14 - Yang selalu ada

1.2K 21 15
                                    

Di dalam toilet wanita kemarin, Intan memarahi Dewi habis-habisan. Memaki, menyalahi, menyudutkan dengan memasang raut emosi. Perkara panggilan tempo hari kala Intan mengatakan kepada Dewi untuk menyimpan percakapan mereka selamanya namun, Dewi tak menghiraukannya.

"Gue bicara baik-baik sama lo ya di handphone!"

"Iya. Terus?"

"Gak perlu juga lo bilang ke mereka!"

"Semua orang bisa berkhianat. Gue cuma pastiin apa yang lo bilang benar. Gue lakukan itu, supaya gak berprasangka buruk ke Olivia sama Fara dan gak berpikir lo mengadu domba."

"Ternyata bener kan yang gue bilang?"

"Ya, bener."

"Cukup tau gue Dew elo ternyata kayak gini."

"Ck ck. Kalian semua bilang seolah gue pake topeng. Apa kalian lupa? Gak ada sifat abadi dalam diri manusia."

"Gue gak tau lo sebengis ini rupanya."

"Gue bingung. Kenapa lo segininya menyalahkan gue?

"Karena elo pertemanan kami hancur."

"Karena gue ngadu ke mereka?"

"Iya." jawab Intan lantang.

Dewi tertawa hambar. "Kalau mereka memang teman, lo. Mereka gak bakal marah cuma karena lo ngadu ke gue." ia seraya berjalan menuju pintu toilet. "Lagipula soal sindiran selingkuh di story WhatsApp, harusnya lo terbuka ke mereka, tanya untuk siapa? Bukan nanya ke gue yang sebagai korban." pungkas Dewi.

"Ah, ya udahlah." Intan mengibaskan sebelah tangan. "Gue gak mau punya musuh." ucapnya lantas berjalan keluar toilet pula.

Semenjak kejadian tersebut, Dewi tidak melihat Intan lagi di Kelas melainkan di Kelas sebelah. Intan pindah Kelas. Pertemanan dirinya dengan Olivia dan Fara menjadi renggang.

Bukan mengikuti Intan, Dewi juga ingin pindah. Berpindah sekolah untuknya. Dikatakan Marni bahwasanya pindah sekolah bayar, Dewi akhirnya bertahan di Sekolah yang berubah total menyesakkan itu. Bila di dalam Kelas hanya dua orang yang menyebalkan sedang di luar Kelas ada banyak jumlah yang Dewi tak tahu. Dimana pun letak selama itu dalam lingkungan Sekolah, orang-orang tidak berhenti bergunjing tentangnya. Mau Adik kelas, seangkatan bahkan Kakak kelas.

Dewi yang sekarang telah naik kelas dua belas tetap tidak berkurang guncingan terhadap dirinya. Adik kelas sepuluh yang baru masuk, cepat mendapat info. Citra Dewi dihancurkan dalam sekejap oleh Abay. Sebutan perusak hubungan orang, selingkuhan serta penggoda terasa tidak asing di pendengaran Dewi. Yang dapat ia terapkan hanya menyabarkan diri. Menjalani hari di Sekolah dengan tidak nyaman.

"Gak bisa gitu, Dew. Mau dia muka 2 muka 1 dia harus dilabrak." protes Manda. Mereka duduk berderet menghadap lapangan. Duduk di tembok cukup lebar yang bisa dimuat bokong manusia. Tembok setinggi delapan puluh sentimeter.

Dewi nan duduk tidak di pinggir yakni, diantara Manda dan Selena meneteskan air mata. "Gue gak tau kenapa gue nangis."

"Udah pastilah gara-gara si bodat Olivia. Kalok di luar kelas gak nyaman minimal di dalam kelas kau betah. Ini, dibuatnya kau gak betah di kelas." lanjut Manda.

"Iya. Kurang ajar emang si kampret Olivia. Pake acara liat lo dilabrak sama Melati lagi. Astaga gak habis pikir gue." Selena menambahi.

"Sifat Olivia sama Fara gak jauh beda. Sama-sama tukang cari masalah. Cocok mereka sahabatan." Tika ikut menambahi.

Mereka yang bicara dengan menyebut nama di depan Kelas Dewi seakan tidak peduli. Malah berharap agar Olivia dan Fara mendengar walau jarak dari pintu Kelas ke tempat duduk mereka kelang sepuluh langkah kaki orang dewasa.

Menikmati Luka [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang