup bebas kalo gue punya Apartemen sen-"

"Orang tua lo? Di mana mereka?" Itu Renjun yang bertanya.

Haechan kembali terdiam. Ia bungkam, bingung harus menjawab apa.

"Oh ya! Lo punya saudara juga, gak?"

Jeno dan Jaemin saling tatap. Mereka sebenarnya memang ingin tahu juga tentang kehidupan Haechan. Karena memang, Haechan sangat tertutup tentang kehidupannya. Tentang di mana orang tuanya? Apakah ia memiliki saudara atau tidak? Dan lain sebagainya. Mereka pernah menanyakan hal itu, tapi melihat bagaimana reaksi Haechan, mereka memilih mengganti topik pembicaraan saat itu juga.

Dan saat mereka mendengar pertanyaan Renjun,

Mereka khawatir.

Haechan saat ini sedang bergelut dengan pikirannya. Ia ingin cepat menjawab pertanyaan tadi, agar mereka tidak curiga kepadanya. Di sisi lain, ia bingung harus menjawa apa. Sungguh membuat sakit kepala!

"Eee.. Ortu guee.. M-mereka-"

"Mereka mungkin lagi pulang kampung, Njun! Iya 'kan, Chan?" Itu Jeno.

Haechan mengangguk ragu.

Dan Renjun mengangguk paham. "Kalo saudara? Lo punya, ga?" Lagi, pertanyaan itu ditunjukkan kepada Haechan. Sedangkan Jaemin, ia menatap Renjun 'gemas'! Kenapa Renjun sangat ingin tahu segalanya? Pikir Jaemin.

Baru saja Haechan akan membuka mulutnya untuk menjawab, seseorang terlebih dahulu menyela nya. "Njun! Please, ya! Lo tu bukan Reporter!" Dan untuk kedua kalinya, Jeno menjawab pertanyaan yang bukan ditunjukkan kepadanya.

Haechan tersenyum sendu sambil menekuk wajahnya ke bawah.

"Udah Jen, gapapa. Ga ada salahnya Renjun nanya kayak gitu sama gue." Haechan melerai keduanya dengan suara yang nyaris tak terdengar oleh mereka. "Lagian, kalian juga pengen tau, 'kan? Gapapa kok, karena kali ini gue udah berani cerita semuanya sama kalian." Haechan beralih menatap Jeno dan Jaemin bergantian. "Tapi, gue gatau mesti ngomong dari mana dulu, semuanya terlalu rumit buat kalian."

"Chan-" Ucapan Jaemin terpotong.

"Karena gue, udah bunuh mereka semua."


🖤❤🖤


Heii.. Hooo.. Terimakasih sudah membaca cerita ini, semoga kalian suka. See you next time! ♡


Haechan or HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang