8 + 7 × 5 − 5

17.7K 1.7K 37
                                    

"Maaf."

Cassia berkata tanpa mengeluarkan suara seraya mengusap lembut pipi Killian yang sedang tertidur nyenyak di sofa. Berkat obat tidur di dalam jus buatannya tadi, Killian dapat tertidur dengan cepat ditambah pijatan pada kepala Killian menyebabkan lelaki itu dapat tidur secara pulas. Apalagi Killian terlihat sangat kelelahan, entah apa yang membuat kekasihnya itu kelelahan.

Akan tetapi, Cassia dengan segala pikiran liciknya memanfaatkan momentum itu supaya bisa mencapai tujuan utama, yaitu menyusul Cassius untuk mencari tahu trauma apa yang dimiliki oleh Cassia asli.

Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, di mana Cassia harus segera bergegas untuk pergi ke bandara karena jadwal pesawatnya terbang adalah pukul 10 malam.

Dalam waktu yang hanya tersisa satu jam itu Cassia segera memilih pakaian nyamannya lalu membawa ponsel baru serta tas kecil berisi dompet, paspor, dan visanya.

Entah bagaimana saat mengurus visa secara diam-diam, semuanya berjalan lancar seperti takdir membawanya untuk mengetahui trauma apa yang dimiliki oleh Cassia asli.

Beruntung pada saat jam segini semua pelayan sudah berada di kamar masing-masing. Cassia berjalan perlahan tanpa menggunakan alas kaki untuk menuju pagar belakang rumahnya yang selalu terkunci. Sepatunya ia bawa di tangan kirinya, sedangkan tangan kanan memegang sebuah kunci.

Tentu saja Cassia berhasil menduplikasi kunci tersebut. Secara perlahan Cassia memasukkan kunci ke dalam gembok, dadanya berdetak kencang karena perasaan takut dan merinding menjadi satu.

Bayangkan saja pada saat jam 9 malam dengan suasana hening, pohon yang menjulang tinggi beserta rumput tumbuh tinggi sebab tak pernah dipotong. Bukankah itu sangatlah menyeramkan?

"Hah!" Cassia tanpa sadar terkejut ketika mendengar suara di semak-semak dekat tempatnya berdiri lalu tangan yang memegang kunci menutup mulutnya.

Lantas kepala Cassia menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan hanya ada dirinya seorang di sini. Dengan tangan yang gemetar serta keringat dingin membasahi pelipisnya, Cassia terus berusaha untuk memasukkan kunci tersebut ke dalam gembok.

Cepet anjir cepet! Gue takut!

Akhirnya Cassia pun berhasil membuka pintu gerbang belakang setelah berusaha keras beberapa menit tadi, sedikit kesal karena dirinya harus mengeluarkan tenaga ekstra sebab gembok sudah berkarat.

Siapa juga yang mau melewati gerbang seram ini jika masih ada gerbang belakang lainnya?

Ini semua gue lakuin demi rencana gue biar berhasil!

Sesudah menutup gerbang belakang, Cassia segera memakai sepatu sandalnya dan berjalan cepat untuk menuju titik di mana ia memesan sebuah ojek online. Dalam perjalanan itu, Cassia sampai mengikat rambutnya karena merasa kepanasan alias gerah.

"Atas nama Casphia?" tanya seorang pengemudi seraya menunjukkan layar ponselnya sesudah Cassia menghampiri sebuah motor yang terparkir di taman dekat rumahnya.

Cassia mengangguk lalu menerima helm pemberian Bapak Ojek tersebut. "Ayo, Pak!" serunya sedikit panik akan ketahuan oleh seseorang meskipun itu mustahil.

Rencana tersebut sudah Cassia pikirkan secara matang sedari Killian melarangnya pergi menyusul Cassius. Di mulai dari menggeser CCTV setiap hari secara perlahan supaya tidak ketahuan sampai mendapatkan titik buta hingga pembuatan visa atau menyiapkan keperluan dokumen untuk pergi ke Benua Eropa.

Kecuali peristiwa bertengkar dengan Killian itu diluar dari rencana milik Cassia sehingga pada saat kejadian tersebut terjadi, Cassia berakhir memiliki dua opsi.

Be Antagonist to ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang