My Medicine?

10 1 0
                                    

****

"I'm fine...."

Melisa terkekeh menjawab pertanyaan pada sepercik kertas yang masih setia Ia genggam. Pertanyaan konyol yang di jawab tak kalah konyol oleh Melisa. Sejak kapan dirinya baik-baik saja? Pikir Melisa.

Melisa termenung, merasa aneh pada dirinya. Mengapa Ia merasa sedikit hangat saat ada seseorang yang menanyakan keadaan nya? Sebelum nya Melisa tidak peduli, mau sesakit apapun, mau sehancur apapun, Melisa hanya punya diri nya sendiri. Melisa hanya punya raga yang selalu bersama nya, Melisa hanya akan memeluk diri nya sendiri.

Melisa tersenyum kecil, meletakkan sepercik kertas pada laci, beserta kertas yang Ia temui beberapa hari lalu. Entah, Melisa merasa aneh pada dirinya, tapi Melisa tetap melakukannya.

Melisa menatap dirinya di cermin, menyulam senyum, melebur kan yang pilu, Melisa lakukan demi menjadi aman untuk yang membutuhkan.

"Melisa, i know you can do it.. Maaf harus membawa tubuh mu yang rapuh untuk bertaruh."

Melisa berbicara pada dirinya sendiri di dalam cermin. Tersenyum hangat, tersenyum rapuh, sebuah senjata yang Melisa punya untuk menutupi rasa sakitnya.

"Melisa. Bertahan, ya.."

Pertahanan Melisa kala itu, runtuh. Matanya mengeluarkan beban untuk mewakili perasaan yang rapuh. Lama Melisa menatap diri nya di cermin dengan penuh seksama. Sudah merasa cukup dan sedikit tenang, Melisa merebahkan dirinya di atas ranjang, mematikan lampu. Matanya menatap kosong pada dinding dengan pencahayaan yang remang-remang. Perlahan, matanya terpejam. Melisa terlelap dalam tenggelam nya berisik isi kepala.

***

Pagi itu Melisa menatap pantulan dirinya di cermin, dengan seragam sekolah yang melekat pada dirinya, tas ransel warna mint di pundaknya, rambut yang ia biarkan terurai, dan polesan tipis pada permukaan wajahnya, bibir Melisa yang tampak pink alami hanya ia oleskan dengan lipblam.

Dengan tarikan nafas Melisa berkata pada dirinya sendiri, "You're enough, Melisa." Tersenyum lebar pada dirinya di cermin.

Melisa berbalik dan menuruni anak tangga satu persatu, sama-sama terdengar suara dari arah dapur, Bunda nya berbincang dengan siapa? Pikir Melisa.

"Lama banget ya dandannya Ibu Melisa." Putri berucap dengan nada kekehan sembari menikmati sarapan yang Bunda Melisa hidangkan.

Melisa memutar mata malas, ia mendudukkan dirinya di kursi dan mulai mengambil sarapan nya.

"Lo dari kapan, Put?" Tanya Melisa sembari mengigit roti di tangannya.

"Dari Lo masih orok, Mel," Jawab Putri malas.

Melisa mengangkat bahu acuh, Bunda Melisa hanya terkekeh dengan jawaban Putri. Memang tak jarang Putri datang untuk menjemput Melisa sembari menumpang sarapan di rumah nya, Bunda Melisa tidak merasa keberatan dan justru merasa senang, memang Putri jarang sarapan di rumah, orang tua nya sibuk bekerja di luar kota. Pulang jika hanya ada keperluan saja. Di rumah nya ada ART, namun Putri enggan sarapan di meja makan yang luas namun hanya ada satu suara sendok dan terisi satu kursi dari banyaknya kuris di meja makan. Putri merasa sepi.

Setelah menyelesaikan sarapan, keduanya berpamitan kepada Bunda Melisa dan berangkat menggunakan sepeda motor dengan Putri yang membonceng Melisa.

Sesampainya di are parkir, Melisa dan Putri beriringan menuju kelas yang sama, XI IPA 1. Sepanjang koridor keduanya mengisi setiap langkah dengan percakapan yang tidak berfaedah, sebenarnya Putri yang memulai, Melisa hanya menanggapi seadanya, seperti, bagaimana lagu ajojing yang sedang viral dinyanyikan oleh Limbad, dan bagaimana rasanya jadi ikan teri, hingga cerita-cerita random Putri yang lelah menertawakan anak kecil jatuh ke got, setelahnya Putri harus berlari sekencang mungkin karena karma yang ia dapat berupa di kejar anjing tetangga nya.

After Meet You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang