Pria pertama ~ 3

168 16 3
                                    

.

.

.

"Jeon Jey? Kau menyukai pria?"

JK yang mendengar itu semakin tidak percaya."Kau ini bicara apa? Aku pria yang sangat normal. Aku sehat dan menyukai wanita."

Hera yang mengatakan hal konyol tadi hanya mengangguk saja tanpa menunjukkan wajah tanpa bersalah."Oh. Barangkali saja kau menyukai pria. Kalau kau normal seperti apa katamu, kenapa kau pasif sekali? Kau tidak menggerakkan bibirmu. Lidahmu tidak keluar. Kau diam saja dan itu membuatku sedikit tersinggung. Aku jadi ragu untuk menciummu lagi."

JK hanya berdehem saja. Kembali salah tingkah seperti malu-malu. Wajahnya tetap merah sampai telinga. Apa yang di lakukan Hera memang begitu mendadak. Sampai sempatnya dia membeku tidak percaya kalau wanita ini begitu agresif. Tapi kenyataannya, ciuman dan permainan lidah yang Hera mau tidak bisa ia lakukan. JK memang sepolos itu.

"Aku hanya belum pernah pacaran. Jadi aku bingung harus memulainya," jawab JK pelan enggan menatap kedua bola mata Hera yang kini menatap tajam padanya.

Bukannya marah, atau tersinggung. Hera kembali tertawa, namun singkat. Dia tidak lagi merasa terhina akan penolakan JK, namun berganti dengan rasa lucu dan konyol akan amatirnya pria ini.

"Aku mengerti. Jadi inilah sebenarnya alasan kau sangat terburu-buru? Ingin segera melakukannya saat ini juga? Untuk itu, kita bisa memulainya dengan makan sambil bicara. Itu akan menciptakan sedikit chemistry yang bagus sebelum melanjutkan ke hal yang lebih serius."

JK diam namun akhirnya mengangguk mengerti. Ide Hera barusan teramat bagus. Sebelum melakukan hal yang lebih jauh lagi, ada baiknya dia melakukan pendekatan. Seperti membangun sebuah kepercayaan dengan saling mengenal terlebih dahulu.

Pun kemudian keduanya makan malam. Hera duduk di ruang makan yang sudah tertata tapi. Bunga lavender segar di tengah meja, hidangan khas bintang lima yang sudah pasti nikmatnya. JK seperti sudah mempersiapkan dengan begitu apik. Hingga aroma yang ia sukai dia datangkan langsung dari sumbernya. Bunga ungu itu mengeluarkan semerbak yang Hera sukai. Menenangkan pikirannya hingga membawanya ke dalam suasana hati yang bagus.

"Kau ingat dengan permintaanku. Makanan enak ini, serta bau ini. Aku suka semua," ucap Hera memakan daging terakhir di atas piringnya.

"Aku mudah mengingat hal yang kecil. Seperti naskah atau lirik lagu. Butuh beberapa menit berkonsentrasi namun dengan mudah semua tercopy di ingatan."

Hera mengangguk takjub,"Artis memang berbeda. Mereka mempunyai aura luar biasa dari pada orang kebanyakan. Namun aku tidak menduganya, kau sama sekali tidak mempunyai pengalaman apapun di bidang percintaan."

"Apakah itu terdengar sangat memalukan, Nuna?"

"Benar. Untuk sekelas publik figure, kau sangat memalukan. Kau sampai butuh guru untuk membimbingmu. Sekarang katakan padaku, apakah aku memang terlihat cukup berpengalaman dalam hal itu sampai kau butuh bantuanku?"

"Iya. Dari pertama melihatmu, kau nampak berpengalaman. Tapi jangan salah paham dulu. Ini sebuah pujian, bukan maksudku untuk merendahkanmu."

Hera diam. Berdecih lantas meraih gelas berisi anggur yang awalnya penuh kini tinggal separuh.

"Sudah waktunya juga kita saling mengenal. Katakan padaku, berapa usiamu, Nuna?" 

"Menanyakan soal umur tidaklah sopan. Apalagi kita baru saja saling mengenal. Tapi baiklah jika kau ingin tahu. Usiaku 28 tahun. Kita hanya selisih 2 tahun saja."

"Kau tidak mempunyai kekasih?"

Hera menatap sosok JK yang kini menatap lekat padanya."Kau sudah melewati batasmu. Tidak seharusnya kau menanyakan hal pribadi semacam itu."

BAD CRAZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang