"SEMUA CEPAT KUMPUL DI LAPANGAN!" teriakan perintah cewek dari panitia osis dimasa orientasi siswa.
Semua murid yang semula terluntang-lantung selama tiga puluh menit kini berlari sekencang-kencangnya menuju lapangan sekolah, tidak memedulikan satu sama lain, saling menubruk untuk menyelamatkan diri masing-masing.
"DALAM WAKTU 2 MENIT DARI SEKARANG SEMUA HARUS SUDAH DI LAPANGAN DENGAN ATRIBUT MOS YANG SUDAH DIPAKAI."
Perintah tersebut menghentikan lari semua murid untuk kemudian mengenakan atributnya. Di momen itu kegiatan murid beraneka macam. Ada yang langsung berlari menuju ke lapangan karena sudah memakai segala atributnya sebelum mendapati perintah, ada yang sibuk mengenakan atributnya satu demi satu di tubuhnya, juga ada yang baru datang bersama wajah bingungnya alias ngang ngong.
Dewi Halwatuzahra Putri Abraham, adalah tokoh utama dalam kisah ini. Nama ia tidak sepanjang itu melainkan Dewi. Terjadinya pergantian nama disebabkan Dewi yang sedari bayi sering jatuh sakit, demam contohnya. Menurut penuturan sang Nenek, nama yang terlalu panjang menjadi salah satu pengaruh terhadap kejadian tersebut.
Mengikuti tradisi turun menurun, Nenek dari pihak Ayah itu pun menyuruh orang tua Dewi untuk mengganti nama saja yang lebih singkat. Jelas awalnya Marni-Ibu Dewi tak setuju dengan tradisi yang belum jelas asal-usulnya namun, Marni juga tidak menghina. Ujungnya, nama indah yang sudah ia pilih harus diganti dengan hati lapang.
Nama pertama Dewi Halwatuzahra Abraham. Hanya satu bulan Dewi tidak jatuh sakit. Enggan menghilangkan nama Abraham karena nama sang Ayah, nama kedua pun menjadi Dewi Abraham. Semula keadaan berdasarkan harapan. Namun, di tahun berikutnya Dewi kembali jatuh sakit seperti dahulu. Setelahnya nama Dewi benar-benar dipangkas menjadi Dewi. Ketika itu Dewi baru berumur empat tahun. Pergantian nama seakan berpengaruh. Sampai kini Dewi jarang jatuh sakit.
Dewi telah mengenakan atribut MOS dengan sempurna setelah lama berperang. Hampir salah satu atributnya sobek. Kertas dibuat topi kerucut, kacamata kawat, kertas bertuliskan nama Ilmuwan lalu dipasang tali plastik agar mengalung, terakhir tiga terong berjenis gelatik yang mengalung juga, bedanya dikalungkan di belakang tubuh.
Masih di jarak cukup jauh Dewi menyipitkan mata, meyakinkan apa yang ia lihat sekarang adalah benar. Sudah banyak murid berbaris di lapangan, barisan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Dewi yang baris paling belakang berjinjit guna melihat barisan paling depan, barisan yang laki-laki dan perempuannya digabung. Sedang apa mereka?
"Hei, kamu." tegur lantang menolehkan pandangan Dewi ke asal suara. "Topi kamu kenapa berwarna biru?" tanya cewek itu.
Dewi yang tidak sadar warna topinya salah menyentuh topinya tanpa melihat ke atas kepala. "Maaf, Kak." lirihnya menunduk.
"Sudah diberi syarat tertulis juga masih aja salah. Maju kamu ke depan."
Pertanyaan Dewi beberapa menit lalu terjawab melalui dirinya sendiri. Ia sekarang tahu adanya barisan di depan untuk mengumpulkan kesalahan dari peserta murid MOS. Dewi yang malu sekaligus takut berjalan menunduk. Sesekali melihat pandangan lurus untuk menghindar akan tersandung sesuatu.
Dewi bertipikal pemalu memilih baris paling belakang meskipun seharusnya ia membuat barisan baru. Berada di barisan memanjang ke belakang karena ia tidak seberani itu. Ketegasan suara panitia OSIS menggentarkan bahu Dewi saat suara cowok lewat toa berjerit. "Kamu yang di sana! Telat lama sekali! Jalan jongkok sampai ke sini!"
Semua panitia berlagak singa seakan siap menerkam makanannya. Cewek yang berjalan jongkok tadi diperintah untuk baris di barisan bersama Dewi. Kesalahan cewek itu sebab datang terlambat. "Sial." umpat cewek itu yang baris di belakang Dewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikmati Luka [Tamat]
RomanceAbay adalah cinta pertama yang selalu memanggilnya, "Dewiku." salah satu kata terindah yang Dewi dengar, hingga satu tahun sebelum lulus SMA, Dewi pikir masa sekolahnya akan berkesan. Namun, ia salah ketika ada hari di mana Abay mengubah hidupnya me...