Azana maupun Adryan saling tatap mendapati gerak-gerik Gisel yang berbeda dari biasanya. Mereka melihat sendiri anak gadisnya itu murung terus, memeluk bantal sofa, tanpa memedulikan sesuatu apapun di sekitarnya.
Bahkan ketika ada cecak jatuh nemplok ke dahinya, Gisel tidak menjerit kencang seperti biasa. Dia menggenggamnya, kemudian menghancurkannya dengan tangan kosong tanpa rasa jijik.
"Sayang, aku khawatir anak kita itu lagi kesurupan," ceplos Adryan yang tak tahan untuk tidak berkomentar.
Azana merenung, menyentuh dagunya dengan jempol dan telunjuk. "Apa perlu kita nyewa kapal pesiar, terus bawa dia liat pemandangan laut? Setelah itu, baru kita bawa dia temuin psikiater. Kalau nggak berhasil juga, kita bawa ke dukun."
Adryan menatap istrinya, berkedip pelan. "Kenapa ngga langsung tanyain dia aja? Kenapa harus nyewa kapal pesiar segala?"
Azana mengerling. "Ya udah, ayo tanyain."
Baru saja akan beranjak untuk menanyakan apa yang terjadi pada Gisel, sepasang suami-istri itu dialihkan oleh suara bel di pintu rumah mereka. Adryan yang membukakan, mendapati Reja berdiri di teras memunggunginya.
"Eh ... si Reinald. Kamu ke sini lagi, ya!" sambut Adryan heboh. Ia merangkul anak muda itu dan langsung diseretnya masuk.
Tak ada yang dilakukan Reja selain pasrah dan mencoba tabah.
Azana ikut tersenyum dengan kedatangan Reja. Mempersilakan cowok itu duduk di sofa yang dekat dengan Gisel. Tapi baru saja mereka menoleh ke arah sofa, Gisel sudah tak ada. Gadis itu melesat seperti angin, berlari ke dalam kamarnya. Lalu menutup pintunya hingga berdebam.
"Lah?" Reja mengerjap heran.
"Gisel kenapa, ya? Apa kalian lagi ada masalah?" Azana bertanya.
Reja menggeleng. Dia tidak tahu pasti apa yang terjadi pada Gisel.
"Dua hari yang lalu dia baik-baik aja kok, Tan. Tapi setelah itu dia ga pernah masuk sekolah lagi. Makanya dari kemaren-kemaren Rei ke sini terus. Mau mastiin keadaannya." Reja menjelaskan.
Sepasang suami-istri itu refleks saling tatap.
Akhir-akhir ini mereka juga jarang berada di rumah karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Makanya, tidak terlalu paham dengan perubahan sikap Gisel.
"Tapi ... Rei sering diusir juga sama dia pas ke sini nggak ada Om dan Tante. Jadinya, Rei kadang nungguin dia di luar," imbuh Reja.
Adryan berbinar terharu mendengarnya, spontan mengunyel-unyel pipi pemuda itu. "Wah, makasih, ya, Rei. Kamu emang calon mantu yang paling baik sedunia."
Azana menggeplak leher suaminya. Menyuruh pria itu berhenti bermain-main dengan Reja. Karena waktu makan malam hampir tiba, jadi Azana menyuruh Reja untuk sekalian makan di sana. Reja tak menolaknya.
Gisel enggan keluar untuk makan malam. Ia benci ada Reja.
Penyebab perubahan sikapnya ini sebenarnya adalah Reja. Kalau saja cowok itu tak menghajar Zion, pasti Zion tak akan membencinya sedalam ini. Pasti Zion tak akan mengatakan hal yang paling menyakitkan dalam hidup Gisel.
"Pergi, Sel. Mulai hari ini, gue ga akan pernah kenal sama lo lagi."
Dulunya, sebenci apa pun Zion pada Gisel, dia tidak akan pernah berkata demikian.
Kini Gisel sadar. Semakin ia dekat dengan Reinald maupun Trevor, semakin dirinya dibenci dan dianggap jahat oleh Zion. Semakin Gisel dekat dengan para berandalan, semakin jauh Gisel dari Zion.
Maka, untuk bisa bersama Zion lagi, Gisel harus menjauhi Reinald dan Trevor. Ia juga harus melenyapkan Daisha.
"Gisel? Kamu yakin ga mau makan? Ayamnya nanti dihabisin Papa, loh. Mana dia makannya rakus banget kayak nggak pernah makan setahun." Di luar kamar, Azana mengetuk pintu. Membujuk sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI MENJADI BADBOY
Random"Ga ada cowok yang sempurna di dunia ini. Makanya gue menciptakan Reja Syaputra dalam wujud manusia fiksi." - Azura Hayakawa - *** Reja Syaputra memiliki kepribadian yang baik hati, ramah, dan humble. Karena itulah, dia bisa dengan mudah mendapat pe...