-oOo-SETELAH mendengarkan sekelumit cerita tentang masa kecil Daru, Senja terhenyak lama. Benaknya seakan membeku untuk memproses rentetan kemalangan yang menimpa pemuda di sampingnya. Dilihat dari sisi mana pun, Daru tidak kelihatan menyimpan borok tentang keluarganya yang tukang siksa.
Senja bertanya pelan-pelan, "Setelah kejadian di UKS sekolah itu, apa yang dilakukan guru-guru di sekolah Mas?"
"Saya sudah agak lupa sama kejadiannya, Mbak. Waktu itu pertama kalinya saya kena serangan panik, lalu pingsan. Begitu sadar, saya sudah ada di rumah sakit. Guru-guru menunggu saya di sana. Pak Wiraya dan Bu Garwita juga datang sambil gendong Hita. Mereka bilang Bapak sudah aman sama polisi ... di mana saat itu saya belum tahu apa maksudnya." Daru mengusap pelipis, terlihat berusaha mengingat-ingat kejadiannya. "Kayaknya setelah itu saya enggak masuk sekolah lama banget. Terus tahu-tahu saya udah naik kelas 2 SMP. Lalu enggak lama setelahnya, Mbah juga meninggal karena kecelakaan."
"Mbahnya Mas meninggal?"
"Iya. Orang-orang baru tahu kalau Mbah selama ini pikun dan agak stres. Itulah sebab kenapa setiap harinya Mbah selalu ngomong ngelantur dan maki-maki saya sebagai anak durhaka, sebab Mbah selalu anggap saya ini putranya yang dulu selalu kasar dan menentang orang tua."
"Maksudnya Pak Rusidi?"
"Iya, Mbak."
Senja terhenyak dan menggeleng kepala terheran-heran. "Mbahnya enggak pernah dapat pengobatan apa-apa semasa hidupnya?"
Daru menggeleng pasrah. "Enggak ada yang perhatian sama kondisi Mbah. Saya pun masih terlalu muda buat paham soal itu. Ibu cuma bilang kalau Mbah agak gila, jadi enggak perlu terlalu ditanggapin. Ibu memang pernah berpesan supaya Mbah enggak dibiarin jalan-jalan keluar sendiri. Tapi setelah kejadian saya pingsan itu, kesehatan saya jadi sering terganggu―dikit-dikit sakit dan enggak masuk sekolah. Saya pun jadi enggak begitu perhatian sama Mbah di rumah. Suatu hari, saya dapat kabar kalau Mbah keluar rumah dan jatuh di pasar gara-gara keserempet motor, sampai kemudian meninggal. Akhirnya saya tinggal berdua sama Hita."
Senja mengangguk "Terus Mas Daru enggak pernah ketemu Bapak lagi?"
"Saya sempat tinggal sebentar sama Bapak, Mbak. Waktu itu Bapak saya keluar dari penjara dan kembali ke rumah, tapi ... Mbak kenapa?"
Daru tiba-tiba menangkap raut wajah Senja yang bergulung lebih cemas.
"Mas Daru masih betah tinggal serumah sama Bapak sendiri? Tetangga-tetangga di sini enggak pada khawatir? Gimana kalau traumanya kambuh lagi?"
"Enggak Mbak," Daru melipat kedua kakinya ke dada dan memeluknya dengan lengan, lalu melanjutkan dengan nada lirih, "Bapak saya sudah banyak berubah setelah dipenjara. Dia jadi lebih pendiam dan enggak berani ngomong kasar ke saya lagi. Bahkan Bapak juga lumayan perhatian ke Hita. Entah apa yang terjadi selama Bapak di penjara ... mungkin para polisi mengancam Bapak, atau justru Bapak yang memang dapat hidayah buat berubah. Hanya aja waktu itu umur Bapak pun enggak berselang lama. Beliau kena struk dan lumpuh selama berbulan-bulan lamanya. Waktu itu saya baru pulang sekolah, dan pas masuk kamar, saya lihat Bapak sudah meninggal di atas kasur. Adik saya enggak tahu kalau Bapak meninggal. Dia kira Bapak lagi tidur kayak biasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐀𝐑𝐔𝐇𝐈𝐓𝐀
General Fiction⭐ Follow sebelum membaca ⭐ Reswara Hita, si bocah jail yang punya seribu cara menarik perhatian, selalu mengisi tempat spesial di hati abangnya, Dewandaru. Semuanya berjalan baik-baik saja sampai Daru mengingat rahasia penting mengenai asal-usul Hit...