1 - Awal.

50 2 0
                                    

Sebuah foto berbingkai menampilkan tiga pria dengan tegap menggunakan seragam militer terpampang gagahnya. Lelaki itu mengambil foto tersebut dan menatapnya sembari flashback mengingat kegiatan militernya dahulu. Tersenyum sejenak lalu ia letakkan kembali foto tersebut ke tempatnya. "Papa." Panggil seorang anak perempuan kecil yang berumur 9 tahun itu. "Serra ada butuh apa sayang?" Tanya lelaki tersebut sembari berjongkok menyamaratakan tingginya dengan Serra, anak semata wayangnya.

"Hari ini kita jadi main ke mall kan, Pa?" Tanya Serra dan lelaki tersebut tersenyum kecil dan mengangguk. Ia tidak pernah meng-enggak-kan permintaan anaknya ini, karena ia yang bisa membuat anaknya saat ini bahagia tanpa ada peran dari seorang Ibu yang telah meninggal dunia saat mengupayakan gadis kecil ini lahir ke dunia.

"Pergilah bersiap-siap. Nanti kita makan siang disana, sekalian main arkade ya. Mau?" Serra mengangguk antusias lalu bergegas mandi dan bersiap-siap. Lelaki tersebut tersenyum lalu duduk dan menuang segelas kopi yang telah ia seduh dari french press nya. Sebelum ia menenggak kopinya, ia hirup aroma kopi yang khas itu. Setelahnya barulah ia tenggak kopi tersebut.

Hangat, pahit namun nikmat ia rasakan saat kopi tersebut diminum. Lelaki tersebut menggeleng menikmati nikmatnya kopi ini. Sedang menikmati kopi, seorang tamu datang dan menggedor pintu dengan tak sabarannya. "Barys!" Panggil tamu dan lelaki yang bernama Barys itu berdiri, berjalan lalu membuka pintu. "Ada apa Emir? Mau lahiran? Sampai segitunya menggedor pintu." Ucap Barys lalu kembali duduk dan menikmati kopinya.

FYI, Emir adalah sahabat Barys yang jago banget di bidang teknologi informasi. Barys selalu mengandalkannya jikalau ia butuh sesuatu yang menjurus kesana.

Emir tersebut hanya berdiri dan menunggu Barys mempersilahkannya masuk. "Aku diluar aja nih?"

Barys hanya diam. "Kalau kau diluar aja, tidak akan aku buka kan pintu untukmu Emir."  Ucap Barys dan Emir pun berjalan masuk dan langsung menghidupkan televisi. Barys memukul tangan Emir karena tidak sopannya masuk-masuk langsung menghidupkan televisi. "Emir, katakan apa maksud kedatanganmu ini." Barys menenggak kopinya lagi. "Aku tidak punya banyak waktu weekend ini, mau pergi sama Serra sebentar lagi." Lanjutnya.

"Waduh, cantik bener itu wanita yang bernama Aldys." Ucap Emir sambil menunjuk seorang wanita, seorang artis dan model yang sedang diwawancarai. Barys pun melihat televisinya lalu hanya diam memerhatikannya. Bener kata Emir tapi ia tidak menganggapnya serius, karena biasalah namanya juga artis pasti cantik. Perawatan, olahraga, busananya pasti serba-serbi kelas atas.

"Aku cuma mau mampir, ke rumah kawanku yang di hutan banget ini." Barys tersenyum mendengarkannya. Benar kata Emir, rumahnya ini berada di tengah hutan karena emang ini pilihan Barys agar aman dan tenang untuk tempat tinggal.

"Nanti singgah ke markas?" Tanya Emir dan Barys menggeleng. "Enggak dulu. Mau quality time bareng Serra hari ini." Balas Barys. Markas yang dimaksud Emir adalah tempat kumpulnya Barys dengan para sahabat-sahabat luar biasanya. Tak lama Emir pun berpamitan dan pulang. Barys benar-benar menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya itu.

***

Serra yang baru selesai mandi datang menghampiri Barys. "Papa, boleh tolongin Serra ngeringin rambut?" Pinta Serra dan Barys mengangguk. "Sini sayang, Papa bantuin." Barys langsung mengambil hair dryer dan mengeringkan rambutnya dengan perlahan. Setelah kering Barys lalu menyisirnya dengan lembut dan tak lupa setelahnya Barys menguncir setengah rambut Serra. "Papa kuncir setengah rambut seperti biasa aja ya?" Serra mengangguk. Barys dengan telatennya menguncir rambut Serra.

Setelah selesai, Barys pun mengganti pakaiannya. Memutuskan untuk mengenakan kemeja polo maroon dipadukan dengan cream relaxed pants dan black loafers. Santai namun masih memberikan kesan formal. Merapikan rambutnya lalu ia keluar. "Ayo sayang, kita pergi." Serra mengangguk dan Barys mematikan seluruh arus listrik karena rumahnya ini benar-benar di hutan yang masih sedikit rentan terjadi korslet listrik dan tak lupa pula ia mengunci rumahnya.

Bring Me to LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang