18. Pesta Halloween

168 30 4
                                    

Satu jerawat menempel di pipi Yumna. Bibirnya melengkung apik melihat penampilan itu dalam pantulan cermin.

"Manis dan ... estetik," puji Yumna dengan rona muka semringah.

"Gatel, lumayan perih juga, tapi bodo amat yang penting tambah cantik," lanjutnya. Ekor mata Yumna beralih atensi ke arah sebotol kaca serum jerawat yang amat manjur itu. Baru 3 hari pemakaian, satu jerawatnya sudah tumbuh matang.

"Saatnya selfi dan testimoni serum." Sebelah tangannya terulur meraih ponsel lipat di atas meja rias. Segera membuka kamera depan, memotret diri tanpa menggunakan filter.

Begitu mendapatkan beberapa jepret selfi, Yumna cekatan mengunggahnya di Instangram beserta testimoni, memanfatkan fitur kolaborasi bersama produk serum jerawat yang menjadikannya salah satu endorser mereka.

"Ketidaksempurnaan yang jadi kesempurnaan." Senyum Yumna kembali terukir.

Dia ingat akan bagaimana jerawat menjadi masalah menyebalkan di Dunia Nyata, terutama bagi kaum hawa. Di sini justru sebaliknya, satu-dua jerawat digandrungi dan dianggap menambah manis, tetapi jikalau banyak tetaplah masalah besar. Sama halnya dengan gingsul atau lesung pipit di Dunia Nyata, jikalau satu-dua dianggap manis, tetapi sebaliknya bila banyak, justru akan tampak mengerikan.

Tren kecantikan tidaklah seperti tren fashion yang bagai roda berputar, dari model jadul kembali menjadi sesuatu yang trendi di beberapa puluh tahun kemudian dengan sedikit modifikasi.

Tren kecantikan cenderung stabil dan lebih mengarah pada inovasi dan teknologi yang berkembang. Namun, bagaimanapun tren kecantikan adalah hal yang subjektif dan konvensional, walau tak sedinamis tren fashion, tak memungkiri bahwa bisa jadi suatu saat nanti standar kecantikan di Dunia Loka akan berubah dengan adanya kulit mulus tanpa jerawat yang digandrungi, atau sebaliknya di Dunia Nyata bahwa jerawat bisa menjadi tren kecantikan.

Belum 15 menit, postingan Instangram Yumna sudah dibanjiri notifikasi dengan berbagai tanggapan positif.

Tak mau berlama-lama berselancar di media sosial, Yumna kembali melipat ponsel dan menaruhnya di atas meja rias.

Menghela napas. Memilih bergeming mengingat-ingat perihal sudah berapa lama dirinya tinggal di Dunia Loka dan apa saja yang telah dirinya dapatkan.

"Udah lama aja ya, sekarang aku udah kuliah."

"Tiga tahun lebih berlalu begitu cepatnya."

Waktu terasa bagai berlari kencang. Lulus dari SMA Ciliwung dengan nilai terbaik. Memenangkan kompetisi melukis The Land of Art. Menjadi influencer populer di bidang kecantikan. Dan sekarang diberi kesempatan mengenyam ilmu di salah satu universitas bergengsi di kota Jakat, mengambil jurusan Seni Rupa.

"Dan semuanya kerasa mulus-mulus aja, aku jadi curiga."

Yumna sungguh curiga dengan alur yang segalanya tampak mudah hingga kini: perihal apa pun yang dirinya inginkan kerap mudah digapai. Dia yakin, pastilah akan ada halang rintang berarti yang menghadangnya untuk memutuskan apakah dirinya bisa kembali ke Dunia Nyata atau kematian di Dunia Loka adalah akhir riwayatnya.

Sesungguhnya apa yang Toko Lokatraya rencanakan kepadanya? Bagaimana cara dirinya menyelesaikan misi oubaitori? Bukankah dirinya sudah menjalani hidup sebaik mungkin? Apakah dirinya sudah cukup puas menjadi Si Cantik yang diagungkan banyak orang?

Yumna menatap dirinya intens dalam pantulan cermin.

Entah semembahagiakan apa, Yumna tetaplah ingin kembali ke Dunia Nyata. Kadang dia merasa kesepian berada di rumah besar Suprapto. Walau sebesar apa pun perhatian penghuni rumahnya, tetapi mereka hanyalah tiruan, tidak asli. Perhatian publik, para penggemar yang menyayanginya, memiliki sahabat yang baik, rupanya tak menjadikan perasannya benar-benar utuh. Tanpa adanya keluarga yang asli, sisi hatinya terasa hampa. Barangkali, itulah mengapa, banyak orang menganggap bahwa keluarga adalah rumah terbaik.

Lokatraya (Toko Pengabulan Impian) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang