Chapter 2. Kejadian memalukan

66 32 4
                                    

🌷Happy Reading🌷

****

Azel duduk kursi kerjanya, ia mengutak-atik laptop dengan jari-jemarinya untuk melihat presentase hasil dari penjualan cafenya bulan ini, yang akhir-akhir ini tampak sedikit menurun.

"Pegawai kurang, yang melamar pada nggak jelas, dan penjualan menurun. Pasangan kontrak tak ku dapatkan, tapi malah musuh baru yang aku dapatkan. Huh ...!" helaan nafas keluar begitu saja, karena mendapat cobaan yang bertubi-tubi.

Azel menutup laptopnya. Ia lalu berjalan kembali menuju kasurnya, lalu kemudian ia merebahkan dirinya ke atas benda empuk nan tebal itu untuk beristirahat sembari menenangkan diri.

"Melelahkan, jika bukan karena bunuh diri itu dosa, dan usahaku yang telah berjaya, mungkin aku sudah tiada sekarang!" keluhnya. Lalu kemudian matanya pun perlahan terpejam, ia mulai terlelap dan memasuki dunia mimpi.

***

Pagi-pagi sekali Azel telah bersiap, untuk berangkat bersama managernya, mengunjungi salah satu tempat dari perusahaan penghasil kopi terbesar di Indonesia.

Ia datang untuk melihat-lihat sekaligus menentukan kerja sama pada perusahaan ini, agar bisa ia jadikan sebagai pemasok kopi tetap selanjutnya untuk usahanya, Cafe Quenzella. Sebelumnya Azel sudah menjalin kerja sama antar perusahan penghasil kopi, namun salah satu perusahaan itu telah ditutup, karena terjadinya kecurangan dalam berbisnis.

Azel sendiri tetap memilih kopi hasil dalam negeri, dari pada mengimpor kopi dari luar, karena Azel berpendapat kalau kopi di dalam negeri tidak jauh berbeda dengan kopi yang berasal dari luar, bahkan mungkin kopi dalam negeri jauh lebih enak, karena itu semua tergantung bagaimana cara pengolahannya dan pastinya juga jauh lebih praktis mendapatkannya. Namun tak menutup kemungkinan jika ia harus mengimpor kopi yang sama sekali tak berada di indonesia.

Azel berjalan melihat-lihat tanaman kopi yang tertanam di sana, ia melihat kopi dari yang masih berbentuk buah hingga yang sudah menjadi bentuk biji kopi hitam. Walau sudah berhasil dan memiliki cukup ilmu, namun Azel tidak lupa untuk selalu belajar dan mengkaji sesuatu tentang kopi dari yang terdahulu hingga yang masa sekarang agar ia bisa membuat menu-menu baru dari kopi-kopi itu.

Sibuk melihat-lihat, terdengar sebuah deringan melodi sendu yang sepertinya berasal dari dalam tasnya.

"Tunggu sebentar, Pak," ucap Azel lalu kemudian ia segera menjauh untuk mengangkat telpon yang berasal dari salah satu pegawainya itu.

"Iya, ada apa?" tanyanya Azel berbicara di telpon.

"Bu, Cafe Queenzella dua, ada yang membuat keributan."

"What! Kok bisa? Kalian usir aja!" suruh Azel.

"Udah, Bu. Tapi dia kekeh gak mau pergi. Katanya mau ketemu sama Ibu."

"Siapa dia?"

"Pak Radit, Bu."

"Lagi-lagi dia!" gumam Azel terdengar kesal. "Ya sudah, kamu tangani sebentar, saya akan ke sana sekarang!" titahnya.

"Baik, Bu."

Telpon dimatikan, Azel segera mendekati pemilik tempat penghasil kopi tadi kembali.

"Maaf Pak, sepertinya saya harus segera pergi. Oh iya." Azel memberikan tangan kanannya untuk berjabat tangan, dan langsung di sambut baik oleh pemilik kopi itu.

"Saya tertarik bekerjasama dengan perusahaan Bapak. Untuk urusan lebih lanjut, Bapak bisa bicarakan sama maneger saya, ya. Terima kasih atas waktu dan kesempatnya, saya harus pergi sekarang," tutur Azel sembari berpamitan.

CAFE IN LOVE [SELESAI/TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang