WISHES, Better With You.

26 1 34
                                    

Makan Malam itu masih berlanjut, dengan canda tawa setiap orang disana. Sampai Jion menyadari bahwa restoran sudah lengang, sebab waktu makan malam sudah terlewat beberapa menit lalu.

"Kak Nando, ke Rooftop, yuk." Jion mengutarakan keinginannya kepada Nando, langsung membuat yang lain menoleh ke arah mereka berdua.

"Ada apaan, di rooftop, Ji?"

"Eh, boleh tuh, sayang. Google review applewood ini emang katanya rooftop barnya bagus!" Gwen menyahut antusias, sambil menarik lengan Jion. "Ayo, Ji! Kita duluan!

"Gwen! Jangan bablas!" Grace agak berteriak, karena sahabatnya itu sudah berjalan jauh di depan.

Perempuan itu sedikit berdecak decak, kesal. "Ndo, Istri lo, tuh. Pasti mau minum!"

"Tenang, ada gue yang jagain dia, Grace." Nando menepuk bahu Grace, berlari cepat mensejajarkan langkah dengan kekasihnya.

Sesampainya di atap, mereka semua duduk mengelilingi meja yang menyajikan langsung pemandangan langit malam jakarta. Semua mata terpukau, benar benar indah.

"Wow, such a breathtaking view, here."
Grace menggumam, takjub.

"Hm. Pemandangan disini cantik, banget. feel much better?" Hansel menyahut, menoleh ke arah wanita itu.

Grace terdiam sejenak. Ia memutar tubuh menghadap Hansel, sikunya bersandar pada railing balkon pembatas.

"Jauh lebih baik. Makasih banyak, ya." perempuan itu mengangguk, "Oh. ya. Nih, saputangan lo gue kembaliin."

Hansel menggeleng pelan, membuat gestur menolak dengan tangannya. "Simpen aja. Biar lo selalu inget kalimat di situ."

"Emang kenapa?" Suara Nando terdengar dibalik punggung Hansel. "Itu, pocket square ini bocah, kenapa ada di lo, deh?"

"Tadi pas alat makan jatoh, trus dia bantuin gue, dan yah, ngasih ini." Grace menjelaskan.

Nando hanya mengangguk saja, kemudian beralih menuang seloki. Gwen sedang asik mengobrol dengan Nana, Ovie, dan Jion, terlihat antusias.

"Pada ngobrolin apa, sih?" Hansel bangkit dan mendekati mereka di ujung balkon yang lain.

"Gwen pengin liat acara pembukaan cabang minggu depan, Hans." Ovie tersenyum, "Dia yakin bagus banget, katanya."

"Gimana rasanya, Hans? Excited?" Gwen bertanya, atensi perempuan itu teralih sepenuhnya.

"Pastinya. Gak kerasa banget besok udah bisa survey lapangan, trus sisanya mulai masukin barang bareng anak interior."
Hansel meneguk seloki wine di tangannya. "Lo semua mau ikut? Besok kan Minggu."

"Wah. You've got some sense running in your blood, kagum, deh gue." Grace menimpali.

"Gak kerasa, udah hampir mau buka cabang baru lagi... udah hampir 7 tahun di bidang ini," Hansel menoleh ke arah teman teman yang sekarang mengelilinginya, entah sejak kapan mereka ikut larut dalam antusiasme pembukaan HCS yang baru. "Dinikmati dan disyukuri aja."

"Bangga banget, sama Kak Hans. Jujur ini. Proud little bro right here." Jion mendekati kakaknya, merangkul bahu pria yang lebih tua.

"Me too, Ji. Thankyou for always be there, ya." Hansel menyahut, mengusap pundak sang adik.

"Capek nggak, Hans?" Grace bertanya, masih penasaran, rupanya.

"Capek, lah. Cuman, karena ini pilihan gue, jadi ya rasa capek itu yang dinikmatin, kan. Malah, gue selalu bahagia menunggu rasa capek itu datang ketika pekerjaan gue selesai." Hansel menjeda kalimat. "Artinya, kalau gue merasa capek, badan sehat, kafe bisa punya pelanggan, dan melihat pelanggan makan lahap, jadi salah satu sumber semangat gue."

WISHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang