Pria kedua - 2

129 15 8
                                    

.

.

.

Aneh sekali. JK meninggalkan segudang pertanyaan dalam hati Hera. Tapi tetap saja, wanita itu bukanlah tipe wanita yang mempermasalahkan hal yang tidak penting. Seperti, keanehan sikap JK yang seperti orang cemburu. Atau mendadaknya dia bersikap over protective pada Hera. Hera wanita dewasa yang peka. Setidaknya dia mulai curiga dengan  sikap JK yang berubah sebulan ini. Namun sekali lagi, wanita yang terbiasa menggerus perasaan pribadi, tidak akan terpengaruh dengan semua itu. Dia acuh saja. 

Pagi itu dia agak kesiangan. Alarmnya berbunyi pukul 07.00 pagi. Hera menyahut tas kerjanya dan tidak memiliki waktu untuk mandi. Bus yang mengarah ke tempat kerjanya hanya ada satu saja, berhenti tepat di pukul 07.30.

Dia masuk ke dalam bus walau rambutnya masih berantakan serta keadaan mukanya yang saat itu belum memakai make up. Beruntung dia menemukan satu kursi kosong. Dengan bergerak cepat dia mendudukinya tidak perduli dengan wanita tua yang kini berdiri di sebelahnya. Dia lebih cepat, pikirnya. Membuat beberapa pasang mata kini menatapnya dengan pandangan naik turun tidak suka.

"Hei, Nona. Mengalahlah sedikit dengan orang tua," ujar pria berusia 40-an yang duduk di seberangnya.

Hera yang mendapatkan teguran itu, sesungguhnya tidak mengerti. Dia pikir pria itu tidak sedang bicara dengannya."Hah? Kau bicara denganku?" tanyanya menuding dirinya sendiri.

"Memangnya siapa lagi yang ku ajak bicara kalau bukan dirimu? Kau tahu kan di depanmu ada orang tua? Berikan kursimu padanya. Seharusnya yang lebih muda bisa sedikit mengalah."

Hera berdecak,"Paman, jujur aku tidak suka dengan nada bicaramu. Kita sama-sama membayar untuk naik ke bus ini. Siapa cepat, bukankah dia yang dapat? Dan lagi, dari pada aku, kenapa tidak paman saja yang mengalah? Bukankah lebih pantas jika seorang pria yang memberikan kursinya? Jangan meributkan hal kecil ini denganku. Moodku sedang jelek."

"Apa katamu?! Yya_"

Sebelum keadaan memanas, wanita tua itu menenangkan pria tadi. Dengan suara lembut juga ramah dia mengusap punggung pria tadi yang saat ini merah wajahnya karena malu sendiri.

Hera menutup kedua telinganya dengan earphone. Memejamkan matanya tidak perduli walau kini dia menjadi bahan bisikan beberapa orang di sebelahnya.

30 menit kemudian, bus itu berhenti. Hera dengan cepat keluar dari sana dan sedikit berlari masuk ke perusahaan tempat ia bekerja. Pria yang di kenal dengan nama Ji Hoon menyamai langkah Hera yang kini masuk ke dalam lift dengan terburu-buru. Dia adalah teman satu tim Hera. Yang selalu menggoda Hera.

"Aku kira kau tidak masuk hari ini, Nona Go."

"Jangan ganggu aku. Kau tidak lihat aku sedang terburu-buru?" ketus Hera menekan angka di lift berulang kali.

"Aku melihatnya. Makanya aku mendekatimu. Ku kira kau tidak masuk hari ini. Kau dengar kan ada orang dari pusat datang ke sini hari ini?"

Hera mengecek ponselnya, tidak dia perdulikan Ji Hoon yang kini berada di sampingnya."Aku tahu. Semalam aku sudah mendapatkan pemberitahuan tentang ini. Dia di tempatkan di tim kita. Ah sial! Kenapa ketua tim menempatkan orang baru di tempat kita?"

"Yah, karena begitulah seharusnya. Apalagi aku dengar dia dari divisi yang sama dengan kita. Seorang Manajer pendatang dari perusahaan lain untuk mengawasi kita. Kau tahu? Dia seorang pria tampan kalau aku dengar dari salah satu staff perencanaan."

Hera langsung menoleh ke arah Ji Hoon."Dia seorang pria?"

Ji Hoon mengangguk. "Hem!" angguknya. "Hah...padahal aku berharap dia adalah wanita cantik dan seksi. Kalau pria, bukankah dia akan menjadi salah satu sainganku? Predikat pria tampan selain aku jadi bertambah. Bukankah begitu?" lanjut Ji Hoon membuang nafas.

BAD CRAZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang