chapter 7

133 88 304
                                    

   Dirumah megah  dan elegan, rumah yang mungkin diidam-idamkan oleh kebanyakan orang, namun tidak tau apa yang terjadi di rumah itu.

CRACK...

CRACK...

Ringisan yang keluar dari mulut remaja ini, menggigit bibir kebiasaan nya untuk menahan Rasa sakit, Cambukan demi cambukan dari sang papa tapi Arka hanya diam dan tidak membalas.

Dia seakan sudah terbiasa mendapatkan itu, Diam tanpa berbicara apapun kecuali terdengar sebuah ringisan dari mulutnya, sampai akhirnya dia tidak merasakan benda apapun lagi yang menghantam tubuhnya.

"Udah puas?" tanya Arka.

"Arghh," tanpa menjawab Papa Bram langsung meninggalkan sang Anak yang sudah babak belur karna ulahnya.

Arka hanya terseyum getir, rasa sakit ditubuhnya tidak sebanding dengan Rasa sakit mental yang dia rasakan. Akan ada saatnya dialah yang menjadi pelampiasan kemarahan sang ayah, yang mana Arka sendiri Tidak melawan.

"Kapan papa akan berubah?" batin Arka getir.

Secara perlahan Arka pergi kekamar nya dan berbaring ketempat tidur, memejamkan mata tanpa mengobati luka-luka di tubuhnya.

***



Di malam hari, Arka terbangun dari tidurnya ternyata Rasa sakit ditubuhnya pun tak kunjung hilang.

"Makan dulu, Mama tunggu dibawah,"

Menikmati makan malam seperti keluarga pada umumnya adalah salah satu keinginan Arka, tapi apa boleh buat semuanya mengalir begitu saja dengan kesunyian.

"Habis makan, temui papa di ruang keluarga," ucap Papa Bram, Arka hanya mengangguk sebagai jawaban.

Papa Bram yang mendapatkan jawaban langsung beranjak dari kursi, sedangkan Mama Anita hanya diam dan memperhatikan sebuah luka di tangan Arka, namun dia tetap cuek, diam tanpa bertanya apapun tentang kondisi Arka. memang hanya luka ditangan yang terlihat karna semua tertutup oleh hoodie hitam itu, Arka juga tak menampakkan ekspresi apapun apalagi kesakitan.

"Kenapa bisa nilaimu turun?" tanpa merasa bersalah Papa Bram malah menanyakan nilai, bukan tentang keadaan sang anak yang disiksa tadi.

"Nggak mungkin nilai bisa tetap yang terbaik, pasti ada waktunya nilai akan turun,"

"Papa bilang belajar ya belajar, apa tidak cukup semua hal yang papa berikan ke kamu? mempertahankan nilai saja kamu tidak becus," tanya Papa Bram,namun Arka hanya diam.

" Papa tanya Arka, apa yang ada dipikiran mu? bagaimana bisa kamu meneruskan bisnis keluarga jika seperti ini," lanjut nya.

"Apakah semuanya tergantung pada nilai?" tanya Arka menoleh ke arah papa nya.

"Ck, dimana rasa Terima kasih mu? Saya membesarkan mu dan memberikan semua fasilitas yang terbaik untuk mu, agar kau bisa berguna," seru Papa Bram pedas.

"Kemauan papa yang mana yang tidak aku turuti?" Dirasa tidak mendapatkan jawaban apapun, Arka beranjak.

"Hentikan usaha mu itu, dan tinggalkan geng yang nggak berguna itu,"

Arka seketika berhenti berjalan lalu menoleh. "Tidak! setidaknya jangan mengusik hal yang aku suka," tegas Arka.

"ARKA!"

Arka hanya mendengar nya tanpa menjawab, dia memang sama sekali tidak berniat untuk terjun ke perusahaan papanya, walaupun demikian dia tetap mengikuti kemauan sang papa, Tapi tidak dengn mengusik usahanya.

Cahaya RedupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang