VI. Mahakarya Tuhan, katanya

387 46 12
                                    

Vara memicingkan matanya tatkala melihat Marka yang biasa saja usai melihat buku yang ia suguhi. "Kenapa lo gak se heboh gue,sih? Nama sama wajah kita sama, loh?" cercanya sembari mendengus kesal.

Marka menghendikkan bahunya. "Saya sudah baca bukunya dari lama, saat masih di Belanda."

Ia pun menggulirkan matanya malas, sedikit ada rasa kecewa saat melihat respon Marka yang biasa saja.

Saat ini mereka berada di taman kota, Vara yang memilih tempat itu setelah dirinya mengumpulkan tugas laporannya.

"Omong-omong, bagaimana dengan hasil tugasmu? Diterima?"

Vara pun menggelengkan kepalanya pelan dan mengerucutkan bibirnya. "Belum tau gue, nanti atau gak besok bakalan di kasih tau."

"Btw, lo mau imbalan apa kalo tugas gue diterima?" Vara mengerjapkan matanya, menatap intens Marka. Sang empu yang di tatap pun mendrong pelan dahi gadis itu, dengan perasaan terkejut.

"T-tidak ada, belum terpikirkan."

"Tapi, lo ngerasa aneh gak sama buku ini? Di lihat-lihat kayaknya ini buku terbitnya udah lama banget, tapi kok bisa wajah sama kita sama, ya?" Gadis bersurai hitam kecoklatan itu rupanya masih penasaran dengan buku yang dibawanya.

"Tadinya saya juga berpikir hal yang sama, tapi yasudahlah-mungkin waktu bunda saya mengandung saya, beliau membaca buku itu dan akhirnya saya lahir wajahnya mirip sama salah satu tokoh di bukunya," jelas Marka sembari memakan permen kapas yang di beli Vara dengan perasaan sedikit malu, sebab banyak anak kecil bersama ibunya yang tersenyum menggoda kearah mereka.

"Masa Ibu gue dulu juga gitu ..." monolognya pelan.

"Saya gak suka cotton candy, buat kamu saja, ini." Marka pun memberikan permen kapas sisanya. Dan kini, gadis itu terlihat lucu di matanya, dua permen kapas yang digenggam Vara dengan raut wajah kebingungan.

Ia yang tak bisa menyembunyikan rasa gemasnya pun mengusap pucuk kepala Vara dengan kekehan kecil. "Kamu lucu kalau seperti ini. Mahakarya Tuhan memang tidak pernah gagal, ya."

***

Terlihat Leen sedang menyurusi hutan, dengan raut wajah kesal dan tegasnya, ia akan menuju ke markas-menemui Petinggi Negara yang datang tanpa memberitahunya.

Memasuki area markas, pemandangan pertama yang ia jumpa adalah prajurit penjaga dan segerombol tentara baru yang sedang melakukan latihan fisik. Kemudian, semakin memasuki area markas, ia melihat banyak tenda yang terpasang dengan warna putih lusuh dilengkapi lentera yang menghiasi jalan.

Sesampainya di salah satu tenda yang paling mencolok dari tenda lain, Marka menunduk-meminta izin untuk memasuki tenda tersebut. Setelah mendapatt izin, ia pun meninggalkan seluruh senjata yang biasa ia bawa untuk penjagaan diri–sesuai titah sang Petinggi.

"Met vriendelijke groeten, Meneer." (Salam hormat, Tuan).

Tanpa di duga, Jeffry-Petinggi Negara, menendang perut tengah Leen dengan wajah yang penuh amarah. "Ik heb een geweldige generaal gestuurd die trots is op zijn eigen vaderland, maar het is nog steeds niet voltooid." (Sudah ku utus Jendral besar yang di bangga-banggakan oleh tanah airnya sendiri, masih saja tidak kunjung selesai.)

Cuihhh

Jeffry meludah di sembarang tempat, berusaha meredam emosinya untuk tidak membunuh Jendral tersebut.

Jeffry memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Voltooi snel deze missie, ik geef het tot de volle maan arriveert, wees aardig, nietwaar? Er is nog tijd, kom op, maak me minstens één keer trots tijdens mijn menstruatie." (Cepat tuntaskan misi ini, ku beri waktu sampai bulan purnama tiba, berbaik hati bukan aku? Waktunya masih lama, ayolah, buat aku bangga setidaknya satu kali saja selama masa periode ku ini.)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐇𝐀𝐓𝐄 ▪︎ Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang