21. Kemarahan

1.8K 253 57
                                    

Adel melirik jengkel papan hologram yang memberikan misi. Ingin saja dia mengabaikan quest sialan itu, tapi melihat sanksi membuatnya urung. Adel tak rela kartu dan point yang susah dia kumpulkan selama ini, lenyap seketika hanya karena satu misi yang tidak ia laksanakan.

"Kenapa kau tidak siap-siap? Apa kau sudah rela untuk kalah?" Lupin makin gencar memprovokasi saat melihat wajah Adel yang terlihat murung.

Adel menghela napas pelan. "Yah...Langsung saja menye—"

"Stúpêfy!"

Seperti kilatan petir, cahaya putih keluar dari telapak tangan Lupin. Cahaya itu bergerak cepat menuju Adel, menghantam tubuh gadis itu yang membuatnya terpental jauh ke sisi kiri lapangan.

Brak!

Adel terbatuk. Mulutnya mengeluarkan darah. Gadis itu menatap ngeri tangannya yang menampung cairan kental berwarna merah yang keluar dari mulutnya. "Sial, ini sakit sekali..."

Teriakan orang yang menyaksikan terdengar, mereka memberikan apresiasi atas aksi Lupin lewat tepukan tangan. "Lupin! Lupin! Lupin!"

Lupin meletakkan kedua tangannya di pinggang, seraya tersenyum bangga. "Lihat, kan? Kau langsung kalah saat aku baru saja membacakan satu mantra."

Adel melirik sinis laki-laki itu. Mengepalkan tangan menahan emosi. "Kau kira aku terima dengan seranganmu ini?!"

"Lalu? Kau ingin melawan? Yakin? Dengan tubuhmu yang lemah it—"

BUGH!

Belum sempat Lupin menyelesaikan ucapannya, sebuah cahaya kemerahan melayang cepat mengenai tubuh laki-laki itu. Lupin melotot kaget saat merasakan tangan tak kasat mata mencengkram lehernya, dan merasakan tubuhnya melayang di udara.

"U-Ukh... L-Lepaskan!"

"Kau ingin aku melepaskannya?" Suara dingin seseorang seakan menusuk indra pendengar orang yang mendengarnya.

Professor Karina terlihat panik, murid-murid langsung mundur saat laki-laki bertubuh tegap berdiri tepat di hadapan Lupin yang tubuhnya melayang. "Kau kira, aku akan melepaskannya setelah apa yang kau perbuat pada Anaya?!"

Wajah Lupin kian memerah tatkala cengkeraman pada lehernya makin menguat. "S-Sial! L-Lepaskan aku! Ka-u tidak b-oleh menyela kelas ini!"

"Brengsek! Persetan dengan kelasnya, akan kubunuh kau, sialan!"

"ZEE!"

Zee tersentak saat Adel meneriaki namanya. Tanpa sadar, Zee melepaskan sihirnya pada Lupin, membuat laki-laki itu ambruk ke tanah.

"Anaya..." Zee membalikkan tubuhnya, berjalan mendekati Adel. Zee berlutut tepat di hadapan Adel, menatap gadis itu khawatir. "Kau tidak apa-apa? Kau terluka parah! Sialan, biar aku membunuh—"

Adel langsung memegang tangan Zee. "Jangan," ucapnya. "Kau tidak boleh membunuhnya, Zee. Aku baik-baik saja."

Nuel datang dan ikut berlutut di samping kiri Adel. "Kau benar tak apa-apa, Putri?" tanya laki-laki itu, khawatir.

Adel mengangguk sebagai jawaban. Netra merahnya melirik Ramon yang hanya berdiri jauh darinya. Tatapan laki-laki itu mengarah pada Lupin, sorot matanya seakan ingin mencabik-cabik tubuh Lupin.

"... Ramon."

Ramon tersentak. Kepalan di tangannya mengendur. Dia menoleh, menatap Anaya dengan tatapan bersalah. "Maafkan aku... Aku tidak bisa melindungimu, Anaya. Maaf... Ini salahku. Harusnya Peni mengambil jadwal pelajaran ku sama denganmu. Harusnya aku masuk kelas sihir pertahanan ju—"

SISTEM : Antagonist Harem ( DROP ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang