Chapter 7. Berhasil

43 21 1
                                    

🌷Happy Reading🌷

****

Azam berjalan menyusuri tepian jalan, mencari dan bertanya tentang kost atau perumahan kosong yang bisa ia tempati.

Di sisi lain ...

Azel berkendara, menyetir mobilnya pelan lurus ke depan. Saat melihat ke arah depan, Azel tak sengaja melihat seorang lelaki yang sepertinya adalah Azam—yang tampak sedang berjalan sendirian. Lalu kemudian, ia pun segera mendekatinya dan kebetulan disana adalah perbatasan lampu merah.

Klakson mobil ia bunyikan. Azam yang mendengarnya langsung berhenti, lalu menoleh ke arah samping di mana suara klakson itu berasal.

Azel membuka kaca mobilnya. "Hey, kita bertemu lagi," sapa Azel yang saat itu sama sekali tak dapat sahutan oleh Azam. "Mau kemana?" tanya Azel.

"Bukan urusan kamu."

"Jutek amat, cuma nanya doang! Cari kost, ya?" Namun Azam sama sekali tak menyahut pertanyaannya.

Hingga tiba-tiba saja, sebuah kalkson terdengar keras yang sepertinya berasal dari belakang mobil Azel.

"Woy jalan!" pekik salah satu pengandara yang berada di belakang Azel—memunculkan kepalanya dari balik jendela mobil. Ya, saat ini mereka sedang berada dipeberhentian lampu merah. Sekarang sudah lampu hijau, sudah saatnya untuk mengendara kembali.

"Sebentar!" pekik Azel menoleh ke arah mobil belakang. Lalu kemudian, Azel kembali melihat ke arah Azam.

"Semangat!" ucapnya sembari tersenyum, lalu kemudian ia pun segera melajukan mobilnya kembali.

Azam yang melihatnya hanya diam tak memperdulikan—ia kembali lanjut berjalan seakan tak mendengar apapun.

☕☕☕

"Bu, ada kost atau perumahan kosong gak di sini?" tanya Azam kepada seorang wanita paruh baya yang sedang berjalan sembari membawa sekantong sayur yang ditenteng di tangannya.

Saat ini Azam sedang berada di sebuah lorong menuju sebuah kompleks perumahan warga ...

"Hm ... kamarin, sih, ada, Nak, tapi kayaknya udah diisi, deh. Ada di ujung sana." Ibu itu menunjuk arah jalan depan. "Selain itu, Ibu udah nggak tau lagi, Nak," jawab wanita paruh baya itu.

"Oo begitu, ya. Makasih, ya, Buk!" ucap Azam—tersenyum. Lalu kemudian ia pun kembali melanjutkan perjalanannya meninggalkan wanita itu.

Saat lanjut berjalan, tak sengaja Azam melihat ke arah sebuah perumahan—yang di depan rumah itu terpampang jelas sebuah papan triplek kecil yang bertuliskan "rumah ini di sewakan"

Azam berjalan mendekat, lalu kemudian ia menghentikan seorang bapak-bapak yang mengenakan kaos hitam polos yang di padukan sarung biru dan sebuah peci—Bapak itu tampak seperti baru pulang dari sebuah masjid—yang kebetulan saja lewat di sekitaran sana.

Azam berlari mendekati Bapak itu, lalu berkata, "Pak boleh saya bertanya?"

Bapak itu berhenti berjalan—menoleh ke arah Azam sembari memanggut-manggutkan kepalanya. "Boleh, Mas, mau tanya apa?" sahutnya.

"Pemilik rumah ini siapa, ya, Pak?" tanya Azam menunjuk ke arah rumah itu.

Baru saja ingin menjawab, tak berselang beberapa detik, tiba-tiba saja seorang bapak-bapak berbaju kemeja kotak datang mendekati mereka sembari berkata, "Saya pemiliknya," ujar Bapak itu.

"Eh, Bapak, ya." Azam menoleh ke arah Bapak berkemeja kotak yang sekarang sudah berdiri di samping bapak berbaju hitam polos tadi. "Pak, kalau boleh tau, rumahnya disewakan, ya? Boleh saya tau berapa per–"

CAFE IN LOVE [SELESAI/TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang