Dream

93 8 3
                                    

Hii! Sebelumnya aku mau jelasin tanda-tanda yang akan aku pake buat crita ini. Diantara lain adalah:

___= flashback
¤¤¤=perpindahan pov
•••=perpindahan tempat atau waktu(skip)
*jika ada dua tanda dalam waktu bersamaan itu tandanya pergantian keduanya. Contoh:

¤•¤•¤•¤

👆itu berarti ganti tempat beserta povnya.

Semoga kalian paham yaa! 🌷🌷🌷🌷

🍃Enjoy this story!!🍃
★★★

_____

Aku berjalan tergopoh-gopoh dengan membopong seorang laki-laki dipundakku. Laki-laki tersebut memiliki wajah campuran Asia Eropa. Wajahnya yang pucat dan luka tembakan dipundaknya membuat darah tak berhenti mengalir.

Aku sudah berusaha menutup pendaharan yang terjadi dengan kemejaku yang sekarang sudah sobek. Aku tak tau akan membawanya kemana sekarang.

Aku terus berjalan menyusuri lorong gelap dengan hanya mengandalkan senter kecil yang ku ambil sebelum hal ini terjadi.

Kurasakan, dia sudah mulai melemas, nafasnya tidak teratur seperti biasanya. Aku memejamkan mataku untuk menahan genangan air mata yang akan keluar. Tidak, aku tidak akan menangis dihadapan kakakku yang sedang sekarat, setidaknya aku harus menangis bahagia saat kakakku bisa sembuh untuk saat ini.

"Ethan, please. Bertahanlah kumohon," suaraku bergetar.

Ethan nampak tersenyum dan berusaha untuk melangkahkan kakinya lagi. Hal tersebut meringankanku saat membopongnya.

Beberapa langkah sudah kami lalui dengan berhasil walaupun sedikit tersendat-sendat. Pundakku juga mulai nyeri.

Sebuah suara menggema dilorong ini saat Ethan terjatuh tersungkur diikuti olehku dengan posisi tangannya yang masih merangkul pundakku. Telapak tanganku lecet saat aku mencoba menahan berat tubuhnya yang terjatuh. Dia menyuruhku untuk menyenderkannya pada tembok lorong tersebut.

"Tinggalkanlah aku di sini dan larilah secepat mungkin. Kumohon, Zia." Nafasnya semakin tak teratur, dia menggenggam tanganku dengan erat.

Aku menggelengkan kepalaku dengan keras, air mata yang dari tadi kutahan sekarang mulai berjatuhan, membasahi pipiku yang penuh goresan tipis.

"Tidak, aku tidak mau. Ayo kita lanjutkan perjalanan Than, pasti jalan keluarnya sudah dek-"

"KEZIA!- dengarkan aku. Lari secepat mungkin dari sini. Kau harus bersembunyi, berjanjilah jika kau akan selamat... Aku menyayangimu selalu." Suaranya sedikit serak dan lirih di akhir kalimat. Dia tersenyum mengelus wajahku, dan aku menangis saat merasakan elusannya. Aku mengangguk, hendak pergi berlari meninggalkannya. Namun sebuah suara terpaksa menghentikanku. Suara tembakan yang sengaja ditembakan di dinding lorong.

"Jika kau melangkah, maka kakakmu akan mati saat ini juga!"

Aku terdiam dan terpaku saat itu juga. Mereka dengan kasar menyeret Ethan dan menyeretku secara bersamaan. Aku berteriak meminta dilepaskan. Dan hal tersebut juga dilakukan oleh Ethan.

𝐅𝐄𝐄𝐋𝐈𝐍𝐆𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang