Chapter 4

53 8 0
                                    

Alexa POV

Setelah kejadian kemarin sore,
Aku meyakinkan diriku bahwa aku hanya harus bersikap sewajarnya.

Aku tidak melihat Rafael pagi ini disekolah.

Mungkin dia tidak hadir..
batin ku

Tiba-tiba kantong ku bergetar. Getaran hp ku menyadarkanku dari pemikiran tentang Rafael. Bahkan aku tidak yakin, mengapa aku menghiraukan kehadirannya di sekolah

Aku hadir sekolah kog hari ini. Kenapa? Apa kau kangen padaku?
Aku di kantor guru. Kau juga dipanggil ke sini. Bergegaslah
Rafael

Kelihatannya kegilaan nya mulai kembali. Mengingat betapa kosong tatapannya setelah ku usir halus kemarin, mungkin hanya karena dia juga lelah..

Baiklah aku segera ke sana
Alexandra

Tidak sampai 5 menit aku sudah berada di depan pintu kantor guru mencari sosok lelaki gila itu

Aku segera menghampirinya yang telah berada dihadapan guru fisika. Aku dengan cepat dapat menyimpulkan bahwa ia akan menanyakan tentang project kelompok kami yang diberikannya minggu lalu

"Akhirnya kau datang juga alexa. Bagaimana apakah semua teman sekelas mu sudah memulai mengerjakannya. Tugas ini akan dikumpulkan dalam waktu sebulan oke.", jelas guru itu panjang lebar

"Tenang saja bu.. dalam waktu sebulan ini kami semua sudah dapat mengumpulkannya", jawabku cepat

"Kelompok mu dengan Rafael bagaimana. Siapa dua orang lagi yang kau rekrut alexa?", tanya nya lagi

"Lauren dan Camila buk.. jika Rafael menyetujuinya", jawabku sambil melihat ke wajah Rafael berharap tidak ada penolakan dari nya.
Dapat ku lihat dia menganggukkan kepala nya yang berarti tidak ada penolakan.

Huft
Sekelompok dengan mu sudah cukup membuat ku gila. Semoga dengan adanya 2 teman dekat ku itu tugas ini tidak menjadi terlalu berat

*

"Lauren,camila hari ini kalian bisa ngerjain tugas kelompok bareng kan di cafe Tré Mont. Tenang aku yang teraktir..", tukas Rafael cepat tanpa basa basi.

Aku yang sedang duduk dibangku belakang mereka berdua hanya bisa melihat mereka yang menganggukkan kepala.

"Dan ketua harus ikut serta pastinya", sambungnya sembari melihatku.

"Ya", jawabku cepat dan segera kembali mengerjakan tugas ku yang lain.

Diriku yang duduk paling belakang membuatku hanya bisa berinteraksi sekena nya dengan Lauren dan Camila yang duduk tepat di depanku.
Aku nyaman berada paling belakang, sifat penyendiriku membuat aku lebih memilih untuk sendiri. Adanya indera keenam ku yang aktif ini mungkin salah satu penyebabnya aku memilih diam. Sesekali dapat ku dengar di balik ricauan teman sekelas ku, ada yang lain yang memanggil nama ku, mengajak berbicara bahkan menangis minta tolong. Beberapa dari mereka menjadi teman diskusiku saat belajar. Beruntung aku tidak bisa melihat mereka, terkecuali jika mereka mau menampakkan wujudnya di depan ku. Posisi ku yang bisa dibilang terpencil sendiri (kursi terbelakang) memudahkan ku untuk berinteraksi dengan mereka tanpa mengkhawatirkan ada yang melihatku.

*
Rafael POV

Melihatnya mengusirku dari rumahnya kemarin sedikit melukai hatiku.
Walaupun sesungguhnya perkataannya itu tak bisa dikatakan sebagai pengusiran.
Terlebih lagi dengan sikap nya yang selalu menghindariku.

Apa salah jika aku suka padanya..

Dapat ku rasakan tanganku mengepal dan memperlihatkan buku buku tangan yang mulai memutih. Ku coba meredamkan emosi ini sekali lagi. Emosi yang dapat merubahku menjadi dingin seperti kemarin sore dan dapat berakibat fatal bagi ku. Dapat ku lihat di matanya bahwa dia terkejut dengan perubahan raut wajahku.

Aku harus bisa menahan emosi ku.
Kau bisa Rafael.. Kau bisa..

*
Alexa POV

Sesampainya kami di cafe yang di tunjukkan Rafael, perhatian kedua teman ku itu langsung tertuju pada daftar menu yang telah diberikan pelayan.
Rafael baru datang 5 menit setelah kami di cafe karena ia harus memarkirkan mobil nya terlebih dahulu.

Dia langsung duduk disebelahku dan memberikan senyuman biasanya.

Berani nya dia duduk disebelahku, umpatku dalam hati

'Hei alexa.. dia tidak punya pilihan lain.. kedua temanmu itu duduk bersebelahan dan meja ini hanya ada 4 bangku, kau lihat..' ujarnya yang bisa disebut teman walaupun tidak seorangpun dapat melihatnya.

'Heh beraninya kau mengikutiku tanpa melihatkan wujud mu di hadapan ku', umpatku dalam hati. Tentu saja dalam hati, jika tidak aku akan dibilang gila karena di anggap berbicara sendiri.

'Ku rasa kau akan membutuhkan ku alexa..'

'Baiklah tapi tolong jaga jarak mu dengan ku, aku kepanasan jika kau terlalu dekat denganku' tegasku

'Kalau aku tidak mau?'

'Oh kau bergurau? Akan ku bunuh kau..' sedikit frustasi dengan panas yang di hasilkannya

'Oh baik lah.. lagi pula aku sudah mati kawan.. haha'

Dapat ku lihat bayangannya menjauh menuju sudut ruangan.

Setelah makanan yang dipesan datang, kami memulai mengerjakan tugas itu.

**
Langit sudah menggelap sesaat kami menyelesaikan tugas itu.
Di tambah dengan rintikan air hujan yang mulai turun.

Rafael melajukan mobilnya menembus rintikan air hujan yang mulai deras.
"Kita ngantar Lauren sama Camila dulu yah sayang", ucapnya sambil melihat ku yang duduk di sebelahnya.

"Hei.. bisa kah kau berhenti memanggilku dengan sebutan itu, menjijikkan..", tegas ku.

Kedua teman ku yang duduk dibelakang itu sudah tertidur sedari awal Rafael menghidupkan mesin mobil.

"Emang salah klau ada yang sayang sama kamu?", tanya Rafael

"Perhatikanlah jalanan di depanmu Rafael Aldi. Rumah mereka sekitar 5 blok lagi dari sini", jawabku cepat.

Dapat ku lihat dari ekor mata ku bahwa dia memalingkan mukanya kembali menatap jalan.

Dan..

oh shit dia mempercepat laju mobilnyaa..

Rahasia CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang