11. Satu Senyuman Kaku

245 45 2
                                    

Sudah menjadi hal amat wajar bahwa bertemu seseorang yang disukai adalah suatu perkara yang paling dinantikan.

Yumna sebisa mungkin mencoba menyembunyikan kebahagiaan tiada tara yang berakhir kesalahtingkahan. Untung saja sedari lahir, dia diberi bakat berlebih perihal menyembunyikan perasaan, memanipulasi dengan sesuatu yang kaku, seolah-olah dirinya tak tertarik akan hal yang sejujurnya saling mengait kuat bagai kutub selatan dan kutub utara magnet.

Seraya berjalan santai memasuki ruang utama shelter, Ren menjelaskan tentang alasan patung Monumen Kucing Jimmi yang bergaya cat loaf. Tak lain adalah karena pose itu sendiri kesukaan Kucing Jimmi.

Tanpa diminta, Ren juga menceritakan kisah mengharukan yang ada antara Cece Jia dan Kucing Jimmi. Kejadian yang ada sudah belasan tahun di belakang, kala Cece Jia ditinggal mati suami tercintanya dan bisnis real estat-nya bangkrut, dia menemukan kucing hitam putih, alias Kucing Jimmi di jalanan. Kucing Jimmi terkena penyakit jamur, Cece Jia mengadopsinya, merawat sampai sembuh hingga akhirnya menjadi berteman baik. Menimbulkan asalan kuat Cece Jia yang terpuruk untuk tetap bertahan, lantas bangkit perlahan-lahan.

"Itulah mengapa, untuk sempurna mengenang Jimmi, Cece membuat shelter dan Monumen Kucing Jimmi," jelas Cece Jia begitu kisah dirinya yang dibawakan Ren selesai. Wajah khas wanita Tionghoa-nya semringah nian.

"Kamu yang hendak mengadopsi kucing, Nona?" tanyanya kemudian kepada Yumna yang berjalan bersisian dengannya.

"Iya, Bu. Hm ...." Yumna takut salah menyebut. Mukanya tertekuk rikuh.

"Panggil saja Cece," koreksi Cece Jia seraya mengulum senyum dan menepuk lembut sebelah bahu Yumna.

"Baik, Bu. Hm, maaf ... Cece," ujar Yumna kemudian yang kembali mendapatkan tepukan halus di sebelah pundaknya.

Tak berselang lama, mereka saling berkenalan sebentar untuk selanjutnya masuk ke tempat utama shelter; yaitu tempat para kucing tinggal untuk Yumna memilih kucing mana yang hendak dia adopsi.

"Ren," ujar Ren begitu menjabat sebelah tangan Yumna. Tak tertinggal, senyumnya mengembang.

"Yumna." Intonasi Yumna kentara gugup, dia gagal menyembunyikan hal memalukan ini kala dirinya berjabat tangan dengan Ren untuk berkenalan.

Bukan segera usai dengan jabatan tangan lepas sempurna, Ren justru lebih erat menjabat tangan mungil Yumna sembari melontarkan tanya, "Kamu cewek yang kemarin ada di rooftop sekolah, 'kan?"

Padahal tangannya yang dijabat kian erat, melainkan hatinyalah yang kentara tersengat hangat. Jantung Yumna menderu kencang. Dia hendak melontarkan beberapa kata sebagai jawaban, tetapi sial, semua itu tertahan di tenggorokan, berakhir tenggorokannya terasa ngilu, menyambutnya dengan opsi final; satu senyuman kaku.

Itulah sesi perkenalkan paling akhir di antara mereka. Tak ada lagi timbal balik pembahasan di antara keduanya. Bergegas ke ruang utama untuk melihat kucing-kucing yang dirawat shelter milik Cece Jia.

Lagi dan lagi, Ren memimpin perjalanan ke ruang utama, mengenalkan banyak kucing, bercerita perihal bagaimana asyiknya memberi makan dan bermain dengan kucing di shelter.

Ren adalah salah satu relawan di shelter milik Cece Jia. Sepulang sekolah, dia memberi makan dan vitamin pada kucing, membersihkan kotoran di little box, hingga merawat beberapa kucing yang sakit.

Ren adalah cowok penyuka kucing. Sebab itu dia amat menikmati segala hal dalam merawat kucing. Dulu, awalnya dia bukanlah pecinta hewan, apalagi yang berbulu, tetapi suatu ketika sifatnya berubah kala bertemu seseorang yang begitu tulusnya merawat kucing jalanan yang sedang sakit.

Lokatraya (Toko Pengabulan Impian) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang