E. Ponsel Butut

163 29 6
                                    

Semenjak kejadian subuh yang berhasil membuatnya salah tingkah, Mika jadi sedikit mengacuhkan Alva. Wanita berkerudung coklat itu memutuskan pergi ke dapur setelah selesai sholat subuh untuk membantu Bibi Helen yang sedang memasak makanan dalam porsi besar.

Pertama kalinya, Mika baru saja mengetahui tradisi sarapan akhir pekan di Venezuela yang akan menghidangkan beragam makanan dengan porsi yang lebih besar ketimbang hari-hari biasanya.

Mika menatap kagum pada meja makan yang sudah penuh dengan berbagai menu sarapan. Namun anehnya, ia sama sekali tidak melihat nasi ataupun makanan Indonesia yang beberapa hari ini masih ia makan. Semua makanan itu terlihat asing bagi Mika yang baru melihatnya.

"Bibi, apa di sini tidak ada nasi seperti kemarin?"

Bibi Helen yang tadinya sedang memotong daging asap pun menoleh ke arahnya sambil tersenyum ramah. "Stok beras kita sudah habis Nona. Jadi, Tuan Alva menyuruhku agar membuat arepas, makanan pokok warga Venezuela yang mirip dengan roti namun teksturnya lebih lembut dan ringan."

"Arepas? Bahkan aku baru saja mendengarnya. Apa rasanya tidak akan bertubrukan dengan makanan gurih lainnya?"

"Tidak, Nona. Arepas memiliki rasa tawar yang bisa disandingkan dengan telur, keju, daging asap, ikan, ataupun ayam."

Mika mengangguk paham, semoga saja lidahnya cocok dengan makanan khas negara asal suaminya ini hingga ia tidak perlu repot-repot mencari nasi dan makanan Indonesia lagi.

Kini, tatapan Mika terfokus pada Bibi Helen yang sibuk dengan acara memasaknya. Wanita tua itu terlihat beberapa kali menghentikan kegiatan memotongnya karena mengaduk sesuatu di dalam panci. Melihat Bibi Helen yang kerepotan, ia pun berinisiatif untuk membantunya.

"Sini, Bi. Biar aku bantu mengaduknya."

Bibi Helen terlihat kaget dan takut, "Tidak usah Non. Saya bisa melakukannya sendiri. Lagipula kalau sampai Tuan tahu, saya yang akan dimarahi Non."

Kali ini Mika yang terkejut, "Alva memarahi Bibi? Berani sekali memarahi orangtua. Tenang Bi, aku akan berbicara padanya. Maka sekarang, tolong biarkan aku membantumu. Sejak kemarin aku di sini, aku tidak pernah melakukan apa pun selain berkeliling rumah." Ucapnya mengiba.

"Tapi Non, bagaimana kalau--"

"Ayolah Bi."

Mika terus merajuk. Sebelah tangannya sudah memegang lengan Bibi Helen yang masih mengaduk sesuatu di dalam panci. Dari baunya, Mika taksir itu semacam kuah kaldu.

"Ya sudah, Non." Bibi Helen mengangguk pasrah sambil sedikit menggeser tubuhnya, memberi ruang untuk Mika agar leluasa mengaduk kuah itu.

"Yeay, akhirnya." Mika bersorak pelan dengan tangan yang sudah mengambil alih centong kayu dari Bibi Helen. Sebuah pertanyaan muncul di kepalanya setelah melihat sesuatu di dalam panci itu.

"Ini apa, Bi? Kuah bakso?"

Bibi Helen terlihat menahan tawanya. Mika menjadi semakin bingung.

"Bukan, ini adalah Pisca Andina. Sup khas Venezuela, terbuat dari kaldu ayam yang dimasak bersama kentang dan disajikan dengan keju."

Sebenarnya, Mika masih ingin bertanya lagi. Karena belum puas dengan penjelasan Bibi Helen. Tapi sepertinya, wanita tua itu sedang menahan diri untuk tidak berbicara bahasa Indonesia saat ini. Terlihat dari cara menjawabnya yang tiba-tiba menjadi singkat jika dibandingkan dengan pertama kali ia mengajak wanita itu berbicara, ketika Alva membolehkannya untuk berkeliling di sekitar rumah.

Entah kenapa, ekor mata Mika tiba-tiba menangkap bayangan lelaki yang sangat ia hindari sejak subuh tadi. Ia jadi yakin bahwa perubahan Bibi Helen juga disebabkan oleh lelaki itu. Jelas sekali, wanita tua itu tiba-tiba menatap takut ke arah tangga tanpa melanjutkan penjelasannya mengenai Pisca Andina.

Mr. GlowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang