Hotel Nocturne penuh dengan segerombolan orang yang mengisi tiap-tiap sudut di dalam ballroom, tetapi tak menghalangi langkah gesit dari empat kaki Ken—kucing oren milik Yumna yang kabur tanpa arah itu. Ken melesat bagai vampir yang membaui darah segar manusia di ujung sana.
"Ken!"
Yumna lantas terbirit, mengabaikan mahkota yang dipakai di pucuk kepalanya bisa saja terjatuh karena tak ada yang menahannya di tubuh bagian teratasnya. Langkah Yumna semakin melebar kala netranya tak berhasil menangkap keberadaan Ken. Kucingnya itu justru menghilang.
"Ken! Nakal banget sih kamu!"
Dengan dada yang sudah naik-turun akibat nafas yang terasa sesak, Yumna mengedarkan pandangannya seluas ruang terbuka di depan Hotel Nocturne. Tidak ada sesiapa di luar sana karena sedang berpesta pora pada malam Halloween.
Yumna berdecak kesal, tak ada suara mengeong dari Ken yang biasa terdengar saat melihatnya. Kucing oren itu seolah menghilang di balik kegelapan malam yang diyakini penuh dengan kekuatan magis. Sebab malam ini diartikan sebagai kembalinya arwah-arwah atau hantu orang mati ke Bumi.
Yumna sadar, dia masih membawa serta potongan Pizza Mumi Mini dari dalam ballroom. Tampilannya cukup membangkitkan selera, Yumna melahapnya tanpa sisa. Dia lupa bahwa Pizza Mumi Mini adalah makanan kucing, alhasil dia tersedak hingga terbatuk-batuk parah.
"Ah, Ya Tuhan. Rasanya aneh sekali."
Dan ... tanpa Yumna sadari, di sela dia memukul-mukul dada, sebuah petaka menghampirinya.
Sebuah tangan besar berotot mengungkungnya dari belakang. Tangan yang lain menutup hampir setengah wajahnya dan tepat di indera penciumannya. Dalam sekejap saja, Yumna tak sadarkan diri. Seseorang baru saja menjebaknya dengan menempelkan lipatan kain yang dilapisi oleh obat bius hirup.
Sosok itu bergerak kilat, pesta Halloween yang semakin riuh dan alunan musik orkestra yang mengalun kian syahdu, menjadi kesempatan sosok cowok itu untuk membawa Yumna dengan posisi seperti memanggul sekarung beras, menuju sebuah tempat.
Di balik topeng tupai yang dikenakan, dua sudut bibir itu terangkat cukup tinggi. Seringai kemenangan pun tampak jelas setelah mampu membuat targetnya tunduk dalam sekali tindakan.
***
Seperti bangun tidur setelah melintasi banyak dimensi dalam mimpi, Yumna mengerjap pelan karena tak mampu membuka mata secara spontan. Cahaya yang menusuk mata sehingga menimbulkan efek silau, sempat membuat Yumna kebingungan siapa gerangan yang ada di depannya.
"Huh!"
Pandangannya masih mengabur, sudah seperti televisi yang tak dapat jaringan sehingga ada butiran-butiran kecil kala memandang. Perlahan, sosok itu bergerak duduk di tepian ranjang. Jaraknya dengan Yumna hanyalah satu jengkal, detik itu juga Yumna terperanjat. Sosok cowok mengenakan topeng tupai tengah menatapnya tajam.
"Eh, eh, siapa kamu?" Yumna beringsut mundur. Tangannya menopang bobot tubuh yang masih tak seimbang.
Yumna memperluas jangkauan penglihatannya. Ternyata Yumna terbangun di sebuah kamar hotel dengan interior mewah. Kamar itu masih berhias sesuai dengan momen Halloween. Namun, yang lebih mengobrak-abrik jantungnya saat ini adalah karena keberadaannya yang bersama seorang sosok bertopeng tupai. Yumna sadar kalau sudah diculik oleh wujud itu.
"Tenang, kamu nggak perlu takut, Yum."
Napasnya semakin memburu, dan kekhawatiran mulai mengungkung jiwa Yumna secara brutal. Skenario buruk mulai tercipta di pikirannya, Yumna takut akan ada petaka besar yang merusak dirinya malam ini. Suara berat itu pun membuat Yumna sadar, yang menculiknya adalah sosok cowok.
"Siapa kamu? Buka topengmu supaya aku bisa melihat," pinta Yumna dengan kening yang mengkerut tetapi tatapan mata yang merepresentasikan rasa was-was.
Tawa mengejek justru menjadi pilihan pertama untuk merespon permintaan Yumna. Sosok itu tertawa seolah ada hal lucu yang menggelitik perutnya dan timbul rasa geli. Sejenak, Yumna berpikir kini sedang berhadapan dengan orang gila.
"Yum, ini aku." Tangan sosok itu bergerak hendak membuka penutup wajah berbentuk tupai miliknya. "Galen."
Galen, cowok yang naksir Yumna. Sayang seribu sayang, cintanya tak sampai karena Yumna memantulkan perasaan Galen dan membuat cinta itu justru melambung jauh dan hilang entah kemana. Kasarnya, Yumna menolak cinta Galen.
"Kak?" Yumna bingung. Kepalanya geleng-geleng akibat gagal mencerna asal muasal Galen menculiknya.
"Benar, ini Kak Galen." Senyum Galen berhasil membuat bulu kuduk Yumna merinding.
"Apa yang kamu lakukan, Kak?" tanya Yumna, nada bicaranya seolah mendesak. "Kenapa kamu ngelakuin hal ini sama aku?"
Galen bungkam sejenak, genggamannya pada topeng motif tupai mulai mengeras. Emosinya silih berganti. Sejenak Galen bisa tersenyum, kemudian tertawa jahat, lalu marah. Emosinya sudah seperti diatur oleh sebuah sistem.
"Karena aku marah, Yum." Galen menatap dengan alis yang berkerut dan sorot mata yang menusuk bagai samurai. "Aku sakit hati karena kamu selalu menolak pengakuan cintaku."
Aliran darah seolah berlomba untuk menyusuri tiap inci tubuh Yumna. Jantungnya pun seperti dipukul oleh stik drum saat Galen menunjukkan aura negatifnya. Yumna tertekan saat Galen bicara dan mampu menularkan perasaan sakit itu padanya. Yumna jadi tak nyaman, kegundahannya pun mulai terbaca oleh Galen.
"Kak? Kamu dengan sadar melakukan ini? Kamu menculikku?" Yumna bertanya-tanya.
Gerak-geriknya semakin gusar. Yumna selalu curi-curi pandang dengan memperhatikan sekitar ruangan kamar hotel. Yumna harap-harap cemas, berdoa dalam relung jiwanya dan meminta agar ditunjukkan celah supaya bisa melepaskan diri dari kamar hotel yang mengurungnya saat ini. Hanya saja, Galen yang tak pernah mengalihkan pandangannya, pun murka sebab Yumna tidak menaruh perhatian padanya seperti yang Galen lakukan.
"Lihat aku!" Tangan lebar Galen mencengkram rahang Yumna. Jika saja dia menambah kekuatannya, wajah Yumna bisa saja remuk.
"Kenapa kamu lakukan ini? Kamu justru buat aku semakin nggak bisa menerima kamu, Kak." Dengan terbata, Yumna berusaha bicara dengan Galen.
"Huh!" Galen membuang wajah Yumna sekuat mungkin.
Leher dan tengkuk Yumna terasa nyeri akibat ulah Galen. Yumna mendesis, menahan nyeri yang berbeda kala kulit terkena goresan. Wajahnya tertutup rambut, detik itu juga Galen menjambaknya dan membuat Yumna mendongak. Lagi, lagi, tengkuknya dibuat bergerak terlalu frontal.
"Jelas aja untuk balas dendam, Yum."
Yumna memejam saat Galen bicara tepat di atas wajahnya. Tarikan pada rambut Yumna pun semakin kencang, semula terasa seperti tiap-tiap helai rambut seolah tercabut dari kulit kepala, tetapi kini justru kulit kepalanya yang seperti hendak terlepas dari tengkorak kepalanya. Yumna semakin meringis menahan perih di pucuk kepalanya.
"Berani sekali kamu menolakku, Yum." Galen berbisik, tetapi tiap katanya selalu penuh dengan penekanan.
Yumna menggeleng, bibirnya digigit akibat tak tahan oleh jambakan Galen pada rambutnya.
"CUKUP, KAK! SAKIT!"
Tak ada ampun dari Galen di momen ini. Seluruh hati yang semula diperuntukkan bagi Yumna, kini seolah sirna. Jiwa lain dalam diri Galen yang sempat disembunyikan, kini sudah mendobrak pintu penghalangnya dan minta dilepaskan. Lama kelamaan, Galen tak sanggup untuk menahan gejolak yang beradu dalam dirinya.
"Aku harus balas dendam atas sikapmu, Yum!"
Galen menarik segenggam rambut Yumna yang sejak tadi dijambak. Seluruh tenaga dikerahkan, bersamaan dengan itu, Yumna memekik kencang. Galen mendapat segumpal rambut Yumna dan membuat luka di kulit kepala korbannya. Perlahan, darah mengucur dari kulit kepala yang sobek.
"KAK, SAKIT!" Air mata pilu mengaliri kedua pipi Yumna.
__________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Lokatraya (Toko Pengabulan Impian)
Fantasi"Aku selalu iri dengan Si Cantik yang memiliki beauty privilege, mudah dihargai, mudah dicintai. Jika aku menjadi Si Cantik, apakah kehidupanku akan berbeda, setidaknya merasa tak begitu kesepian, tak haus akan validasi bahwa aku menarik, dapat dici...