4

10 0 0
                                    

Setelah bersenang senang beberapa hari lalu saat ini, Arumi sedang dibuat pening oleh pekerjaan yang tiada hentinya.

Arumi berjalan menuju salah satu Coffee Shop langganannya. Selain disana tidak terlalu ramai, kopinya sanggup menghilangkan penat dan suntuknya.

Matanya terpejam menikmati pahit kopi yang mengalir di tenggorokannya, hingga dia dikejutkan dengan seseorang yang menyapa nya 

"Loh, mbak Arum?" Sapanya dengan senyum lebar, 'cobaan apalagi ini tuhan?' Arumi membuka matanya dan coba mengingat siapa pria yang saat ini tiba tiba berada duduk dihadapannya. 

"Oh, mas langit ya?" Arumi ikut tersenyum, mencoba mengontrol raut wajahnya 

"Mbak suka ngopi disini juga?" tanya Langit lagi. "Ah? kebetulan ngga, hanya kebetulan lewat kesini aja mas" Langit pun mengangguk paham. 

"Mba-"

"Eh mas, maaf ya sudah jam segini saya masih ada janji ketemu sama teman saya. saya duluan ya. Permisi' Pamit Arumi lalu meninggalkan Langit yang lagi lagi belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

"Dan terjadi lagi" gumamnya diiringi nada dari salah satu grup band.



"Dan terjadi lagi" gumamnya diiringi nada dari salah satu grup band

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Bulan Maret yang cerah membawa langkah kaki pria bercelana denim dan kaos putih ini datang ke salah satu cafe yang menjadi salah satu tempat favoritnya. Entah saat libur atau saat pulang kerja.

"Lagi nunggu orang ya mas?" Tanya pria paruh baya pemilik cafe yang akhir akhir ini menjadi lebih akrab dengan Langit.

Sambil tersenyum Langit menggelengkan kepalanya "Enggak kok pak, saya emang lagi pengen ngopi aja" Pemilik cafe hanya tersenyum alu kembali melanjutkan aktivitasnya. 

Tak lama setelah itu terdengar suara pintu yang dibuka, matanya seketika berbinar karena mendapati seseorang yang tengah dia tunggu berjalan masuk. 

"Mbak Arumi" Panggil nya, sambil berjalan mendekat. Tetapi Langit dikejutkan karena wanita yang ia hampiri bukan Arumi, melainkan orang lain. Padahal dia yakin sekali kalau orang yang tadi dia lihat adalah Arumi

"Maaf?" Ucap wanita itu. Langit pun meminta maaf lalu memutuskan untuk keluar dari Cafe tersebut.

'Emang udah ga waras' gumamnya lalu berjalan ke arah halte bis untuk pulang.



Hujan !

Langit mempercepat langkahnya menuju halte bus, Dirinya mengumpat pelan karena dia tidak membawa jaket dan demi apapun tadi langit cerah. Kenapa mendadak Hujan?


"Mas?" Langit menoleh dan betapa terkejutnya dia mendapati sosok yang tanpa sadar membuat hatinya menunggu. "Mbak Rumi?" Arumi mengangguk, "Mau kemana mbak?" Tanya langit "Tadinya saya mau ngopi dulu mas, berhubung hujan kayanya batal" Langit mengangguk paham "Mas nya abis dari mana?" 

"Kebetulan saya habis dari cafe depan sana mbak, agak suntuk hari ini" Arumi pun mengangguk paham. Dilanjut dengan obrolan obrolan kecil yang pastinya di buka oleh Langit. Sudah hampir 15 menit berdiri karena tempat duduk yang sudah penuh, terlihat Langit yang mulai sedikit menggigil karena sebelumnya dia memang kehujanan, Air turun cukup deras, genangan terlihat jelas sampai ada mobil yang melaju kencang. Sudah dipastikan orang orang yang berdiri akan terkena cipratan. Terutama Arumi dan Langit.

Arumi memundurkan badannya sambil memejamkan matanya kuat bersiap untuk menerima cipratan, namun air kalah cepat dengan refleks Langit yang langsung melindungi Arumi hingga air tersebut mengenai punggungnya.

Arumi terkejut saat membuka mata mendapati langit berdiri di depannya, beberapa orang memekik dan mengumpati mobil tersebut. Ada beberapa yang salah fokus dengan apa yang dilakukan Langit.

Terlihat wajah Arumi yang memerah, namun dengan cepat dirinya mengontrol diri lalu makin mundur menjauh dari Langit.

Hening.

Terlihat kecanggungan yang luar biasa diantara keduanya. "Makasih mas, maaf kamu jadi makin basah" Ucap Arumi yang akhirnya telah selesai bergelut dengan dirinya sendiri.

"Eh, gapapa mbak. Basah dikit doang ini" Jawab Langit dengan bibir yang mulai memucat dan bergetar. 'Gapapa gimana' Monolog Arumi dalam Hati.


Setelah hujan mereda, Arumi berinisiatif untuk memesankan Taksi karena jika melihat kondisi Pria disampingnya ini dirinya jadi tidak tega. Namun Langit pun gengsi kalau harus menerima tawaran Arumi. Dimana harga dirinya nanti? "Mbak Rumi ayo, bis nya sudah datang. Baiknya naik keburu penuh" 

Mereka berdua menaiki bis dan duduk bersebelahan.

"Mbak pulang kemana?" Tanya Langit memecah keheningan. "Saya turun di halte kedua setelah ini mas. Kalau mas gimana?" Tanya nya balik "Oh saya harusnya bukan naik di bis ini mbak" Terlihat raut terkejut di wajah Arumi, Langit terkekeh pelan "Saya hanya mau pastikan mbak Rumi selamat sampai tujuan" Lanjutnya dengan senyum manis yang membuat siapapun takluk. 

Tapi tidak untuk Arumi, dibandingkan tepesona dia lebih takut. Bagaimana kalau manusia disampingnya ini mempunyai niat jahat?

"Tenang aja mbak, saya bener bener mau antar aja ga ada niatan jahat. Mbak boleh langsung teriak atau telpon polisi kalau saya sampe macem macem" Ucap Langit yang membuat Arumi makin terkejut 'Dia bisa baca pikiran orang?'  

"Saya ga bisa baca pikiran orang mbak, tapi ya wajar aja alau memang mbak Rumi ada pikiran seperti itu" Ucapnya lagi sambil tersenyum. Arumi yang lagi lagi dibuat terkejut pun hanya bisa membalas senyuman nya. " Iya Mas" 

 " Iya Mas" 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Saya tinggal disini mas" Arumi menunjukan sebuah bangunan seperti Apartemen sederhana yang menjadi tempat tinggal nya selama berada di kota besar ini. Langit pun mengangguk.

"Makasih ya mas, maaf jadi ngerepotin" Ucap Arumi, yang dibalas senyuman oleh Langit.

"Eh mbak Rumi" Arumi menoleh lalu Langitpun menyodorkan ponsel nya "Saya berniat mau ajakin mbak makan bareng di luar. Boleh saya minta nomor whatsappnya?" 





Setelah memberikan nomor telponnya dan Arumi telah benar benar masuk ke bangunan itu, Langit pun pergi dengan senyuman yang tidak luntur dari wajah tampannya.

tidak sia sia perjuangannya sampai harus berbasah basahan.

Kali ini dia sangat berterimakasih kepada langit yang menurunkan hujan di awal bulan Maret.

RuntuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang