Menuju Pulau Keabadian-Chapter 15

11 1 2
                                    

"Baiklah, ayo kita kembali. Ketua Gildor pasti menunggu kita" ucap Invana dan mulai berjalan menyusul Aria.

Mereka yang mendengar itu hanya mengangguk dan mulai menyusul Aria dan Invana yang mulai cukup jauh dari mereka.

><><><><><><><><><><><><><><><><

Seminggu kemudian.

Ya, seminggu sudah berlalu dan mereka masih tinggal didesa para Elf. Mereka tidak hanya tinggal disana, tapi mereka juga belajar mengasah kemampuan mereka atau dengan kata lain mereka berlatih untuk memperkuat keahlian mereka.

Mereka memang berlatih, tapi berbeda dengan Aria. Disaat yang lain berlatih, Aria malah jalan-jalan dan menjelajah desa ini. Jika kalian bertanya kenapa dia tidak ikut berlatih maka jawabannya adalah. "Kemampuan menembakku sudah bagus jadi tidak perlu berlatih lagi, lagipula kalian tidak ada yang tau cara menggunakannya kan". Yaa, itulah yang akan dia jawab setiap kali dia ditanya kenapa tidak ikut berlatih.

Saat ini Aria sedang berjalan-jalan mengelilingi desa ini, entah apa yang anak itu cari. Tapi yang jelas dia memutari tempat yang sama beberapa kali.

"Eh, kenapa kesini lagi?" tanya Aria bingung saat dia melihat tempat yang sama.

"Aku yakin, aku sudah melewati tempat ini tadi" guman Aria.

Disaat Aria sedang memikirkan kenapa dia berada ditempat yang sama atau bisa dibilang memutari tempat yang sama, tanpa disadari ada seseorang yang berdiri dibelakangnya.

"Hayo, ngapain?" tanya seseorang yang ada dibelakang Aria.

"Uwaaah...."

Bruk...

"Aauch, sakit" ucap Aria. Sungguh dia terkejut saat ada seseorang dibelakang nya, bahkan dia sampai terjatuh.

"Hahahahaha" tapi berbeda dengan pelaku pengkagetan, dia hanya tertawa saat melihat Aria jatuh terduduk dengan wajah yang menurut nya menggemaskan.

Aria yang mendengar suara yang cukup familiar untuk nya langsung mendongkak kan kepalanya dan saat ia mengetahui pelaku yang membuatnya kaget, ia pun langsung berteriak.

"Aestraaaaaaa" teriak Aria dengan keras, bahkan Aestra langsung menutup kedua telinga nya. Takut telinganya tuli secara tiba-tiba.

"Hei, hei. Kau kenapa hm? Kenapa teriak-teriak begitu? Mana teriakannya keras banget lagi" tanya Aestra masih dengan menutup telinganya.

"Itu semua salah Aestra tau, siapa suruh ngagetin Aria. Kalau Aria kena serangan jantung bagaimana? Aestra mau tanggung jawab?" tanya Aria dengan kesal, omong-omong dia masih duduk dibawah. Biasa capek dari tadi jalan-jalan mulu.

"Hah, baiklah, baik. Aku minta maaf oke, aku tidak sengaja. Aku pikir kau tidak akan terkejut karna sudah mengetahui keberadaan ku" ucap Aestra dengan penuh penyesalan.

Aria yang mendengar itu langsung melipat kedua tangannya didepan dada dan menolehkan kepala nya kesamping.

'Aaah, ngambek nih ceritanya' batin Aestra saat ia melihat sikap Aria yang menandakan seseorang yang sedang ngambek.

"Ayolah, jangan ngambek dong. Aku minta maaf ya" ucap Aestra sambil berjongkok didepan Aria.

"Siapa juga yang ngambek, ngak ada tuh" ucap Aria masih dengan kepala yang menoleh kearah samping.

"Sungguh?, tapi dari sikap mu kau seperti orang yang sedang ngambek" ucap Aestra.

"Aria ngak ngambek ya, perasaan Aestra aja kali" ucap Aria dengan sedikit ngegas.

Menuju Pulau KeabadianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang