Di malam setelah Alva mengucapkan kalimat itu, Mika semakin mogok bicara. Ia kesal pada semua orang di rumahnya, sekalipun Bibi Helen. Perempuan itu merasa dunia seperti tidak berpihak kepadanya dan kini yang bisa ia percaya hanya dirinya sendiri. Mungkin selepas dari Indonesia, Mika akan semakin menjaga jarak dengan orang-orang yang berada di bawah kendali Alva. Ia tidak ingin hal seperti ini terjadi lagi.
Beruntung, ia dapat mengendalikan mood-nya ketika berada di resepsi pernikahan Anin. Mika berhasil memasang senyum palsu bahkan di hadapan Elang, mantan calon suaminya.
Setelah berfoto dan berbincang sebentar, ia tiba-tiba menginginkan makanan manis. Tentu dengan Alva yang setia di sampingnya, Mika menatap satu persatu meja yang penuh dengan makanan. Ia mencomot puding vla dan donat kentang. Kemudian mencari tempat duduk untuk dirinya sendiri.
"Mika, kenapa kau menyimpannya sendiri? Bagaimana kalau aku tidak menemukan bungkus testpack itu di tempat sampah? Bagaimana kalau Bibi Helen tetap tutup mulut dan tidak ingin jujur padaku? Apa kau akan terus merahasiakan ini?" Alva berbicara seolah-olah tidak tahu tempat.
Mika menghela napas tanpa sudi menjawab pertanyaan dari suaminya. Makanan manis memang ampuh membuat mood-nya sedikit membaik. Apa peduli Alva? Laki-laki itu juga sedang merahasiakan sesuatu darinya kan?
"Mik?"
"Al, aku sudah cukup sabar menghadapimu kali ini. Tolong, aku tidak ingin membahas ini di luar rumah. Harusnya kau tahu itu." Mika meletakkan donat kentang yang tersisa setengah itu di atas tisu, kemudian membuangnya. Nafsu makannya menghilang begitu Alva menarik topik yang saat ia hindari.
Alva seperti pasrah-pasrah saja saat Mika melayangkan protes. Memang ini salahnya yang tidak sabaran menanyakan hal itu ke Mika. Harusnya Alva lebih peka jika istrinya itu tengah dilanda hormon yang berubah-ubah.
"Aku ingin ke kamar mandi, kuharap kau tidak mengikutiku. Kumohon, sekali ini saja jangan menguntitku. Aku tidak akan kabur," ucap Mika dengan jengah.
Alva hendak menyanggah, "Tap--"
"Terserah,"
Mika melangkah cepat, tidak peduli dengan Alva yang menggeram rendah di tempatnya. Ia harus menghindari laki-laki itu untuk beberapa menit ke depan sebab keinginannya mencakar sekaligus menjambak Alva semakin menjadi-jadi. Mika tidak ingin mengacaukan pesta pernikahan temannya. Ia hanya butuh waktu sendiri untuk berbicara dengan dirinya sendiri melalui cermin kamar mandi.
"Sepertinya aku gendutan," ujarnya menilai diri sendiri.
Tangannya bergerak mengusap pelan perut rata sambil berucap, "papamu banyak tingkah, beritahu mama harus apa? Oh, sepertinya kau memang menginginkan mama mencakar wajah glowing-nya. Baiklah, sebelum tidur nanti akan mama coba."
Mika terkekeh sambil memikirkan dirinya yang sudah agak gila ketika mengajak sesuatu di dalam perutnya berbicara, janin di dalam perutnya bahkan belum memiliki nyawa.
Duar!
Lampu seketika padam. Mika terhenyak. Ia mendengar dentuman keras dari arah depan. Belum sempat berpikir lebih jauh, seseorang membekap hidung dan mulutnya dengan kain, membuat Mika hampir hilang kesadaran. Ia masih bisa merasakan kedua tangannya diikat sebelum pandangannya benar-benar berubah gelap.
***
Hal pertama yang dicemaskan Alva ketika terdengar suara tembakan adalah istrinya. Berbekal senter ponsel, ia menyusuri kamar mandi perempuan dan laki-laki, tempat yang dituju Mika sebelum lampu padam. Alva mencari istrinya seorang diri sebab ia tidak mengajak Joy atau asisten dan bodyguard nya untuk ikut ke Indonesia. Ia hanya bisa merutuk kesal ketika menemukan toilet perempuan itu kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Glowing
General Fiction"Wajahmu memang tampan dan bersinar. Tapi tidak dengan hatimu!" *** Spiritual-Romance Mika (22) seorang muslimah yang berprofresi sebagai penjahit terpaksa menikah dengan seorang pengusaha skincare bernama Alva Zerius (30). Kalau bukan karena wasiat...