10-Eh Kok Nyaman?!

26 5 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

***

Semakin hari aku mengobrol dan mengenal sosok Nawaf dengan dalam, tanpa sadar logika ini diambil alih oleh perasaan. Otak yang dulu ku pakai untuk membalas pesan Nawaf, kini hati yang membalasnya.

Ku rasa, aku nyaman dengan sosok hangat Nawaf. Dia sungguh berbeda dalam membalas pesanku, tidak seperti Sultan yang dengan dinginnya membalas pesanku seolah tidak memiliki ekspresi tersirat sedikit pun.

Aku suka perlakuan hangat Nawaf yang terlihat dari ketikannya itu. Perlakuan hangat inilah yang aku harapkan dari Sultan ketika ia membalas pesan-pesanku. Balasan panjang yang penuh makna ekspresi tersirat. Itu yang aku mau!

"Aduh Meer! Jangan gampang baperan! Ini cuma ketikan, bukan omongan dia yang dari hati. Please lah jangan baper sama ketikan!"

Sebisa mungkin aku menepis perasaan nyaman itu, bahkan aku membanding-bandingkan Nawaf dengan Sultan. Aku mensugestikan bahwa Sultan adalah yang lebih baik, Sultan adalah sosok sempurna yang aku impikan. Tapi semuanya tak semudah itu!

Nawaf benar-benar seseorang yang dapat memperlakukan aku dengan hangat dan humoris. 

Seperti saat ini, yang biasanya aku menceritakan keseharian ku kepada Mariam, aku malah menceritakannya kepada Nawaf dengan penuh ekspresi tersirat dari pesan yang aku ketik.

[Lo tau gak sih, tadi pas pulang sekolah gue ketemu sama kucing lucu bangettt]

[Hahaha yakah? Kenapa gak lo bawa pulang aja Meer?]

[Ah ribett abang sama ayah gue gak begitu suka kucing, jadi rumah gue makin heboh lagi]

[Oalahhh]

[Omong-omong, setelah kenal lo beberapa bulan, gue jadi tau suasana rumah orang lain sekacau apa. Gue pikir rumah gue doang yang kacau]

[Hahaha nggakk, setiap keluarga pasti punya masalahnya masing-masing]

[Nggak mungkin dong sebuah keluarga gak punya masalah, keluarga apaan kayak begitu. Ya gak?]

[Iya, lo bener Meer]

[Dari ngobrol sama lo walau lewat DM gini, pikiran gue makin terbuka]

[Hah? Maksudnya?]

[Maksudnya, gue makin paham sama keadaan sekitar]

[Ohhh]

[Alhamdulillah deh kalo gitu, jadi gue berguna buat orang-orang]

[Kalo gitu, gue boleh dong curhat-curhat ke lo, Meer?]

[Boleh lahhh, kita kan temen]

[Iya Meer, kita temen jadi harus saling bantu]

[Tapi kalo menurut gue, lo itu lebih dari sekedar temen Meer. Lo bener-bener perempuan yang bisa ngertiin gue, jadi gue nyaman buat ngobrol sama lo]

[Oh yakah? Widihhh, keren juga gue]

Obrolan yang tak kenal topik apa selanjutnya itu sering terjadi dan berlangsung lama diantara aku dan Nawaf. Kami sama-sama menceritakan tentang diri kami juga keseharian kami satu sama lain. Dan ketika salah satu menghadapi masalah, yang lain akan berusaha mencarikan solusi dari masalah tersebut. 

Merhaba, Zameera!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang