I. Mimpi dan Ketidaksukaan-nya

310 69 14
                                    

"Cepat! Bunuh semua penduduk Pribumi di sini! Jangan ada yang tersisa, satu pun!"

"Lihatlah, gadis polos dan payah ini. Saking percayanya dia padaku, dia rela menceritakan semua tentang sekelompoknya dan semua rencana mereka."

"HAHAHA ..."

"Laki-laki keparat, kau!"

DOR ... DOR ... DOR ... DOR ...



"Hah .. hah .. hah .."

SREK ...

"Gue tebak, mimpi itu dateng lagi, 'kan?"

Vara sedikit menyipitkan matanya kala sinar matahari masuk menembus netranya-sesaat setelah Angel, sahabat sekaligus teman kontraknya, menyingkap gorgen dan membuka kaca jendela kamar.

Gadis itu masih setengah sadar, meraup oksigen sebanyak mungkin. Dirinya masih terengah-engah perihal mimpi aneh yang datang berturut-turut malam. "Iya, mereka dateng lagi. Sama persis, tapi kenapa gue gabisa liat wajahnya?" Merasa tak kunjung mendapat jawaban, Vara mengacak-acak surainya.

Angel berkacak pinggang melihat tingkah gila sahabatnya. "Mending lo mandi, gih. Katanya lo ada latihan snipper."

Seketika Vara membulatkan matanya. "OIYA, ANJIRR! Gue hampir lupa, thanks ya udah ngingetin gue." Segera Vara turun dari tempat tidurnya, menyiapkan pakaian yang akan ia gunakan hari ini untuk latihan menembak dan lari terbirit kearah kamar mandi-tepatnya di lantai 1.

"Pesenin gue Ojol, Jel!" teriak Vara di dalam kamar mandi.

Angel yang saat ini tengah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua pun menjawab, "iya! Gue juga udah masakin lo nasgor, nih!"

***

"Huh ... huh ... anjir, gue telat?" tanya Vara pada Hendra, teman seangkatannya di kampus yang secara kebetulan ikut mendaftar latihan menembak.

Hendra yang melihat Vara kesusahan bernapas dan mengeluarkan banyak bulir keringat pun memberikan satu botol air mineral yang baru ia beli dan selembar kain tangan. "Kaga, Coach Jovan sama Coach Jevan belum dateng, jadi sans."

"Thanks air sama lap-nya" Hendra mengangguk seraya tersenyum dan lanjut menyiapkan diri untuk latihan hari ini.

Hari ini Vara sedikit gugup, perkara desas-desus yang mengetuk gendang telinga dan tak pernah usai mengitari kepalanya sejak pengumuman satu minggu yang lalu.

"Dra, katanya ada Coach baru, ya? Buset, Coach kembar aja gue udah ketar-ketir karena mereka galak banget. Ntar kalo yang baru ini galak juga gimana dong?" Setelah meneguk hampir satu botol air, Vara mencoba mencarkan suasana dengan cara bertanya pada Hendra, basa-basi aja, katanya.

Namun tak kunjung ada respon dari lawan bicaranya, Vara lantas mendongakkan kepala, niat hati ingin melihat Hendra. "Ndra, lo kok diem aja sih gue ajak ngob–" Justru yang ia dapati sekarang adalah dua guru yang sangat ia kenali, Coach kembarnya.

"Rol ... Eh, Coach Jevan, hehehe. Peace, Coach." Vara pun berdiri dari dudknya dan berjalan mundur satu langkah dengan membentukkan 'peace' di tangan kanannya, dan tangan kiri ia gunakan memegang botol air dan kain lap.

𝐇𝐀𝐓𝐄 ▪︎ Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang