"Barys Tashkin." Panggil seorang pria yang sedang duduk dihadapannya. "Silahkan duduk. Perkenalkan saya, Demir Arslan." Ucap pria tersebut dan Barys duduk lalu diam dan mengangguk sembari menerawang aura wajah dari Demir ini. Demir tersebut mengambil sebuah kertas lalu ia baca sejenak. "Seorang mantan tentara?" Tanyanya dan Barys mengangguk.
Demir berdiri lalu berjalan menuju sebuah jendela besar dengan posisi tangan ia masukkan ke dalam saku celana. "Saya mempertimbangkan Anda sebagai private bodyguard untuk istri saya, Aldys terlepas dari apa penyebab Anda keluar dari profesi Anda." Tukasnya dan Barys hanya mendengarkannya dengan saksama. "Di dunia ini banyak orang yang suka maupun yang tidak dengan kita, termasuk saya." Ucapnya lalu menghela nafasnya. "Mungkin hal ini yang akan menjadi tantangan bagi Anda, jika menerima pekerjaan ini." Lanjutnya.
"Kalau boleh saya tau, apa hal yang harus saya lakukan kalau saya menerima pekerjaan ini?" Tanya Barys dan Demir tertawa mendengarkannya. "Seorang mantan prajurit pasti tau hal apa yang dilakukan untuk keep it safe, Barys." Jawabnya lalu tersenyum. "Selalu bersama di setiap kegiatan Aldys di jam kerjanya." Lanjutnya.
Demir berjalan mendekati Barys. "Setiap pekerjaan ada konsekuensinya, Barys. Junjung profesionalisme dalam hal yang wajar. Mengerti?" Ucapnya dan Barys lagi-lagi hanya diam dan memerhatikan Demir.
"Bagaimana, bersedia?" Tanyanya dan Barys hanya diam sejenak. "Saya tidak bisa meninggalkan anak saya sendirian di rumah, Pak Demir." Ucapnya dan Demir langsung mengangguk mengerti. "Mudah. Anda bisa pindah kesini. Masih ada rumah kecil kosong yang kebetulan masih satu kavling dan udah nggak ada yang nempatin." Tawar Demir dan Barys pun mempertimbangkannya dengan benar. Boleh juga pikirnya, agar ia bisa sekaligus mengawasi Serra dan ia pun tidak terlambat untuk bekerja jika tiba-tiba Aldys membutuhkannya segera.
Barys berdiri lalu mengangguk dan menawarkan tangannya untuk berjabat tangan. "Terima kasih atas tawarannya, Pak Demir. Saya bersedia bekerja sama dengan Anda." Ucap Barys dengan tegas dan Demir pun tersenyum lalu menjabat tangan Barys. "Mulai besok Anda sudah bisa bekerja." Ucap Demir dan Barys mengangguk lalu berpamitan.
Barys keluar dari ruangan Demir dan berjalan keluar melalui jalan yang ia lalui ketika ia masuk kesini. Megah dan besar sekali rumah ini. Barys pun melihat sebuah foto keluarga antara Aldys dan Demir yang begitu besar terpampang di sebuah foto berbingkai. Such a lovely couple, batin Barys. Barys melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah, menyusun bajunya dan milik Serra untuk pindahan rumah mendadak ini.
***
Setelah penat menyusun segala baju, Barys pun akhirnya selesai dan waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Barys memilih untuk makan siang sejenak lalu bergegas ke markas, tempat berkumpulnya Barys dengan teman-teman luar biasanya.
Sesampainya disana, ia langsung disambut oleh salah satu temannya, Hakan. "Kapten? Tumben siang udah kesini? Ada perlu apa?" Tanyanya dan Barys tersenyum kecil. "Mana anak-anak? Bisa ngumpul?" Tanya Barys dan Hakan pun mengangguk lalu menuntun Barys menuju tempat dimana anak-anak yang lain sedang kumpul.
"Ah, kapten?!" Ucap mereka serempak. "Duduk, ada yang mau disampaikan." Ucap Barys dan anak-anak yang awalnya berdiri, duduk dan yang duduk membenarkan posisi duduknya.
Barys melihat satu-satu antar mereka. Barys melihat ke arah Mirza, sosok pria yang sangat garang karena perawakannya yang keras, berjenggot tebal, tubuhnya yang besar dan kekar serta paling andal dalam hal berkelahi.
Barys lalu melihat ke arah Emir, sosok pria yang andal di bidang IT, tubuhnya yang sedikit gemuk dan botak, namun ia paling andal dalam hal berpistol.
Barys lalu melihat ke Jihan, sosok wanita yang independent, jago berkelahi, jago masak, andal dalam lempar pisau dan merupakan mantan dokter militer. Siapa yang tidak jatuh hati padanya?
Barys lalu menoleh ke Hakan, sosok pria yang paling muda, paling produktif, mendalami hal berkuda dan memanah.
Mereka semua adalah mantan prajurit yang gugur namun masih bisa produktif di masa yang tersisa. Mereka bertemu dan bergabung bersama sebagai sebuah circle pertemanan saja. FYI, mereka memanggil Barys dengan panggilan kapten karena Barys adalah yang tertua dari mereka semua dan jam terbang Barys lebih lama dari mereka.
"Saya mulai sekarang bekerja dengan Demir Arslan." Ucap Barys dan mereka semua mengernyitkan alis matanya, kecuali Mirza. Dia diam saja pun sudah selalu mengernyit wajahnya.
"Kenapa dan sebagai apa kapten?" Tanya Hakan dan Barys tersenyum. "Butuh cuan saya." Ucapnya dan mereka berempat tertawa namun tertahan karena masih merasa ini adalah kondisi yang serius. "Saya kerja sebagai private bodyguard istrinya, Aldys Arslan."
"Seorang artis?" Tanya Jihan dan Barys mengangguk. "Mulai besok saya pindah ke rumah mereka. Awasi dan gali informasi sebanyak-banyaknya tentang mereka." Ucap Barys.
"Seperti kita tau, Demir seorang pengusaha. Tapi kita tidak tau selak-beluknya." Lanjut Barys.
"Serra bagaimana kapten?" Tanya Mirza sosok lelaki yang garang namun berhati lembut. Barys tersenyum. "Saya bawa dan tinggal disana." Jawab Barys.
"Tapi kapten, bukankah itu sebuah pengkhianatan? Kita bekerja namun kita mencari kesalahannya?" Tanya Emir dan Barys yang hendak berdiri mengurungkan niatnya lalu ia tersenyum. "Benar." Jawab Barys dan ia berdiri. "Lakukan apa yang saya suruh. Doakan semoga tidak terjadi apa-apa." Ucap Barys lalu ia berpamitan untuk pergi menjemput Serra pulang sekolah.
***
Barys membawakan segelas susu hangat untuk dirinya dan Serra yang sedang mengerjakan pekerjaan rumahnya. "Diminum ya sayang." Ucap Barys dan Serra tersenyum lalu mengangguk.
Serra mengerjakan tugasnya di ruang televisi sehingga Barys bisa sekalian mengawasi dan menonton televisi sambil menyeruput segelas susu hangatnya.
20 menit kemudian Serra berbalik arah ke Barys yang sedang duduk di sofa. "Papa udah selesai tugasnya. Tolong periksain, Pa?" Ucap Serra dan Barys pun mengambil buku tugas Serra dan mengeceknya. Serra pun memilih untuk duduk di samping ayahnya di sofa.
Barys tersenyum ke Serra dan memberikan buku tugasnya. "Udah bener semua, good job anak papa." Ucap Barys dan Serra tersenyum. "Masukin bukunya ya, jangan ketinggalan." Ucap Barys dan Serra lalu mengangguk dan hendak berdiri namun Barys memanggilnya. "Serra, sebentar Papa mau bicara."
Serra yang hendak berdiri mengurungkan nitnya untuk duduk kembali. "Ada apa, Papa?" Tanya Serra.
"Papa kerja di tempat baru dan mengharuskan untuk pindah rumah. Serra nanti ikut Papa pindah ya, Nak." Ucap Barys dan Serra hanya menatap wajah ayahnya. "Kapan kita pindahnya, Pa?" Barys tersenyum lalu mengelus rambut Serra. "Besok pagi, sebelum Serra sekolah kita ke rumah Pak Demir." Jawabnya.
Serra mengangguk-angguk. "Papa kerja apa?"
"Serra ingat artis yang hampir ditikam pisau? Yang di mall?" Serra mengangguk. "Papa kerja dengan Tante Aldys, jadi bodyguardnya." Serra membulatkan matanya sedikit shock. "Papa kerja sama Tante Aldys yang artis dan model itu?!" Barys tertawa dan mengangguk.
"Wah keren kali, Papa. Nanti Serra sering lihat Tante Aldys dong, Pa?" Barys mengangguk antusias. "Setiap saat pasti Serra bisa lihat."
"Tapi jangan bilang temen-temen Serra ya, bisa-bisa pada minta tanda tangan Tante Aldys lagi." Serra tertawa dan menggeleng. "Enggak Papa." Ucap Serra.
"Serra mau pindahkan sementara ke rumah Pak Demir?" Serra mengangguk. "Kemana Papa pergi, Serra ikut." Barys berkaca-kaca matanya mendengar ucapan Serra. Barys tersenyum lalu memeluk Serra sejenak.
"Sekarang Serra istirahat, biar besok pagi kita pergi. Ok?" Serra mengangguk lalu berdiri dan berjalan menuju kamarnya. "Jangan lupa tugasnya dimasukin ya, Nak." Ucap Barys.
***
Jangan lupa untuk vomment yaa wee!
✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Me to Life
RomanceSeorang ayah yang merangkap peran menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah untuk seorang buah hatinya, Serra. Single parent dan seorang mantan prajurit negara karena cedera menjadi tantangan bagi Barys. Mengandalkan hidup dengan gaji pensiun dini...